More about P3H

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
Pusat Pengembangan Pelayanan Holistik (P3H), adalah sebuah forum bersama milik 6 sinode anggota Reformed Ecumenical Church (REC) yang berkantor di Salatiga. Anggota P3H antara lain : Gereja Kristen Jawa (GKJ), Sinode Gereja Kristen Indonesia Sinwil Jateng (GKI Sinwil Jateng), Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS), Gereja Toraja (GT), Gereja Toraja Mamasa (GTM) dan Gereja Kristen Sumba (GKS). Melalui media online ini, kami berharap kegiatan P3H sebagai forum bersama milik gereja, dapat dibaca lebih luas dan lebih cepat, khususnya bagi pembaca yang dapat mengaskes internet. Kami berharap masukan dan saran dapat diberikan kepada Buletin Holistik, demi perbaikan buletin Holistik serta tampilannya secara online ini. Selamat membaca.

Jumat, 27 Februari 2009

Edisi IV/Mei/2003

SALAM





Baru saja kita merayakan Paskah. Namun Paskah tahun ini dicemari oleh serangan Amerika Serikat terhadap Irak. Kematian Yesus pada Jumat Agung ternyata pada tahun ini disertai dengan kematian begitu banyak manusia di Irak akibat ledakan senjata canggih yang ditembakkan dari senjata tentara AS dan sekutunya ke Irak. Kematian dan penderitraan Yesus membawa keselamatan kepada seluruh ciptaan, apakah kematian dan penderitaan rakyat Irak akan membawa perbaikan pada rakyat Irak? Entahlah! Kematian begitu banyak manusia, disebabkan oleh perang, kelaparan, penindasan, bencana alam (yang dalam banyak kasus adalah buatan manusia), mendatangkan keprihatinan dan empati kita. Tak putus-putusnya kita berdoa untuk perdamaian dan kesejahteraan dunia, tapi toh yang kita lihat adalah peperangan, konflik, penindasan dan kelaparan. Di sinilah peran gereja dan semua lembaga Kristen diperlukan agar dunia yang damai dan sejahtera dalam segala bidang, seperti yang diinginkan oleh Tuhan, dapat terwujud.
Perhatian gereja terhadap penderitaan dan kehancuran ciptaan tidak dapat lagi dilihat sebagai bukan tugas gereja. Dunia yang semula baik dan sejahtera perlu diusahakan oleh gereja di dalam pelayanannya. Untuk itu dalam terbitan edisi ini dan secara bersambung Holistik memuat tulisan tentang Teologi Penciptaan. Tulisan ini diharapkan menjadi salah satu masukan teologis dalam pelayanan holistik kita.
Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan selamat datang kepada Dewi Yuliyanti yang sejak 15 Maret 2003 menjadi Asisten Dirlak P3H. Sejak hari pertama mejanya sudah dipenuhi oleh pekerjaan. Kiranya kehadirannya akan memperlancar kegiatan P3H di masa mendatang.
Selamat Paskah!! Yesus sudah bangkit!

-------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL DEPAN


MENENGOK DAPUR P3H


Aktivitas P3H sebagai forum kerjasama antar Sinode gereja-gereja anggota REC di Indonesia dan CRWRC Indonesia sudah mulai nampak dan seturut dengan cita-cita awalnya. Sungguh membahagiakan saat melihat keberadaan P3H begitu diterima oleh semua anggota sekaligus pendirinya. Bahkan yang lebih menarik adalah bahwa sinode anggota mulai mengundang dan melibatkan P3H untuk ikut dalam mengembangkan pelayanan holistik gereja.
Dengan diterimanya P3H dalam kegiatan pelayanan gereja, meningkat pula aktivitas kerjanya. Kegiatan-kegiatan seperti pelatihan dan penelitian MED, penerbitan buletin, penyusunan bahan PA perkunjungan ke sinode anggota dan mencari-cari informasi lembaga donor yang bisa membantu anggota P3H, menulis dan menerjemahkan proposal menjadi menu utama kegiatan P3H hingga saat ini. Begitu penuhnya agenda kegiatan P3H sehingga terkadang waktu sehari seakan tidak cukup untuk mengerjakan dan menyelesaikan segala sesuatu sesuai yang direncanakan. Namun demikian, sejauh ini semua hal yang direncanakan bersama dan menjadi agenda kegiatan P3H bersama dengan anggotanya dapat berjalan dengan cukup baik dan lancar.
Memperhatikan begitu banyaknya aktivitas P3H, mungkin kita tidak akan percaya bahwa semuanya itu dikerjakan segelintir orang saja yang bekerja dengan sukarela. Ada juga orang yang menduga bahwa para pengurus P3H mendapatkan penghasilan dari kesertaan mereka dalam P3H. Dewan Pengurus bekerja dengan sukarela untuk mengadakan rapat, menyusun anggaran, mengkoordinasi setiap kegiatan, bahkan melakukan perkunjungan ke sinode disela-sela kesibukan melakukan aktivitas keseharian mereka. Akibatnya adalah sulit mencari waktu untuk pertemuan di antara pengurus. Kegiatan-kegiatan tehnis seperti penerbitan buletin dan distribusinya, serta administrasi P3H dilakukan oleh staf CRWRC juga secara sukarela. Mereka ini yang mengawal dapur P3H. Hingga saat ini yang ada di dapur P3H setiap hari adalah Nick Armstrong, Iskandar Saher, Monika Rum Mahanani (sejak pertengahan Maret ditambah Dewi Yuliyanti). Terkadang juga, beberapa kegiatan rutin harus disesuaikan dengan prioritas kerja CRWRC, sehingga dalam keadaan tertentu kegiatan P3H ditunda untuk menyelesaikan kegiatan CRWRC.
Mengapa selama ini P3H melakukan semuanya dengan sukacita? Mungkin hal ini sering dipertanyakan; tetapi inilah wujud nyata cita-cita P3H sejak awalnya yaitu untuk mendorong dan memperlengkapi anggotanya agar dapat mengembangkan pelayanan yang holistik kepada seluruh ciptaan melalui kegiatan dan usaha-usaha jemaat. P3H tidak perlu menjadi besar, cukup kalau gereja-gereja dapat menjadi besar sehingga dapat melayani masyarakatnya. Kami merasa puas dan berbahagia kalau bisa melakukan sesuatu untuk masyarakat.Kerinduan anggota P3H sejak awal untuk mewujudkan pelayanan yang holistik itulah yang menjadi pendorong pengurus untuk selalu konsisten dengan cita-cita bersama P3H tersebut. Para anggota pengurus ini juga sanget bersemangat dalam melakukan tugasnya. Karena itu seringkali Pak Bambang Muljatno atau Pak G.G.Raru menelepon ke Salatiga untuk mendorong kami. Tapi kadangkala mereka juga kecele karena yang ditelepon semua sedang ada di lapangan. Semoga dari dapur P3H yang kecil di Salatiga, dan dengan perlengkapan yang seadanya dapat bermanfaat bagi Kerajaan Allah dan dapat melayani anggota P3H. (Monika Rum Mahanani)

-------------------------------------------------------------------------------------------------ARTIKEL LEPAS

TEOLOGI PENCIPTAAN
Iskandar Saher

Catatan Pengantar:
Tulisan ini pada dasarnya adalah ringkasan dari buku karangan Albert Wolters,Creation Regained; A transforming view of the woprld, yang diterbitkan pada tahun 1985 oleh Wm.B. Eerdmans Publishing Co, dan kemudian dicetak ulang beberapa kali. Buku ini sudah diterjemahkan dalam beberapa bahasa. Terakhir saya bertemu penulisnya pada 3-4 Januari 2003, Al mengatakan bahwa buku ini sekarang sedang diterjemakan ke dalam bahasa Arab.

PENDAHULUAN
Pada umumnya orang Kristen mengakui bahwa Tuhan adalah Pencipta sekaligus penguasa ciptaan yang telah Ia ciptakan itu. Tuhan yang sama pula yang berkuasa menyelamatkan seluruh ciptaan yang telah jatuh kedalam dosa. Namun pada kenyataannya banyak orang yang membatasi kekuasaan Tuhan terhadap ciptaan itu. Kalau kita tanyakan kepada orang Kristen, “Apa saja yang diciptakan Tuhan?” maka jawabnya adalah benda-benda (baik yang hidup: misalnya manusia dan hewan, maupun benda mati: seperti matahari, bulan, udara, air, dll); padahal ciptaan Tuhan itu jauh lebih luas dari itu. Pandangan tentang ciptaan seperti ini hanya terbatas pada realitas fisik. Seandainya yang diciptakan oleh Tuhan hanya realitas fisik, maka pertanyaan berikutnya adalah “Bagaimana hubungan antar benda itu diatur?” Bagaimana hubungan antara manusia dengan tumbuhan, misalnya. Apakah Tuhan pada saat menciptakan benda-benda itu hanya seperti tukang jam yang membuat jarum panjang, jarum pendek, plat yang berisi angka 1 sampai 12, per, dll, tanpa menentukan bagaimana hubungan antara per dengan jarum panjang, jarum panjang dengan jarum pendek dst? Kalau tidak, maka siapa yang mengatur hubungannya? Apakah hubungan itu terjadi dengan sendirinya? Siapa pula yang merakit benda-benda itu menjadi jam?
Karena pemahaman yang seperti ini, maka pandangan kita terhadap dampak dosa dan penyelamatan juga menjadi terbatas hanya pada aspek tertentu dari ciptaan itu. Misalnya kalau kita berbicara tentang penyelamatan, maka kita percaya bahwa Tuhan hanya menyelamatkan manusia. Yang diselamatkan dari manusia itupun hanya “jiwa”nya saja. Selain itu, ada pula kelompok yang melihat bahwa ciptaan Tuhan yang ada sekarang ini sebagai sesuatu yang tidak berharga, bahkan jahat, dan karena itu perlu dijauhi dan bahkan dimusuhi. Oleh sebab itu ada orang Krisen yang tidak peduli pada dunia ini. Ada pula kelompok yang secara ekstrem melihat bahwa semakin cepat dunia ini hancur, semakin baik, sebab semakin cepat pula Kedatangan Yesus yang Kedua terjadi. Orang yang seperti ini bisa saja secara sengaja menghancurkan alam dengan harapan agar kiamat segera datang dan jiwanya masuk surga.
Tulisan ini adalah suatu usaha untuk memahami tentang ciptaan Tuhan dan hubungannya dengan kuasa dosa dan penyelamatan Tuhan. Fokus utama dari tulisan ini adalah ciptaan, karena itu saya beri judul “Teologi Penciptaan.”

Firman Tuhan di dalam Ciptaan
Kalimat pertama dalam cerita penciptaan, yang juga menjadi kalimat pertama dalam Alkitab, adalah: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Di kalangan orang yang belajar teologi, cara penciptaan ini dikenal dengan nama: “creatio ex nihilo” yaitu penciptaan yang dilakukan dari ketiadaan. Dengan kata lain, Allah menciptakan langit dan bumi tanpa bahan dasar; Ia menciptakan dari tiada menjadi ada. Namun yang sering dilupakan adalah bahwa creatio ex nihilo ini hanya dilakukan sekali itu saja, sedangkan yang dilakukan berikutnya tidak lagi dalam arti creatio ex nihilo.
Penciptaan yang dilakukan Allah dalam enam hari bukan lagi tanpa bahan, sehingga Wolters menyebutnya creatio secunda, bukan lagi creatio ex nihilo (walaupun Wolters sendiri mengakui sulit memisahkan keduanya ini). Pada saat Tuhan melakukan penciptaan selama enam hari sudah ada langit dan bumi, tapi belum berbentuk, kosong dan gelap gulita. Untuk memberi bentuk, mengisi dan membuat terang, Tuhan berfirman. Firman yang diucapkan Tuhan ini adalah untuk memberikan struktur terhadap semua ciptaan, dan struktur dalam hubungan antar ciptaan.
Pada saat Tuhan berfirman: “Jadilah terang” pada dasarnya itu adalah firman untuk menciptakan struktur terang, sehingga dengan adanya struktur itu maka terciptalah terang. Terang ini berbeda dari gelap, karena struktur terang berbeda daripada struktur gelap. Begitu juga pada saat Allah memisahkan air dan daratan dengan firmanNya, maka firman itu menciptakan struktur yang berbeda antara daratan dengan air, sehingga keduanya dapat dibedakan. Seandainya Alkitab menceritakan Tuhan menciptakan kuda dan harimau, maka itu juga terjadi karena Allah menciptakan struktur untuk kuda yang berbeda daripada struktur harimau, sehingga kuda dan harimau berbeda satu sama lain, dan kita dapat membedakannya. Jadi struktur di dalam setiap ciptaan ini pada dasarnya membuat setiap benda itu berbentuk, unik dan berbeda satu daripada lainnya. Wolters menyebut ini sebagai “struktur ciptaan.”
Selain adanya struktur ciptaan ada pula struktur antar ciptaan. Struktur antar ciptaan adalah struktur yang diciptakan Tuhan untuk mengatur hubungan di antara sesama ciptaan. Misalnya Tuhan menciptakan tumbuh-tumbuhan di bumi, bukan di udara. Ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara bumi/tanah dengan tumbuhan. Struktur hubungan ini tidak tercipta dengan sendirinya, melainkan diciptakan oleh Allah, sehingga tumbuhan itu tumbuh di tanah karena ada hubungan tertentu antara keduanya. Begitu juga hubungan antara tumbuhan dengan manusia. Tumbuhan menghasilkan O2 yang diperlukan oleh manusia untuk bernafas, sedangkan manusia menghasilkan CO2 yang diperlukan oleh tumbuhan. Atau, benda yang mempunyai berat akan selalu jatuh ke bumi, karena adanya struktur hubungan antara benda dengan bumi. Semua ini termasuk dalam struktur hubungan antar ciptaan yang juga diciptakan oleh Tuhan. Wolters menyebut struktur ini sebagai “hukum.”
Dalam dunia ilmu pengetahuan, struktur hubungan antar benda ini dikenal sebagai hukum alam. Wolters melihat bahwa hukum alam ini sebagai salah satu yang diciptakan oleh Tuhan, bukan tercipta dengan sendirinya. Struktur ini diciptakan oleh Tuhan dalam enam hari penciptaan itu.
Selain struktur hubungan antar ciptaan Tuhan juga menciptakan struktur hubungan antar manusia yang disebutnya sebagai “norma.” Norma ini di dalam bahasa Alkitab digambarkan dengan firman agar manusia “beranak cucu,” “bertambah banyak,” “memenuhi dan menaklukkan bumi,” “berkuasa atas hewan dan tumbuhan,” dan “menjadi penolong.” Norma ini hanya diberikan kepada manusia. Ada norma untuk beranak cucu, untuk memenuhi dan menaklukkan bumi dan untuk menjadi penolong bagi sesama.
Manusia selain terikat kepada norma ini dia juga tunduk pada struktur hubungan antar benda, sebab ia sama dengan ciptaan lainnya. Misalnya manusia harus tunduk pada strukrtur hubungan antara manusia dengan tumbuhan dan dalam hubungannya dengan bumi. Karena itu manusia juga tunduk pada hukum bahwa ia mendapatkan O2 dari tumbuhan dan menghasilkan CO2 untuk tumbuhan dan hukum gaya gravitasi, sehingga manusia tidak bisa lain akan tertarik jatuh ke bumi, sama dengan batu atau dedaunan.
Dari pemahaman ini, maka manusia tunduk pada hukum dan norma. Ketundukan kepada hukum tidak bisa ditolak atau dihindari, sedangkan ketundukannya pada norma bisa ditolak atau dihindari. Misalnya, manusia kalau berada di tempat ketinggian pasti jatuh ke bawah (ketaatan pada hukum; dalam hal ini gaya gravitasi), tetapi manusia dapat menolak beranak cucu, menolak berkuasa atas hewan dan tumbuhan, dan menolak menjadi penolong bagi sesama (ketaatan pada norma). Hal ini terjadi karena pada satu pihak manusia itu sama dengan ciptaan-ciptaan lainnya -–dalam hakekat kebendaannya--, tetapi pada pihak lain ia berbeda dari ciptaan-ciptaan lainnya. Namun ciptaan lain tidak harus tunduk pada norma.
Baik hukum maupun norma diciptakan oleh Tuhan dengan firmanNya. Ini berarti bahwa karena ada firman Tuhan maka ciptaan tercipta dan struktur terbentuk. Firman yang ada di dalam setiap benda dan strukturnya ini menjadi hukum ciptaan yang diletakkan oleh Tuhan di dalam setiap ciptaan. Firman yang ada di dalam ciptaan ini sama dengan firman yang harus ditaati oleh ciptaan setiap saat Tuhan berfirman. Misalnya dalam Maz. 147:18 dikatakan: “Ia menyampaikan firmanNya, lalu mencairkan semuanya, Ia meniupkan anginNya, maka air mengalir” atau Maz. 148:7-8 “Pujilah Tuhan di bumi, hai ular-ular naga dan segenap samudera raya; hai api dan hujan es, salju dan kabut, angin badai yang melakukan firmanNya.” Semua ciptaan taat pada firman Tuhan yang diucapkanNya pada saat tertentu; misalnya membuat angin bertiup. Angin itu bertiup pada suatu saat tertentu dan tempat tertentu karena ada Tuhan berfirman pada saat itu memerintahkan agar angin bertiup. Selain itu ciptaan juga harus taat pada firman yang sudah ditempatkan oleh Tuhan di dalam setiap ciptaan, yaitu struktur dalam setiap ciptaan. Misalnya ada firman Tuhan yang ditetapkan secara permanen bahwa sapi selalu berkaki empat, sehingga setiap kali anak sapi lahir normal akan berkaki empat. Manusia yang hidup di tengah sesamanya agar dapat hidup secara manusiawi maka selayaknya saling menolong. Ini semua adalah firman Tuhan yang ditetapkanNya pada saat penciptaan dan yang disampaikanNya pada saat tertentu.
Firman Tuhan yang seperti ini bisa ditemukan oleh manusia. Pertama firman itu ditemukan melalui Yesus yang sekarang ini kita ketahui melalui Alkitab. Namun manusia juga bisa menemukan firman itu melalui struktur ciptaan yang ditetapkan oleh Tuhan. Misalnya Yes. 28:23-29 menggambarkan bahwa para petani bisa menemukan firman Tuhan melalui pekerjaannya bertani. Yesaya mengatakan bahwa para petani tidak setiap hari membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk ditanami, tetapi menunggu musim tanam. Sebelum menanam jintan, gandum dan jelai, mereka juga meratakan tanahnya lebih dahulu, tidak asal tanam. Pada saat panen mereka juga tidak mengirik (melepaskan bulir dari tangkai) jintan dengan pengirikan atau memakai roda gerobak seperti mengirik gandum, tapi cukup dengan cara memukul-mukulnya dengan galah atau tongkat. Gandum waktu diirik tidak sampai hancur sampai menjadi tepung, tapi cukup sampai bulirnya lepas dari tangkai. Semua pengetahuan tentang menanam dan mengirik ini tidak didapatkan dari firman Tuhan yang diucapkannya langsung atau melalui Alkitab. Pengetahuan mengenai hal ini didapatkan melalui interaksi mereka dengan alam. Tetapi, Yesaya mengatakan: “Dan inipun datangnya dari TUHAN semesta alam;.....” (ay. 29). Ini berarti pengetahuan tentang ciptaan yang didapatkan oleh manusia dalam interaksinya dengan ciptaan, sama nilainya dengan pengetahuan yang datang dari Tuhan. Bahkan Yesaya di sini lebih tegas mengatakan bahwa pengetahuan ini datangnya dari Tuhan. Jadi, kalau manusia menemukan kebenaran dari struktur ciptaan sama dengan menemukan firman Tuhan, karena itu berasal dari Tuhan.
Walaupun Tuhan sudah menetapkan firmanNya dalam setiap ciptaan, dan Ia sudah menyelesaikan enam hari pekerjaanNya, proses penciptaan masih belum berakhir. Masih ada satu tahapan penciptaan lagi yang masih berlangsung hingga saat ini, yang disebut oleh Wolters sebagai creatio tertia.
Tuhan menetapkan gambar dan rupaNya di tengah ciptaan, yaitu pada manusia untuk melanjutkan karya penciptaan ini. Manusia yang diciptakan segambar denganNya diberi mandat untuk memenuhi bumi dan menaklukkannya. Mandat ini pada dasarnya adalah mandat untuk mengungkap dan menemukan firman Tuhan yang ada di dalam ciptaan dan mengembangkan potensi yang sudah diciptakan oleh Tuhan di dalam setiap ciptaan. Pada saat diciptakan ada potensi yang diberikan oleh Tuhan di dalam setiap ciptaan. Misalnya potensi untuk bertumbuh secara fisik bagi benda-benda hidup, juga potensi bertumbuh secara spiritual dan emosional bagi manusia. Untuk benda-benda mati juga ada potensi untuk dimanfaatkan bagi kehidupan yang sejahtera. Begitu juga dengan struktur, dapat dikembangkan ke arah pemuliaan Tuhan. Alkitab menyimbolkan pengembangan potensi ciptaan ini dengan gambaran bahwa pada saat diciptakan Tuhan menciptakan taman (Kej. 2), tetapi pada akhirnya menjadi kota (Wah. 21). Gambaran ini bermakna simbolis yaitu ciptaan yang diciptakan Allah itu akan berkembang potensinya menjadi sesuatu yang lain. Ciptaan yang diciptakan oleh Tuhan adalah ciptaan yang dinamis, karena di dalamnya ada potensi untuk berkembang.
Dalam rangka pengembangan potensi ini Tuhan memberikan mandat kepada manusia untuk bertindak sebagai wakilNya. Ini dilakukan oleh manusia melalui kegiatan mengungkap dan menemukan firman Tuhan di dalam ciptaan, memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh ciptaan untuk berkembang sesuai dengan potensinya, dan menciptakan berbagai peluang sehingga semua potensi yang ada dalam ciptaan itu dapat bermanfaat bagi kesejahteraan seluruh ciptaan. Peran manusia dalam pengembangan potensi ciptaan ini disebut oleh Wolters sebagai creatio tertia. Peran yang seperti ini adalah juga peran “mencipta” dengan mendayagunakan yang sudah diciptakan oleh Tuhan.Dari semua cerita tentang penciptaan ini terlihat bahwa ciptaan itu pada saat diciptakan baik keadaannya. Berita tentang ciptaan yang baik ini diulang berkali-kali dalam kitab Kejadian. Kalimat yang diulang-ulang adalah “Allah melihat bahwa semuanya itu baik.” Bahkan juga dikatakan “amat baik.” Berita ini mengingatkan bahwa kita tidak bisa menolak dan menjauhi ciptaan. Pada masa gereja mula-mula hadir pengaruh Gnostik yang melihat ciptaan sebagai sesuatu yang jahat dan harus dijauhi. Pengaruh ini merasuk cukup jauh dalam kehidupan gereja. Tetapi dari pandangan Allah, seperti yang disaksikan oleh Alkitab, Allah melihat ciptaan ini baik, yang perlu dikelola, bukan dijauhi. Tugas manusia adalah untuk menjaga yang baik ini agar tetap baik, dan bahkan dapat berkembang sesuai dengan potensi yang ada padanya. (BERSAMBUNG)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AKTIVITAS KITA

1. Kunjungan ke GTM dan GT
Pada bulan November 2002 P3H mengadakan perkunjungan ke Gereja Toraja Mamasa dan Gereja Toraja. Dalam kunjungan ini dari P3H adalah Pdt. G.G. Raru, Pdt. Bambang Muljatno, Nick Armstrong, Pdt. Untung Wijayaputra, dan Iskandar Saher.
Pertemuan dengan GTM diadakan pada tgl. 19 November 2003 di Mamasa. Dari pihak GTM hadir pimpinan Sinode dan wakil dari Yayasan Tallubulina, Yayasan Parpem,Yayasan Pendidikan, danYayasan Kesehatan. Dari pertemuan ini disepakati bahwa P3H akam memfasilitasi pembuatan Rencana Induk Pengembangan GTM pada bulan Juli 2003.
Pertemuan dengan GT diadakan di Rantepao pada tgl. 21 November 2002. Selain Pimpinan GT, hadir juga wakil dari P3H GT dan Yayasan Tallulolona. Pihak P3H dan GT sepakat dalam pelayanan bersama P3H akan memfokuskan pada kegiatan pemberdayaan ekonomi di Tana Toraja dan pembinaan generasi muda dengan pendekatan holistik. Pihak P3H bersama dengan Ketua III GT, Prof Dr. Daud Malamasang, akan membuat perencanaannya.

2. Pertemuan dengan GKS
Pada bulan februari 2003 Dirlak mengadakan kunjungan ke GKS Sumba sebagai tindak lanjut pertemuan dengan Klaas Aikes (Program officer Asia-Pacific Desk Uniting Protestant Churches in the Netherlands) di Jogjakarta. Dari pertemuan ini adalah untuk merencanakan pertemuan antara GKS dengan utusan UPC Netherlands dalam rangka pembuatan Rencana hubungan GKS dengan UPC kedepan. Pihak GKS sudah siap dengan rencana pertemuan ini yang semula direncanakan diadakan di Lewa, Sumba, pada tgl. 8 – 10 April 2003, tetapi terpaksa diundur menjadi tgl. 3 – 5 Juni 2003, karena Klaas Aikes merasa kurang aman untuk mengadakan perjalanan ke Indonesia pada saat serangan Amerika Serikat ke Irak.
Selain rencana pertemuan ini, Gereja Reformed Australia (Reformed Church of Australia – CRCA) juga berencana akan melakukan kunjungan ke GKS untuk melihat kemungkinan pelayanan bersama di Sumba di masa depan. Bert Kuipers, sebagai wakil dari CRCA rencananya akan berkunjung ke Sumba setelah pertemuan GKS dengan UPC.

3. Program Micro Finance dengan YKPS
Selama ini Yayasan Kuda Putih Sejahtera (YKPS), sebuah yayasan di bawah GKS sudah melakukan pemberdayaan ekonomi kepada masyarakat Sumba. Jumlah yang sudah dilayani oleh YKPS adalah 1.500 di Sumba Timur dan 112 di Sumba Barat. YKPS berencana dalam tahun ini akan menambah lagi 300 nasabah di Sumba Barat. Untuk rencana penambahan ini P3H, melalui CRWRC, berusaha mencarikan mitra. Saat ini PCD (Partner for Christian Development) mulai membantu program ini untuk kegiatan selama satu tahun. Selain itu dari CRCA juga sedang dijajagi kemungkinannya untuk ikut serta dalam usaha pengembangan kegiatan KPS.

4. Pembuatan Bahan PA
Pembuatan bahan PA sudah dapat diselesaikan draft akhirnya dan masih menunggu pembahasan oleh Dewan Pengurus Harian P3H. Tim yang mengerjakan bahan PA ini terdiri dari Nick Armstrong, Darma Palekahelu, Jeffry Lempas, Iskandar Saher, dan Dewi Yulianti. Diharapkan bahan ini sudah selesai dicetak pada bulan Juli 2003.
Pekerjaan ini cukup lama tertunda, karena kesibukan masing-masing anggota tim. Pada pihak lain, kesulitan yang cukup besar dalam penggodokan bahan ini adalah mencari batas tingkat kesulitannya, karena bahan ini akan dibagikan pada enam sinode anggota P3H yang anggota jemaatnya sangat beragam. Namun kami bersyukur akhirnya pekerjaan ini dapat selesai.

5. Seleksi Asisten Dirlak
Seperti yang diumumkan melalui buletin Holistik edisi III yang lalu bahwa P3H mencari tenaga asisten Dirlak. Ini adalah tindak lanjut dari keputusan DPH dalam rapatnya di Toraja 22 November 2002 untuk mencari seorang tenaga penuh waktu membantu Dirlak P3H. Dirlak yang ada saat ini sibuk dengan pekerjaannya di CRWRC dan mengusulkan untuk mengundurkan diri, namun ditolak oleh rapat DPH, karena Dirlak diangkat dalam Rapat Umum P3H, sehingga DPH tidak bisa menerima pengunduran diri ini. Jalan tengah yang diambil adalah dengan memberikan Asisten Dirlak untuk menangani pekerjaan P3H.
Hingga batas akhir penerimaan lamaran, terdaftar 30 pelamar. Dari 30 pelamar itu diseleksi 7 orang untuk diwawancarai. Wawancara diadakan pada tgl. 18 Februari 2003 di kantor P3H dengan pewawancara Pdt. Bambang Muljatno (Sekretaris), Nick Armstrong (Bendahara), dan Iskandar Saher (Dirlak). Setelah wawancara dilakukan cek pada pendeta/majelis yang memberikan rekomendasi kepada pelamar. Hasil akhir dari proses ini adalah memilih Dewi Yuliyanti untuk menjadi Asisten Dirlak terhitung sejak tgl. 15 Maret 2003.Dewi Yulianti adalah anggota GKJ Ambarukmo Jogjakarta. Dia adalah alumnus S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Program Studi Komunikasi Massa, lulus 29 Oktober 2002.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

BERBAGI

Menulis dan Memasukkan Proposal
(Bagian III : Selesai)


3. Mengumpulkan Bukti/informasi
Setelah kedua langkah yang dituliskan pada terbitan lalu, kini kita perlu mengumpulkan pertama adalah informasi tentang funding/donor mana yang kira-kira cocok untuk mendukung proyek kita. Apabila kita memasukkan proposal pada lembaga yang salah maka kecil sekali kemungkinan proyek kita akan didukungnya. Informasi tentang lembaga-lembaga donor ini dapat dicari melalui internet atau brosur atau orang yang sudah kenal dengan lembaga tertentu. Pentingnya mengetahui lembaga donor ini selain agar kita tidak salah mengirimkan proposal juga untuk mengetahui kepada siapa kita menyampaikan proposal ini, sehingga kita sedikit paham bagaimana meyakinkannya, tahu apa misi lembaga itu, bidang apa minatnya, apakah itu benar-benar lembaga donor, bagaimana cara memasukkan proposal dan kapan waktu mereka menerima usulan proposal.
Kedua, kita juga perlu bukti tentang apa yang kita sampaikan dalam proposal kita. Misalnya dari mana kita tahu bahwa di desa X memerlukan air bersih? Kalau ada bukti tertulis tentang hal ini, misalnya dokumen dari pemerintah, artikel dll dapat dilampirkan pada proposal sebagai penguat argumentasi kita.

4. Menulis Proposal
Apabila lembaga donor yang menyediakan formulir. Jika ada isilah formulir itu berbekal langkah 1 dan 2. Usahakan hanya memberikan informasi yang diminta, jangan terlalu banyak menjelaskan yang tidak diminta, karena itu dapat membuat pembacanya bosan atau menjebak kita sendiri. Apabila tidak ada formulir ini tulislah dengan format sendiri.
Pada umumnya proposal terdiri dari:
a. Halaman judul : berisi Nama Proyek, Nama Lembaga Donor yang dituju, Nama Lembaga & alamat pengusul, nama contact person.
b. Abstrak : berisi abstrak dari proposal. Bagian ini panjangnya sekitar 300 kata.
c. Daftar Isi : Cantumkan judul dan sub judul dari proposal. (Bagian ini optional, jadi bisa tidak ada)
d. Proposal : bagian ini berisi proposal termasuk tujuan, argumen dampak pada masyarakat dari proyek ini, apa yang akan dikerjakan, siapa yang akan mendapatkan keuntungan dari proyek ini dll.
e. Kesimpulan : berisi apa yang diminta dari lembaga itu, berapa jumlahnya dan mengapa meminta kepada mereka.
f. Lampiran : berisi rencana anggaran lengkap dengan perinciannya, profil lembaga pengusul, akte notaris pendirian, rencana teknis dari proyek (gambar/grafik dll), rencana waktu pelaksanaan.
Selamat! Anda telah menulis proposal. Tinggal langkah terakhir.

5. Mengemas
Kemaslah proposal dalam bentuk yang menarik, supaya orang berminat untuk membacanya. Jilidlah proposal dengan rapi dan beri cover yang menarik. Kalau proposal ditulis dalam bahasa Inggris: cek spellingnya, pakai kalimat-kalimat pendek, usahakan memakai kalimat aktif (bukan pasif seperti yang sering kita gunakan dalam bahasa Indonesia). Pastikan ada nomer halaman, berikan margin yang cukup pada bagian kiri dan kanan halaman, beri judul dan sub judul dengan font dan style yang konsisten. Usahakan menuliskan proposal dalam bahasa yang dapat dimengerti orang awam dengan cara menghindari menggunakan istilah teknis dan jargon. Istilah-istilah tehnis dapat dipakai dalam lampiran rencana tehnis proyek. (Selesai)

-------------------------------------------------------------------------------------

Koki Baru di Dapur P3H

Perkenalkan, nama saya Dewi Yuliyanti. Baru satu setengah bulan saya berada di kantor P3H, sebagai staf baru membantu kinerja rekan-rekan yang lebih dulu bergulat dengan pekerjaan pelayanan di sini. Tentu ini adalah pengalaman pertama yang sangat membahagiakan sekaligus membuat saya sedikit mengalami ‘culture shock’. Bagaimana tidak, saya belajar banyak hal seputar holisme yang selama ini sangat awam dibicarakan dan mungkin belum dilaksanakan secara maksimal oleh lembaga Kristen manapun termasuk gereja atau persekutuan di mana saya berasal. Wawasan kegerejawian yang masih sempit harus mau tidak mau diperluas untuk bisa mengikuti pola pelayanan di tempat ini.
Bicara tentang kesan pertama, waktu itu awalnya saya membayangkan (mungkin seperti juga dibayangkan para pembaca yang budiman) P3H adalah sebuah bangunan perkantoran megah yang di dalamnya berisi banyak karyawan dengan segala aktivitas kepelayanannya. Terus terang ini begitu saja tertangkap dalam benak saya ketika pertama kali mencari alamatnya. Tetapi, beberapa saat kemudian saya menemukan sebuah rumah yang sederhana berada di tengah-tengah rumah penduduk Jl. Cemara Salatiga! Hampir tidak menampakan ciri-ciri bangunan kantor seperti yang ada dalam pikiran saya.
Namun demikian betapa lebih terkejut lagi, ketika pertama kali saya disambut oleh rekan-rekan kerja baru, “Halo, Dewi ya? Selamat datang. Silakan masuk!,” dengan jelas saya masih teringat sambutan yang diucapkan Monika waktu itu. Begitu juga dengan Pak Iskandar dan Pak Nick Armstrong, mereka sangat antusias menyambut kehadiran saya. “Halo, selamat datang di P3H!”
Sungguh di luar dugaan. Sepi sekali kelihatannya di luar, tetapi ketika masuk di dalamnya, saya merasakan kehangatan rasa kekeluargaan. Saya merasa seperti di ‘rumah’ sendiri. Jika keluar kantor untuk makan siang bersama-sama di warung sebelah, kami langsung bertemu tetangga kanan-kiri, saling menyapa. Ini pun sangat menyenangkan! Berkenalan dengan mitra baru, adalah pengalaman berikutnya yang tak kalah menariknya. Saya berusaha untuk menimba informasi dan pengetahuan dari mitra-mitra baik di kantor maupun mitra lembaga P3H di luar kota.
Awalnya memang saya masih kabur tentang pola pelayanan di sini, tetapi melalui keikutsertaan saya dalam diskusi dan penerangan dari Pak Nick dan Pak Is, sedikit demi sedikit saya memahami visi dan misi P3H. Terus terang saja, baru kali ini saya menemukan lembaga antar gereja-gereja Sinode yang dibentuk untuk sebuah tujuan mulia yakni mengemban tugas panggilan gereja di tengah-tengah masyarakat secara Holistik. Saya menyadari bahwa Allah mengasihi seluruh ciptaan-Nya, untuk itulah kita sebagai umat pilihan-Nya, melanjutkan kasih itu bukan saja untuk diri sendiri melainkan pada seluruh ciptaan juga. Bukan saja pada aspek spiritual, tetapi juga seluruh aspek hidup. Bukan saja berkutat pada kehidupan internal gereja, tetapi juga keluar bagi sesama di luar gereja sekalipun.
Kinerja segelinitir orang di kantor ini saya rasakan sangat enerjik, sekalipun kami bekerja dengan sukarela, tetapi sukacita yang kami rasakan tidak dapat diukur dengan apapun. Saya sangat bersyukur bisa belajar banyak hal.
Akhirnya, dari ‘rumah’ kita ini, saya akan berusaha memberikan yang terbaik bagi kemajuan lembaga dan kerjasama dengan anggota lain demi pelayanan bagi sesama dan seluruh ciptaan lainnya. Terima kasih untuk kepercayaan ini, kiranya Tuhan Yesus, memberikan kekuatan pada saya dan rekan-rekan di sini untuk mengemban tugas pelayanan ini. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan, Raja gereja! (*)

Edisi III/Oktober/2002

Dari Redaksi


Salam

Kali ini Holistik terbit dengan warna baru. Warna terbitan Holistik mulai nomer ini akan disesuaikan dengan warna logo P3H, yaitu biru langit. Kami senang akhirnya P3H bisa mempunyai logo yang dibuat oleh Andreas Dwi Saksono yang memenangkan sayembara membuat logo P3H. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada Andreas dan kepada semua orang yang telah mengirimkan logonya kepada kami. Partisipasi ini menunjukkan bahwa P3H mendapat respons yang cukup baik dari anggota jemaat.
Artikel dalam terbitan kali ini masih melanjutkan yang lalu. Tulisan Pak Nick masih mengenai holisme; dalam berbagi masih melanjutkan tips membuat proposal (yang ternyata masih harus bersambung karena cukup panjang). Satu tulisan yang agak lain adalah pengalaman salah seorang relawan kami, Leo Meranga, yang terjebak pada saat terjadi serangan bulan Agustus lalu di Poso. Pengalaman ini cukup berharga untuk mengungkapkan bahwa dalam konflik sebenarnya tidak ada rakyat yang diuntungkan, sebab semua menderita. Karena itu usaha perdamaian sesulit apapun itu perlu diusahakan.Salah satu contoh yang menyengsarakan adalah peristiwa pengeboman di Bali tgl. 12 Oktober 2002 yang lalu. Ini peristiwa tragis yang menyengsarakan rakyat. Ada orang yang kehilangan keluarga, suami, istri, kekasih, teman. Ada yang kehilangan rumah, usaha dan penghasilan. Dalam jangka yang cukup lama, akan ada banyak orang akan kelaparan karena pekerjaan mereka tidak memberikan hasil. Damailah bangsaku!





BERBAGI I :


Di Tengah Konflik Poso

Berkaitan dengan program pemberian dan monitoring bantuan relief Seeds & Tools bagi korban kerusuhan Poso, maka pada tanggal 21 Juli 2002 bersama Pak Iskandar, saya berangkat ke Palu dan Tentena. Keberangkatan ini dilakukan dalam rangka koordinasi pelaksanaan pendistribusian dan monitoring bantuan yang akan dilakukan oleh dua yayasan mitra kerja yang ada di Palu dan Tentena. Kerja sama yang dilakukan yaitu pemberian bantuan relief berupa bibit dan alat-alat pertanian untuk membantu meringankan beban korban konflik Poso dari kedua belah pihak. Setelah semua persiapan dilakukan, maka Pak Iskandar kembali ke Palu untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda.
Sejak kedatangan kami di Poso, situasi di daerah Poso dan sekitarnya kelihatannya sudah aman dan kondusif, sehingga pelaksaan program Seeds & Tools dipastikan dapat dilaksanakan. Bahkan penduduk di beberapa desa yang semula mengungsi sudah kembali ke desanya masing-masing dan sudah dapat hidup berdampingan dengan rukun dan damai antara dua kelompok yang bertikai kurang lebih 8 bulan. Kenyataan ini semakin membuat kami optimis bahwa program Seeds & Tools dapat dilakukan dan sekaligus sebagai “jembatan” untuk dilakukannya rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bertikai.
Tetapi kondisi ini tidak berjalan lama. Setelah beberapa hari berada di sana mulai terlihat ada riak-riak yang mengarah pada akan terjadinya konflik. Selang beberapa waktu situasi kembali memanas dan Poso mulai bergejolak. Terjadinya penyerangan yang mendadak terhadap beberapa desa yang berada di sekitar Kota Poso telah menyebabkan terjadinya situasi menjadi kacau kembali. Sebagian penduduk dari desa-desa yang mengalami penyerangan tersebut ada yang mengungsi, tetapi ada juga yang tetap bertahan walaupun rumah mereka telah terbakar. Mereka ini hanya masuk ke hutan-hutan kecil yang berada di dekat kampung mereka.
Melihat keberadaan pengungsi dan masyarakat yang rumahnya habis terbakar, secara sadar telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam terhadap apa yang dialami oleh mereka yang menjadi korban. Bersama beberapa teman yang peduli dengan situasi ini, kami membentuk kelompok relawan untuk membantu korban konflik. Kami ikut dalam evakuasi dan melihat kondisi desa yang hampir semua rumahnya telah terbakar, sementara itu warga yang belum mengungsi tinggal di dalam hutan yang dekat dengan desa mereka. Kondisi mereka sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Banyak dari mereka tidak sempat lagi membawa barang bawaannya dan hanya menggunakan pakaian yang menempel ditubuh saja. Kebutuhan makan dan peralatan dapur juga tidak sempat terbawa. Sementara itu untuk berlindung, mereka hanya menggunakan bahan yang tersedia saja, seperti kain, plastik atau karung, padahal diantara mereka banyak anak-anak dan manula. Sungguh suatu realita kehidupan manusia yang selama ini tak pernah dibayangkan dan terlintas dalam pikiran. Seketika kata “kehidupan” menjadi sangat bermakna dan menjadi satu hal yang patut disyukuri sebagai karunia Tuhan terbesar kepada kita manusia.
Gambaran kehidupan ini telah menjadi bagian dari sebuah pengalaman hidup yang getir, dengan potret kehidupan yang menimbulkan rasa iba yang mendalam dan telah memberikan berbagai makna dalam hati. Keterlibatan dalam membantu korban konflik dan tertahan selama 3 minggu untuk dapat keluar dari Poso karena adanya ancaman penembakan dan pemblokiran jalan merupakan pengalaman hidup yang mungkin susah untuk dilupakan.
Namun di balik semua itu, pengalaman ini telah menghadirkan kerinduan yang mendalam akan terciptanya perdamaian dan keamanan di Poso. Bukan makna perdamaian yang semu atau hanya tulisan yang tertera di pamflet-pamflet dan kesepakatan-kesepakatan perdamaian, namun kedamaian nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat di sana. Seiring dengan keinginan masyarakat yang sudah merasa capek dengan situasi konflik yang telah mereka jalani kurang lebih selama 3 tahun. Saat ini satu-satunya kerinduan mereka adalah terciptanya kehidupan damai, untuk merajut kemablai kehidupan mereka yang lebih layak dan lebih baik.
(Leo Meranga)


ARTIKEL LEPAS



Mencoba Memahami Makna “Holisme”
(Bagian 2, Selesai)


Oleh : Nick Armstrong



Penginjilan dan Tanggung Jawab Sosial




Tulisan ini adalah bagian kedua yang merupakan kelanjutan dari artikel pada
terbitan yang lalu. Tulisan ini ingin mendorong gereja menuju pada holisme
Alkitabiah. Tulisan ini akan dimulai dengan bagian akhir dari tulisan pertama
yaitu: “Kita semua mendapatkan kehormatan untuk berperan dalam ikut menyebarkan
kabar baik tentang Kerajaan Allah. Untuk itu kita dengan suka cita maju
sebagai gereja, baik dalam pekabaran Injil, serentak dalam tanggung jawab
sosial.”



Ketegangan yang ada antara penginjilan dan tanggung jawab sosial telah muncul, terutama karena kesalahpahaman yang mendalam tentang keduanya. Water Brueggemann, profesor Perjanjian Lama di Seminari Theologi Columbia, berkata demikian,




“... iman yang serius dan bertanggung jawab memperhatikan penginjilan yang
serius dan juga melakukan aktivitas sosial secara sengaja sengaja.”



Selanjutnya Brueggemann mempertahankan pernyataan ini dengan mengembangkan gagasan bahwa di balik kedua mandat tersebut, penginjilan dan tanggung jawab sosial, adalah Allah, yang menjadi subyek utama penginjilan dan agen utama bagi perubahan sosial. Gereja tidak ingin meremehkan penginjilan, karena itu akan meremehkan isi dan klaim dari subyek penginjilan itu sendiri, yaitu Allah. Sebagai akibatnya, hakekat dari penginjilan tidak begitu menakjubkan atau berbahaya, tetapi ini telah direduksi menjadi kegiatan untuk membawa orang untuk masuk kedalam institusi gereja, yang sesungguhnya seringkali lebih diarahkan untuk mempertahankan status quo daripada menjadi terang dunia. Membawa orang ke dalam gereja menjadi lebih penting daripada Allah yang seharusnya menjadi penentu aktivitas gereja.
Menurut Brueggemann, Allah seharusnya yang menjadi penentu, termasuk dalam aktivitas sosial. Mengenai “Allah yang adalah agen penentu dari aksi sosial”, Brueggemann menyatakan,




“Allah, Pencipta langit dan bumi bekerja untuk memperbaiki, menebus dan
memulihkan dunia, sehingga menjadi ciptaan yang baik…..ciptaan baru…. Inilah
yang selalu menjadi kehendak Allah. Adalah godaan besar bagi apa yang disebut
aktivis sosial untuk membayangkan bahwa ‘Allah tidak bekerja, melainkan hanya
kita yang bekerja.’……Yang penting untuk mengendalikan anggapan ini adalah
kesadaran dan pengakuan. Bahwa Allah adalah agen penentu yang memang bekerja
secara efektif agar semua menjadi baik adanya.”
Bahwa Allahlah,
Yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas,
Yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar,
Tuhan membebaskan orang-orang yang terkurung,
Tuhan membuka mata orang-orang buta,
Tuhan menegakkan orang yang tertunduk,
Tuhan mengasihi orang-orang benar,
Tuhan menjaga orang-orang asing,
anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali,
tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya,
Tuhan itu Raja untuk selama-lamanyan, Allahmu,
Ya Sion, turun-temurun! Haleluya !
(Mazmur 146 :7 -10, LAI)
Brueggemann merangkum gagasan ini dengan mengatakan,




“Maka, apabila diakui bahwa Allah adalah subyek dari Injil dan Allah adalah agen
aktivitas sosial, maka tidak dapat dibayangkan terjadi pertentangan di antara
keduanya. Pertentangan atau ketegangan di antara keduanya hanya mungkin terjadi
apabila pekabaran Injil dilepaskan dari Allah,




dan apabila aktivitas sosial dilakukan dalam otonomi manusia tanpa kedaulatan Allah.3
John Scott melanjutkan sejalan dengan pemikiran ini ketika ia berkata,
“[Tanggung jawab sosial dan penginjilan] merupakan kesatuan….dan walaupun dalam beberapa situasi boleh-boleh saja memusatkan perhatian pada penginjilan atau aktivitas sosial tanpa menggabungkan keduanya, tetapi pada umumnya dan dalam teori, keduanya tidak dapat dipisahkan. Kasih kita kepada sesama akan diwujudkan dalam kepedulian holistik terhadap semua kebutuhan mereka…….”4
Seperti yang tertulis dalam laporan Grand Rapids, “penginjilan dan aktivitas sosial adalah ”seperti dua sisi dari sebuah gunting atau dua sayap dari seekor burung.”5 Kata dan perbuatan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari membawa berita baik Kerajaan Allah. Namun demikian, sewaktu kita melakukan salah satu dari keduanya, yang terbaik adalah tidak melupakan bahwa Allah yang pengampun dan adil adalah subyek penginjilan kita dan agen aksi sosial. Barang tentu, kita jangan sampai jatuh ke dalam perangkap mengacaukan penginjilan dan aksi sosial, karena kata dan perbuatan dibedakan dalam Alkitab. Tetapi kita juga jangan mempertentangkannya. Walaupun berbeda, keduanya adalah bagian dari kehidupan Kristiani dan tidak sepantasnya disimpan dalam ruang tertutup yang terpisah jauh dari yang lain. Gereja perlu meraih kesempatan untuk merestrukturisasi bagaimana kita menjalankan misi penginjilan dan bagaimana badan yang satu dapat bekerja sama dengan yang lain, khususnya antara badan-badan ‘Pengembangan Masyarakat’ dan ‘Lembaga Penginjilan’. Dengan perspektif holistik dan semangat bekerja sama, gereja dapat bergerak maju ke arah front persatuan dan meninggalkan perselisihan yang dahulu sering menggoda kita.
Dalam Manifesto Manila yang membahas keunggulan penginjilan, beberapa pihak telah mengacaukan kata ‘primary’ (utama) dengan ‘ultimate’ (akhir), dengan menyatakan bahwa manifesto tersebut bermaksud menyampaikan bahwa penginjilan adalah misi ‘akhir’ dari gereja. Manifesto itu sendiri menggunakan istilah ‘utama’. Saya kira ada perbedaan besar di antara keduanya. Seperti yang akan saya bahas dalam bagian berikut, ‘Kerajaan Allah’ adalah kepedulian akhir dari gereja, bukannya penginjilan atau aksi sosial. Bagaimanapun juga, kita harus mengakui penginjilan sebagai sesuatu yang utama dalam arti bahwa penginjilan itu penting untuk memberitakan kabar baik dan injillah yang mengubah manusia dan manusia yang berubah mengubah masyarakat. Oleh karena itu kalimat berikutnya yang dinyatakan manifesto adalah
“…..Yesus tidak hanya memproklamasikan Kerajaan Allah, tetapi ia juga menunjukkan kedatangannya dengan karya kasih dan kuasa. Kita sekarang dipanggil dalam kesatuan kata dan perbuatan yang serupa.”
Stott mengatakan, “Secara logis ‘tanggung jawab sosial Kristen menjadi syarat orang Kristen yang bertanggung jawab secara sosial’ dan injillah yang menghasilkannya.” Bagaimana mungkin injil tidak menghasilkan perubahan semacam itu apabila subyek injil (evangel) dan agen perubahan adalah Allah yang “mengusahakan keadilan, menyelamatkan yang tertindas, membela anak-anak yatim dan memperjuangkan perkara janda-janda (Yesaya 1 : 15-17).

Kerajaan Allah
Gereja adalah instrumen untuk membawa kerajaan Allah,. Allah telah memilih gereja untuk misi semacam itu, “Gereja bukan tujuan dari misi, tetapi kerajaanlah yang menjadi tujuan (Jones 1972, 35). Kita harus ingat bahwa “yang utama” adalah kerajaan6, bukan gereja. Bryant Myers menyatakan,
“Kita harus ingat bahwa gereja, sementara merupakan tanda kerajaan, bukanlah kerajaan itu sendiri. Kerajaan menilai dan menebus gereja. Gereja hanya menjadi tanda hanya sejauh roh membuatnya demikian. Gereja adalah tanda yang sejati hanya selama ia hidup sesuai dengan roh dan kehidupan kerajaan.”7

Prioritas Misi
Maka gereja perlu ditanam dimana belum ada yang lain dan ia perlu mengambil ‘kehidupan kerajaan’ atau ‘bertumbuh dalam segala hal menurut Kristus’. Menanam dan membantu gereja ‘bertumbuh’ adalah tugas utama misi kita untuk membawa Kerajaan Allah.
Prioritas tugas misi gereja seharusnya tidak berdasarkan pada pilihan antara proklamasi dan aksi sosial. Gereja tidak dapat dan seharusnya tidak mengabaikan masing-masing sebagai instrumen Kerajaan Allah. Sewaktu kita bergerak dalam misi pengembangan gereja dan penginjilan, kita harus selalu sepenuhnya melihat pada subyek ibadah dan penginjilan kita dan sewaktu kita melakukan aksi sosial, kita harus selalu ingat bahwa Allah adalah agen yang mengubah hati dan masyarakat. Apabila kita berbicara tentang gereja yang “bertumbuh dalam segala hal menurut Kristus” atau ‘gereja melangkah maju’, jangan pernah lupa untuk bertanya, “bertumbuh menjadi apa?, maju kemana?” Murid-murid macam apa yang dihasilkan? Gereja macam apa yang disemaikan? Apakah mereka murid-murid dan gereja yang peduli pada apa yang jelas menjadi kepedulian Allah? Allah yang melihat umatNya berpuasa sementara juga menganiaya orang di tempat kerja mereka dan berkata :



“Bukan! Berpuasa yang Kuhendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu
kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang
teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi
orang lapar, dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan
apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian, dan
tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (Yesaya 58 :
6-,7,LAI)



Siapakah murid-murid dan gereja yang datang untuk mengenal hati Allah ?



“serta mengadili perkara orang sengsara dan orang miskin dengan adil. Bukankah
itu namanya mengenal Aku?” demikianlah firman Tuhan. (Yeremia 22 : 16, LAI)



Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik, dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu, selain berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu ?” (Mikha 6:8, LIA).
Di sini saya menggarisbawahi bagian yang sering kali diabaikan dari apa yang dimaksudkan dengan ‘bertumbuh dalam segala hal menurut Kristus’. Dapatkah kita mengatakan bahwa gereja yang tidak melibatkan diri dalam memberikan pertolongan kepada si miskin atau menyelamatkan korban ketidakadilan sebagai gereja yang “bertumbuh”?
Tugas-tugas apa yang harus dilakukan gereja? Kebijaksanaan, kemampuan untuk melihat dan keberanian dengan bimbingan dan kuasa Roh Allah, dibutuhkan untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana memprioritaskan sumber daya dalam situasi tertentu. Kemana pelayanan akan diarahkan, dengan cara-cara apa pelayanan dilakukan dan seberapa cepat pelayanan itu berkembang adalah semata-mata prerogatif [Allah]”.* Ada beberapa macam strategi yang digunakan gereja mula-mula yang dapat dijadikan pedoman gereja masa kini.
Gereja menghadapi tantangan yang serius berupa kemungkinan mengalami dislokasi (terlepas) dari dunia kita dan ini perlu direnungkan dengan sungguh-sungguh. Seperti diungkapkan Walter Brueggemann, “Dislokasi luar biasa dan tidak dapat disangkal dari lembaga gereja konvensional mungkin merupakan kesempatan agar gereja bersama-sama menyerahkan diri kembali kepada kuasa Roh Allah”. Dalam banyak hal, dampak dualisme dan budaya moderen telah mengakibatkan gereja mengabaikan orang miskin dan tertindas pada waktu belakangan ini. Ini membutuhkan kesadaran dalam gereja yang memiliki implikasi penting dalam cara-cara gereja membagikan sumber daya yang telah dianugerahkan kepadanya. Singkatnya, gereja perlu memberikan lebih banyak perhatian kepada yang membutuhkan dan korban ketidakadilan. Mengenai prioritas misi kita, Scott berkata,



“Oleh karena Allah peduli kepada si miskin, sementara eksploitasi si miskin itu
terjadi karena kecerobohan dan ketidakpedulian gereja, maka kini gereja harus
berpihak kepada si miskin. Gereja harus memusatkan pelayanannya ... supaya
gereja itu bisa menjangkau yang miskin dan tertindas.”



Hal ini sama sekali tidak harus menciptakan ketegangan antara penginjilan dan aktivitas sosial. Pelayanan kepada si miskin tidak boleh mengabaikan berita Injil, atau aktivitas sosial, karena Allah adalah subyek berita Injil yang memihak dan memelihara kaum miskin; dan Allah juga adalah agen untuk mengubah keadaan sosial yang tidak baik. “Iman yang sungguh-sungguh memperhatikan penginjilan secara serius, dan juga melakukan aktivitas sosial secara sengaja. Memberitakan Injil (penginjilan) dan menampakkan kabar baik (sebagai tindakan dalam konteks sosial) tidak boleh dipisahkan dan diabaikan. Jadi kita seharusnya mendorong dan mendukung segala talenta dan pelayanan yang dilakukan oleh anggota gereja yang bertujuan untuk memuliakan Allah (yang adalah subyek dari penginjilan dan agen aktivitas sosial) yang secara sungguh-sungguh peduli kepada si miskin dan tertindas (lih. Mas. 146).*



AKTIVITAS KITA




  1. Perkunjungan ke Sinode
    Pada bulan Juli 2002 P3H berkesempatan berkunjung ke Gereja Kristen Sumba (GKS). Perkunjungan ini adalah atas inisiatif P3H yang meminta untuk bertemu dengan
    pimpinan GKS dan yayasan-yayasannya yang melayani masyarakat di Sumba. Kunjungan ini juga dilaksanakan bertepatan dengan pelaksanaan Sidang Sinode GKS ke-38 yang diadakan pada 2 – 12 Juli 2002. Yang ikut dalam rombongan P3H adalah Pdt. Bambang Muljatno (Sekretaris), Nick Armstrong (Bendahara), Iskandar Saher (Dirlak), dan Monika Rum Mahanani (staf CRWRC). Pdt. Gideon G. Raru yang semula direncanakan ikut serta ternyata tidak bisa ikut karena pada saat yang bersamaan dilakukan pemakaman ayahandanya. Tujuan perkunjungan ini adalah untuk memperkenalkan P3H kepada GKS dan untuk mengenal dari dekat GKS. Dalam persidangan Sinode, Iskandar Saher, atas nama P3H menyampaikan ucapan selamat kepada persidangan dan memperkenalkan P3H.
    Dari kunjungan ini akan dijalin kerja sama dengan GKS. Sejauh ini kerja sama akan dilakukan melalui Yayasan Kuda Putih Sejahtera (YKPS) dalam bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat. P3H menghubungkan YKPS untuk mendapat bantuan dari Partner for Christian Develompemnt (PCD) di Amerika Serikat untuk memperluas pelayanannya di Sumba Barat. Proyek ini, hingga berita ini diturunkan, masih dalam proses. Kemungkinan kerjasama berikutnya adalah dengan Yapmas (Yayasan Pendidikan Masehi) yang mengelola berbagai sekolah di seluruh Sumba dan Yumerkris (Yayasan Rumah Sakit Kristen) yang mengelola Rumah Sakit Kristen di Waingapu dan Waikabubak. Rencana proyek lainnya yang belum terealisasikan adalah pengendalian hama belalang, karena kurangnya data penunjang.
    Pada bulan Agustus 2002, Pdt. Bambang Muljatno mengikuti Sidang Sinode GKSBS di Belitang. Dalam kunjungan ini juga diperkenalkan P3H kepada GKSBS dan terjadi percakapan untuk menjalin kerja sama yang lebih erat di kemudian hari. Perjalanan ke tempat persidangan ini cukup jauh, tapi cukup bermanfaat dalam rangka menjalin hubungan yang lebih erat.
    Kegiatan perkunjungan ini akan terus dilanjutkan. Pada pertengahan November, Pdt. Gideon G. Raru, Pdt. Bambang Muljatno, Nick Armstrong dan Iskandar Saher akan melakukan kunjungan ke GTM dan GT. Awal tahun 2003 Tim P3H akan berkunjung kembali ke GKSBS.

  2. Seminar Undang-Undang Yayasan
    Menjelang diberlakukannya UU No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan, P3H bekerja sama dengan LP3K (Lembaga Perencanaan dan Pembinaan Pendidikan Kristen) Sinode GKJ-GKI Jateng, YPE (Yayasan Pendidikan Eben Ezer) GKI Salatiga, YBKS (Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial) Surakarta menyelenggarakan Seminar Sehari yang membahas mengenai Undang-Undang ini. Peserta seminar yang diundang adalah Pengurus Yayasan dari Sekolah-Sekolah Kristen yang dilayani oleh LP3K. Pembicara dalam seminar ini adalah Saptono, S.Pd., yang membahas draft Rencana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Pramudya, S.H. dan H. Budi Untung, S.H., M.H. yang membahas mengenai Undang-Undang Yayasan.
    Peserta dalam seminar ini dibatasi pada pengelola sekolah, karena mereka ini yang mau tidak mau akan dikenai oleh pemberlakuan Undang-Undang ini. Jumlah peserta yang hadir adalah 59 orang, dari 75 orang yang diundang. Menurut para peserta, seminar ini sangat membantu mereka untuk mempersiapkan diri menerima pemberlakuan UU No. 16/2001 ini, dan beberapa yayasan yang langsung melakukan konsultasi dengan pembicara untuk menyesuaikan AD mereka.

  3. Pembuatan bahan PA
    Pembuatan bahan PA masih terus berlanjut. Pekerjaan ini agak lambat majunya karena kesibukan Nick Armstrong dan Iskandar Saher. Hingga saat ini baru 50% pekerjaan yang dapat diselesaikan. Untuk program ini P3H dibantu oleh Jeffrie Lempas dan Dharma Pelekahelu. Diharapkan pada awal tahun depan bahan ini sudah dapat diterbitkan.

  4. Pembuatan Data Base
    P3H saat ini sedang mengerjakan pembuatan data base berbasis peta digital. Data base ini diharapkan akan membantu sinode-sinode dalam membuat kebijakan dan pengambilan keputusan. Isi dari data base ini adalah data sosial ekonomi penduduk berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000 dan dikombinasikan dengan data gereja dan yayasan anggota P3H. Dengan data base ini akan digambarkan situasi masyarakat dan anggota jemaat berdasarkan lokasi desa, kecamatan dan kabupaten.
    Sampai saat ini sudah terkumpul data dari GKI Jateng, GKJ, GKS dan sebagian GT. Masih ditunggu lagi data dari GKSBS, sebagian GT dan GTM. Target pembuatan data base ini adalah akhir bulan November 2002. Apabila data ini sudah selesai akan diberikan ke kantor sinode anggota P3H untuk dipergunakan sesuai dengan keperluan masing-masing.

  5. AWWP
    P3H mendapat undangan dari CRWRC (Christian Reformed World Relief Committee) untuk menghadiri Assembly of World Wide Partners di Glen Eyrie, Colorado, Amerika Serikat pada tgl. 3 – 8 September 2002. P3H diundang sebagai mitra utama CRWRC di Indonesia. Pdt. G.G. Raru telah mempersiapkan diri untuk menghadiri pertemuan ini, tetapi pada saat pelaksanaannya beliau sakit dan dilarang oleh dokter untuk pergi, karena harus beristirahat total. Dalam pertemuan ini Nick Armstrong, sebagai Country Team Leader CRWRC Indonesia, dan Iskandar Saher, sebagai koordinator Justice CRWRC Asia ikut hadir. Pertemuan ini adalah pertemuan yang dihadiri oleh mitra-mitra CRWRC di seluruh dunia. Jumlah peserta yang hadir berjumlah 230 orang yang berasal dari Asia, Afrika Barat, Afrika Timur & Selatan, Eropa Timur, Amerika Latin dan Amerika Utara. Dalam pertemuan ini diadakan berbagai ceramah dan lokakarya serta berbagi pengalaman pelayanan di antara mitra dari seluruh dunia. Tema pertemuan ini adalah: “Hope in Community” yang diambil dari Yes. 40:31.

BERBAGI (Bagian II)

MENULIS DAN MEMASUKKAN PROPOSAL
(Lanjutan)


Pada umumnya ada lima langkah dalam menulis proposal (3 langkah akan hadir pada penerbitan mendatang).
1. Merumuskan Tujuan.
Ini adalah bagian yang sulit tapi penting dalam sebuah proposal. Bagian ini seperti kalau kita mau pergi maka kita harus menetapkan kemana kita mau pergi.
Ada kalanya orang memasukkan tujuan umum dan tujuan khusus, tapi untuk satu proyek yang wajib dicantumkan adalah tujuan khusus. Tujuan umum menjelaskan ke arah mana proyek ini akan diarahkan, sedangkan tujuan khusus adalah apa saja yang akan dicapai setelah proyek itu dilaksanakan. Tujuan biasanya dirumuskan dalam satu kalimat yang jelas tentang a) hasil yang akan dicapai, b) cara yang akan dipakai untuk mencapai hasil itu, c) siapa yang akan menerima manfaat dari proyek itu, dan d) apa manfaat yang akan diterimanya.
Tujuan yang tidak mencantumkan keempat unsur di atas, kelihatannya cukup baik, tapi tidak cukup. Misalnya tujuan “agar masyarakat di desa X mendapatkan air bersih yang cukup setiap hari sepanjang tahun” kedengaran cukup baik, tapi bagaimana caranya itu dilakukan? Apakah dengan memasang pipa sepanjang 100 Km, atau menerbangkan air dengan pesawat Hercules setiap hari? Lalu, siapa dari masyarakat itu yang akan menerima air itu? Apakah Perangkat Desa dan keluarganya, atau orang-orang yang tinggal di dekat bandara, atau siapa? Kemudian untuk apa air itu dipakai? Apakah untuk mencuci mobil Mercy pengusaha yang ada di desa itu atau siapa? Jadi buatlah tujuan itu jelas dan dapat diukur.
Untuk memudahkan membuat perumusan tujuan ini, buatlah tabel yang terdiri dari empat kolom untuk “hasil yang diharapkan”, “cara pencapaiannya” “siapa yang akan memenfaatkan”, dan “bagaimana itu dimanfaatkan.” Cobalah berulang-ulang sampai didapatkan hasil yang memuaskan.
Hal lain yang perlu ditambahkan adalah dari mana kita akan mendapatkan data tentang keberhasilan mencapai tujuan itu. Misalnya dari mana kita mendapatkan data tentang kualitas air yang dihasilkan dari proyek ini, data tentang siapa saja yang memanfaatkan air itu dan untuk apa mereka memanfaatkannya


2. Menyiapkan Argumen
Bagian ini biasanya diberi nama Latar Belakang, atau Justifikasi. Ini adalah inti dari suatu proposal yaitu kita memberikan argumentasi untuk meyakinkan pembaca bahwa usulan (proposal) kita ini layak didukung karena sangat diperlukan.
Ada empat unsur penting yang dimasukkan pada bagian ini. Keempat unsur itu adalah a) kondisi sekarang (biasanya kondisi yang kurang ideal), b) apa penyebab dari kondisi itu (problem), c) kemungkinan untuk mengatasi problem itu, dan d) apa yang kita usulkan. Misalnya kondisinya masyarakat di desa X tadi tidak bisa mendapatkan air sepanjang tahun. Apa yang menyebabkannya? Apakah karena masyarakat tidak punya sumur dan untuk menggali sumur mereka tidak punya cangkul, atau di desa itu tidak ada sumber air walaupun sudah digali sumur sedalam 20 meter, atau apa? Lalu apa saja kemungkinan yang bisa kita pikirkan untuk mengatasi masalah ini, dan kemungkinan mana yang paling baik. Berdasarkan analisis ini kemudian kita mengusulkan untuk melakukan proyek apa? Sebagai catatan tambahan perlu diingat bahwa tidak semua proyek dirancang untuk mengatasi masalah, bisa juga itu untuk membangun sesuatu yang baru sama sekali.
Pada bagian usulan tuliskanlah aktivitas secara rinci. Hal yang perlu dimasukkan adalah: di mana proyek akan dilakukan, apa yang akan dilakukan, bagaimana itu akan dilakukan, siapa yang akan dilibatkan dan dalam kapasitas sebagai apa, apakah ada prakondisi untuk pelaksanaan proyek ini (misalnya perlu pelatihan, penelitian, dll), kapan dan berapa lama proyek ini akan dilaksanakan, bagaimana akan dilakukan monitoring dan dilakukan oleh siapa, evaluasi akan dilakukan kapan, bagaimana dan oleh siapa, dan sumber daya apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan proyek ini. Semua aktivitas ini nanti akan nampak dalam anggaran proyek.
Ada baiknya juga mencantumkan kemungkinan resiko kegagalan, baik yang bersifat intern maupun ektern. Ini berisi apa saja yang mungkin menggagalkan proyek ini. Yang perlu juga dimasukkan adalah dampak (impact) dari proyek ini baik bagi masyarakat setempat maupun pada tingkat yang lebih luas. Dampak adalah perubahan yang terjadi dalam hidup seseorang sebagai hasil dari proyek ini. Misalnya dalam proyek pengadaan air bersih, anggota masyarakat nantinya akan mandi setiap hari dan mencuci pakaian dan peralatan dapur setiap hari. Perubahannya adalah orang yang dulunya jarang mandi setelah ada proyek ini akan mandi setiap hari, dan perlengkapan rumah tangga yang dulunya hanya dilap nanti akan dicuci sampai bersih.
Pada umumnya orang mencantumkan bagian kedua ini sebagai awal dari proposal, tetapi ada juga yang memulainya dengan tujuan. Tidak masalah mana yang dulu dan kemudian.
(BERSAMBUNG)

Kamis, 26 Februari 2009

Edisi II /Juni/2002

Dari Redaksi

Salam
Selamat bersua kembali. Pertama-tama kami mohon maaf atas keterlambatan hadirnya Holistik edisi kedua ini. Keterlambatan ini karena masalah tehnis, yaitu tidak adanya tenaga penuh waktu yang mengurus P3H. Tapi kami berusaha secara sungguh-sungguh agar program-program P3H bisa berjalan dan membawa manfaat bagi gereja dan masyarakat.
Kali ini kami menyajikan tulisan tentang Holisme. Ini adalah salah satu usaha kita untuk memahami panggilan Tuhan kepada gereja agar melayani seluruh dunia dengan segala aspeknya. Diharapkan tulisan ini dapat memulai wacana kita tentang apa sebetulnya pelayanan holistik dan bagaimana kita harus melakukannya.
Kami juga merasa senang atas tanggapan gereja-gereja dan lembaga-lembaga yang berada di dalam sinode-sinode anggota P3H (GKJ, GKI Jateng, GT, GTM, KGS, GKSBS) terhadap edisi perdana Holistik. Ada resnpons dalam bentuk permintaan kerja sama yang konkret, walaupun belum bisa kami respons secara langsung. Ini menandakan “bayi” yang baru lahir ini sudah mulai merangkak. Ini suatu tanda yang baik.
Logo P3H masih belum didapatkan. Ada beberapa logo yang masuk ke alamat redaksi, tapi kami masih ingin membuka kesempatan lagi agar lebih banyak orang yang berpartisipasi, sehingga logo ini betul-betul berasal dari anggota.
Selamat membaca. Semoga terbitan ini dapat menjadi berkat.




BERBAGI :
Pandangan Dunia
oleh : Iskandar Saher*

Terminologi “Pandangan Dunia” belum menjadi salah satu ungkapan dalam bahasa kekristenan di Indonesia. Terminologi ini biasanya dipakai untuk Pancasila. Kali ini kami mencoba untuk memakai terminologi ini untuk memahami pelayanan holistik yang disajikan pada halaman 3.
Dalam bahasa Inggris kata “worldview” sudah lama dipakai. Walaupun dalam pelayanan gereja kata ini jarang sekali dipakai, tapi dalam pelayanan dan kehidupan sehari-hari setiap orang memiliki dan menerapkannya. Setiap orang memiliki pandangan dunia yang menjadi dasar tindak tanduknya sehari-hari. Oleh sebab itu kalau kita ingin tahu bagaimana pandangan dunia seseorang, lihatlah pada cara dia bertingkah laku, cara berbicara, cara memperlakukan orang lain, cara meperlakukan alam dst.
Brian Walsh dan Richard Middleton dalam buku mereka The Transforming Vision, mengatakan bahwa pandangan dunia adalah cara pandang (way of seeing) kita terhadap segala sesuatu. Cara pandang ini bukan sesuatu yang ilmiah dan dirumuskan dalam satu sistem pemikiran yang teratur, melainkan suatu keyakinan yang ada pada diri kita pada saat menghadapi sesuatu. Jadi pandangan dunia ini berbeda dari filsafat atau teologi yang adalah suatu ilmu yang dirumuskan secara ilmiah.
Walsh dan Middleton mengambil contoh dari film yang dibuat oleh Margaret Mead mengenai cara memandikan bayi yang berbeda antara orang Kanada dengan orang Jepang yang tradisional. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan pandangan dunianya tentang manusia. Dalam masyarakat tradidional Jepang memandikan bayi merupakan sebuah “upacara” kecil. Sebelumnya disiapkan bak mandi (bath tub) yang besar dengan air. Kemudian si ibu bayi menyerahkan bayinya kepada nenek si bayi untuk dimandikan. Kemudian si nenek inilah yang memandikan bayi dengan hati-hati, menyabun, mengeringkan tubuhnya sampai memakaikan pakaian. Waktu yang dipakai untuk memandikan bayi ini cukup lama. Sementara dalam keluarga Kanada semuanya dilakukan dengan efisien dan sesingkat-singkatnya. Yang ada hanya ibu dan si bayi, semua dilakukan dengan secepat-cepatnya. Memandikan bayi ini seperti tugas-tugas membersihkan lainnya, bukan seperti upacara.
Perbedaan cara memandikan bayi ini, menurut Walsh dan Middleton, muncul karena pandangan dunia mereka tentang manusia berbeda. Bagi masyarakat tradisional Jepang, manusia berbeda dari benda-benda lainnya karena ia adalah bagian dari keluarga dan masyarakatnya. Oleh sebab itu memandikan seorang bayi tidak bisa disamakan dengan mencuci mobil, misalnya. Selain itu si bayi adalah bagian dari ibu dan nenek, serta manusia lain dalam keluarga. Keluarga juga ingin berada dekat dengan si bayi, sehingga mereka tidak tergesa-gesa untuk menyelesaikan pekerjaan memandikan bayi.
Dalam kehidupan nyata, kita juga bisa mencari contoh-contoh konkret bagaimana pandangan dunia kita tentang sesuatu mempengaruhi tingkah laku kita. Misalnya dulu kita melihat alam sebagai bagian dari hidup kita, sehingga alam harus dijaga kelestariannya. Dalam masyarakat tradisional Dayak Kendayan di Kalimantan Barat, misalnya, seorang penyadap aren (enau) yang membuat gula aren tidak akan pernah menebang pohon enau untuk mengambil kolang kaling, sebab air enau hasil sadapannya dilihat sebagai “susu.” Kalau susunya kita manfaatkan, maka tabu untuk menebang pohonnya, sebab itu berarti membunuh. Tapi pandangan dunia modern yang melihat alam sebagai sumber bagi kesejahteraan (tepatnya penghasilan) telah merubah cara pandang itu sehingga apapun boleh dilakukan terhadap alam, yang penting dapat memberikan keuntungan pada manusia. Atau contoh lain dalam melihat orang beragama lain sebagai bukan “sesama,” bahkan kadang-kadang dilihat sebagai musuh atau orang “kafir” yang boleh dimusnahkan akan membuat kita membenci atau menjadikannya objek yang dapat diperlakukan sesuka hati kita. Cara melihat alam atau orang lain ini contoh konkret yang disebut sebagai pandangan dunia.
Pandangan dunia ini dimiliki oleh setiap orang, terlepas apakah dia bisa merumuskannya atau tidak; terlepas pula apakah dia menyadarinya atau tidak. Pertanyaannya tinggal pandangan dunia apa yang kita pakai.
Agama dengan kitab sucinya sebetulnya memberikan pandangan dunia yang semestinya menjadi penuntun yang benar dalam bertingkah laku. Alkitab bagi orang Kristen mestinya menjadi pandangan hidup, sehingga ia nampak dalam tingkah laku sehari-hari yang benar. Kalau Alkitab menjadi rumusan teologi atau filsafat ia masih berada di awang-awang, tetapi kalau ia mempengaruhi pandangan dunia kita maka ia akan berbuah dalam perbuatan. (*penulis adalah Dirlak P3H)






ARTIKEL LEPAS


Mencoba Memahami Makna "Holisme"
(oleh : Nick Armstrong*)

Pandangan Dunia
Pembahasan mengenai pandangan dunia dapat dianggap sebagai semacam peta jalan yang membantu kita untuk membedakan manakah pandangan dunia menurut Alkitab dan mana pandangan dunia yang lain. Ini juga merupakan cara untuk meneliti pengaruh-pengaruh pandangan dunia yang lain pada budaya kita dan pengaruh-pengaruh yang menerima Alkitab sebagai dasar pandangan dunia kita. Kita percaya bahwa firman Allah berkuasa atas setiap aspek keberadaan - pribadi dan umum -, tetapi dalam batas tertentu, setiap wilayah publik telah mengalami sekularisasi dan menolak firman Allah dan kita terus-menerus ditekan oleh kekuatan sejarah dan budaya untuk menolak kuasa itu ¹ . Orang Kristen mestinya mampu bertahan terhadap tekanan semacam itu, karena kita mengenal kuasa dan perintah Alkitab bagi semua aspek kehidupan. Sejauh kita belum mampu melawan tekanan-tekanan sekularisasi yang kuat ini, pandangan dunia kita dapat menyimpang dari apa yang dianggap sebagai pandangan dunia Alkitabiah. “Pembaharuan budi” dalam Roma 12 dapat dianggap sebagai semacam alat uji pandangan dunia kita sendiri dengan pandangan dunia Alkitabiah untuk membantu membawa kita ‘kembali pada jalur yang benar’, pada pemikiran yang berorientasi pada kerajaan Allah, serta membantu kita memahami gereja dan misinya.
Istilah-istilah seperti ‘pendamaian’ (rekonsiliasi), ‘penciptaan, ‘kejatuhan’, ‘pembaruan’ (restorasi), ‘penebusan’ dan ‘Kerajaan Allah’ harus dipandang dalam arti yang menyeluruh. Bahwa tidak satu pun selain Allah berada di luar jangkauan realitas ini. Sebaliknya, pandangan-pandangan yang membatasi cakupan istilah-istilah tersebut hanya pada satu bidang pengalaman yaitu dalam bidang ‘religius’ atau ‘rohani’, ‘duniawi’ atau ‘sekuler’ dapat dianggap sebagai variasi dari pandangan dunia yang dualistis. Pandangan Alkitabiah yang utuh atau integral tidak membagi kosmos ke dalam bidang ‘suci’ dan ‘sekuler’. Kerangka atau dimensi dasar dari perspektif yang integral adalah bahwa ciptaan yang mula-mula baik (Allah membentuk ciptaan), tetapi dosa mencemarkan ciptaan itu, (ciptaan Allah mengalami deformasi) dan pekerjaan Kristus memulihkan kembali ciptaan itu (ciptaan Allah mengalami reformasi). Maka ciptaan bersifat komprehensif (memiliki cakupan yang luas), kejatuhan berdampak pada seluruh ciptaan dan penebusan Yesus Kristus memiliki jangkauan seluas kejatuhan. Seperti dinyatakan oleh Albert Walters,

“Beranggapan bahwa kejatuhan atau penebusan Kristus tidak mencakup seluruh
ciptaan berarti membahayakan pengajaran alkitab tentang sifat radikal dari
kejatuhan dan cakupan penebusan yang meliputi seluruh kosmos” ².



Tidak ada satu pun dalam ciptaan Allah, termasuk hakekat manusia, yang sejak awalnya jahat. Apa yang diciptakan Allah dikatakan ‘baik’ (Kejadian 1:31), tetapi karena pencemaran oleh dosa ciptaan menjadi rusak, sehingga arahnya menjauh dari Allah; namun penebusan Kristus, memungkinkan segala sesuatu dalam ciptaan dapat diarahkan kembali kepada Allah. Arah ini berlaku tidak hanya bagi manusia secara perseorangan, tetapi juga budaya dan lembaga, teknologi, kesenian, seksualitas, rasionalitas, dan sebagainya. Kecenderungan gnostik adalah menyebut sesuatu yang baik dalam ciptaan itu ‘jahat’, misalnya ‘tubuh’ atau jenis-jenis makanan tertentu itu jahat atau pernikahan atau budaya atau wewenang institusional atau teknologi, dan sebagainya sebagai tidak baik. Sebenarnya “semua yang diciptakan Allah itu baik dan tidak ada sesuatu pun yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur” (I Timotius 4:4). Dulu pernah ada ciptaan yang seluruhnya baik dan itu akan ada lagi. Ini tampaknya merupakan ciri khas dari pandangan dunia menurut Alkitab. Pandangan dunia yang lain, pada batas tertentu tampaknya gagal dalam membedakan hal ini dan dengan demikian merupakan bahaya yang terus-menerus mengancam pemikiran Kristen.
Dalam teori dualistik atau ‘teori dua bidang’, ada pemisahan ciptaan. Pemisahan yang
umum adalah antara gereja dan kerajaan Allah pada satu pihak, dengan ‘dunia’ (pemikiran horisontal) pada pihak lain. Dalam pandangan dunia Alkitabiah yang utuh, Allah dan Setan menuntut hak atas seluruh ciptaan, sehingga seluruhnya menjadi obyek persengketaan (pemisahan vertikal). Ada peperangan atau konflik antara dua kerajaan di mana berbagai bidang ciptaan mengalami perbudakan/kehancuran atau pembebasan (pemulihan/restorasi) pada tingkat yang berbeda-beda.
Konflik kosmos dapat dilihat dalam diri manusia sebagai individu. Pertempuran ini dalam alkitab dilambangkan sebagai “daging” dan “roh”. Ini tidak sama dengan pembedaan antara “tubuh” dan “jiwa” dalam filsafat Yunani, yang menyatakan bahwa yang satu baik sedangkan yang lain jahat. Dalam pertempuran ini manusia secara keseluruhan dikuasai oleh dua kekuatan yang bertentangan, yang satu melawan yang lain. Dallas Willard mengadakan pembahasan yang menarik tentang topik ini dalam bukunya “The Spirit of the Disciplines”. Mengenai hal ini Willard menyatakan,

“Antara roh dan daging akan ada pertempuran yang tidak berkesudahan (Kejadian
6:3). Terampas dari prinsip pemersatu mereka yang tertinggi, yaitu relasi mereka
dengan Allah, manusia bukan lagi mahluk dengan integritas keutuhan yang
berarti. Bagian-bagian mereka yang lebih rendah menempatkan mereka bertentangan
dengan roh dan roh bertentangan dengan mereka. “Mereka berlawanan satu dengan
yang lain, sehingga apa yang kamu kehendaki, tidak dapat kamu lakukan” (Galatia
5:17). Gagasan yang justru menyangkut kehidupan rohani bagi manusia menjadi
hilang dan hanya dapat diperoleh kembali melewati abad-abad sejarah yang sulit
dimana walau bagaimana pun juga Allah tetap berpegang pada tujuanNya yang
mula-mula dalam penciptaan manusia.”



Singkatnya, kerangka Alkitabiah yang terpadu mengambil (1) pandangan ciptaan yang komprehensif, termasuk seluruh umat manusia, (2) pandangan yang komprehensif tentang dampak kejatuhan pada ciptaan, (3) penebusan Yesus Kristus memiliki jangkauan seluas kejatuhan³. Kerangka terpadu dari ciptaan, kejatuhan dan penebusan ini diungkapkan dengan jelas oleh John Scott dalam bukunya, “Decisive Issues Facing Christians Today”. Dalam kerangka ciptaan, kejatuhan dan penebusan ini, ia merangkai “lima doktrin besar dari Alkitab”, yang memberikan pernyataan tentang apa yang dimaksud dengan pandangan dunia Alkitabiah yang utuh. Saya akan mengambil cuplikan dari setiap bagian dalam upaya merangkum pandangannya.



Scott menyatakan kita membutuhkan :
1. Ajaran tentang Allah yang Utuh.
Allah adalah Allah dari agama, dari yang “sekuler” maupun yang “suci”……karena segala sesuatu itu “suci” dalam arti semuanya itu milik Allah dan tidak ada sesuatu pun yang “sekuler” dalam arti Allah tidak termasuk di dalamnya. Allah adalah Allah dari bangsa-bangsa dan juga umat pilihanNya dan Allah adalah Allah dari keadilan dan pengampunan (justification).

2. Ajaran tentang Manusia yang Utuh.
Sesungguhnya mahluk manusia yang segambar dengan Allah itu bukan hanya jiwa (sehingga perlu kita perhatikan secara khusus agar memperoleh keselamatan jiwa), bukan hanya tubuh (sehingga hanya perlu kita perhatikan pangan, sandang, papan dan kesehatannya), dan juga bukan hanya mahluk sosial (sehingga perhatian kita hanya sepenuhnya tersita oleh masalah-masalah kemasyatakatan yang dihadapinya). Manusia adalah ketiga-tiganya. Dari sudut pandang Alkitab, manusia dapat dirumuskan sebagai “tubuh-jiwa-dalam masyarakat”. Karena seperti itulah Allah menciptakan kita.



3. Ajaran tentang Kristus yang Utuh
Kita perlu mendapatkan kembali apa yang dalam perjanjian Lausanne disebutkan “Kristus yang historis dan Alkitabiah” (alinea 4). Ia menjadi kecil, lemah dan rapuh. Ia masuk ke dalam derita, keterasingan dan pencobaan kita. Ia tidak hanya memproklamasikan kabar baik tentang kerajaan Allah, tetapi juga menunjukkan kedatanganNya dengan menyembuhkan yang sakit, memberi makan yang lapar, mengampuni yang berdosa, menjadi teman yang tersisih, dan membangkitkan yang mati…bukankah visi tentang Kristus ini seharusnya mempengaruhi pemahaman kita tentang misiNya, “sama seperti bapa mengutus aku, demikian juga aku sekarang mengutus kamu”. (Yohanes 20:21)?



4. Ajaran tentang Keselamatan yang Utuh
Ada kecenderungan yang terus-menerus dalam gereja untuk meremehkan sifat dasar dari keselamatan, sebagai …..paspor pribadi menuju surga. Sudah tiba saatnya bagi kita untuk menarik keselamatan dari karikatur semacam ini dan memperoleh kembali ajaran keselamatan sesempurna mungkin berdasarkan Alkitab…..karena keselamatan adalah perubahan radikal…kita tidak dapat memisahkan keselamatan dari Kerajaan Allah (Yesaya 52:7, Markus 10:24-26). Keselamatan mencakup aspek yang lebih luas.


Karena Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah yang dinamis, memasuki sejarah manusia melalui Yesus, menghadapi, memerangi dan mengalahkan kejahatan, menyebarkan kesejahteraan manusia seutuhnya, sebagai pribadi dan warga masyarakat, menguasai umatnya dan memberikan kepada mereka berkat sepenuhnya, tetapi juga menuntut penyerahan sepenuhnya. Gereja dimaksudkan untuk menjadi masyarakat kerajaan Allah, sebagai model masyarakat manusia yang berada di bawah pemerintahan Allah dan sebagai alternatif yang menantang masyarakat sekuler. Keselamatan adalah konsep yang besar. Kita tidak dapat dengan seenak hati mengurangi maknanya…..kita tidak boleh memisahkan Yesus, sang Juru selamat dari Yesus sebagai Tuhan kita……yang sebenarnya adalah, karena ia Tuhan, maka ia dapat menyelamatkan …dan kekuasaanNya memiliki jangkauan yang melampaui aspek rohani dari kehidupan kita. KekuasaanNya meliputi seluruh pengalaman kita, baik secara umum maupun pribadi, di rumah maupun di tempat kerja, keanggotaan gereja dan tugas-tugas sebagai warga negara, pekabaran injil dan tanggung jawab sosial……Meskipun kebenaran hanya dapat terjadi oleh iman, iman ini tidak dapat tinggal sendiri. Apabila iman hidup dan otentik, ia pasti akan terwujud dalam perbuatan-perbuatan yang baik dan apabila tidak, maka iman itu palsu. (Matius 25 “domba dan kambing”).

5. Ajaran tentang Gereja yang Utuh.
Misi gereja muncul dari ajaran Alkitabiah tentang gereja dalam masyarakat. Konsep mengenai gereja yang tidak seimbang akan membuat konsep misi gereja yang tidak seimbang …..[gereja harus berada] “dalam dunia tetapi tidak menjadi bagian dari dunia” (Yohanes 17:11-19)……”Kamu adalah garam dunia”…”Kamu adalah terang₄dunia” (Matius 5:13-16)…..agar membuahkan hasil yang baik, garam harus meresap ke dalam daging dan terang harus menyinari kegelapan…..Orang Kristen harus mampu menembus masyarakat non-Kristen.
Kalau gereja memahami dirinya secara tidak utuh, misalnya hanya memperhatikan yang rohani, maka misi gereja menjadi tidak imbang sehingga misi gereja untuk memperbarui dunia secara utuh tidak terpenuhi.


Charles Colson dalam bukunya “How Now Shall We Live” juga menggambarkan pandangan dunia Alkitabiah yang utuh.



Banyak orang Kristen tidak mampu memahami bahwa injil dimaksud untuk menjadi
dasar dari seluruh kehidupan kita. Dalam abad-abad yang telah lalu, dunia
sekuler mengukuhkan dikotomi (pertentangan) antara ilmu pengetahuan dan agama,
antara fakta dan nilai, antara pengetahuan yang obyektif dan perasaan yang
subyektif. Akibatnya orang Kristen sering berpikir dari sudut dikotomi yang
keliru tersebut, yang membiarkan sistem kepercayaan kita diperkecil sehingga
menjadi tidak lebih dari sekedar perasaan dan pengalaman pribadi, sama sekali
terpisah dari fakta obyektif. Orang yang menekankan keselamatan oleh iman
pribadi kepada Kristus khususnya mudah sekali terpengaruh oleh pandangan yang
sempit ini, karena penekanannya terletak pada komitmen pribadi. Di satu pihak,
hal ini telah menjadi kekuatan terbesar dari gerakan ini, sehingga mampu membawa
berjuta-juta orang untuk mengenal Kristus…..Tetapi penekanan pada hubungan
pribadi juga dapat menjadi kelemahan terbesar gerakan ini, karena dapat mencegah
kita untuk mampu melihat rencana Allah yang melampaui keselamatan pribadi. Iman
Kristen yang murni ini adalah cara untuk melihat dan memahami seluruh
realitas…..bahwa kebenaran yang menyeluruh terwujud dalam diri Kristus (logos,
Yohanes 1:1, Kolose 1:16-17, Yohanes 14:6)……Kristus adalah Tuhan seluruh
ciptaan, mulai dari jiwa manusia sampai pada jangkauan kosmos yang luas (lihat
Mazmur 2, 8, 110, Fil 2:5-11) …….Apabila kita benar-benar memahami hal ini, kita
harus mengakui bahwa iman Kristen tidak dapat dipersempit, sehingga menjadi
terbatas hanya pada Yohanes 3:16 atau rumusan-rumusan sederhana. Iman Kristen
tidak dapat dibatasi hanya pada satu bidang kehidupan kita, sekedar ibadah atau
ketaatan religius atau bahkan pengalaman keselamatan. Kita harus melihat iman
Kristen sebagai kebenaran yang mencakup segalanya, akar dari segala sesuatu. Ini
realitas yang hakiki…..ini mempengaruhi setiap aspek kehidupan; ini tidak
sekedar menyangkut, “Saya diselamatkan, Anda diselamatkan dan kita tidak perlu
kuatir lagi”. Ini menyangkut Allah, Pencipta segala sesuatu, menjadi penguasa
atas segalanya”.

Seperti dinyatakan Abraham Kuyper, teolog Belanda yang ternama dan perdana menteri Belanda,




“Tidak ada satu inci pun dalam seluruh lingkunag keberadaan kita sebagai manusia
yang tidak diklaim Kristus, sang Penguasa, sebagai milikNya”.


Merumuskan “Pelayanan Holistik”
Apakah yang dimaksud dengan pelayanan holistik? Ada anggapan umum bahwa ‘pelayanan holistik’ sama dengan ‘pelayanan belas kasih’, membantu memberi makan, pakaian dan tempat
tinggal bagi si miskin. Ini bukan apa yang saya maksud dengan ‘pelayanan holistik’. Pemakaian istilah ‘holisme’ pertama-tama adalah untuk membetulkan apa yang dianggap sebagai pandangan yang tidak utuh atau parsial tentang Alkitab, dimana sebagian kebenaran Alkitabiah ditekankan padahal mengabaikan kebenaran-kebenaran penting lain yang terkandung di dalamnya. Maka pemakaian ungkapan pandangan dunia ’holistik’ atau ‘utuh’ menunjukkan perbedaan dengan pandangan dunia lain yang mempersempit cakupan ciptaan, dosa dan penebusan pada bidang yang terbatas dari pengalaman kita, yang biasanya disebut dengan istilah bidang ‘suci’ atau ‘rohani’. Dengan demikian “pelayanan holistik” adalah pelayanan yang lahir dari pandangan dunia alkitabiah yang holistik. Maka, pada hemat saya, pertanyaannya bukanlah, “Apakah seharusnya peran pelayanan holistik dalam gereja kita”, tetapi yang benar adalah, “Bagaimana gereja kita dapat memcerminkan holisme alkitabiah”.
Ini tidak berarti bahwa setiap orang Kristen dapat atau harus berusaha terlibat dalam setiap jenis pelayanan agar dapat menjadi ‘holistik’. Allah telah memberikan karunia yang berbeda-beda kepada gereja. Misi gereja melibatkan kita semua dengan semua perbedaan yang ada pada kita; penginjil, pemimpin, pembantu, profesional dan sebagainya dibutuhkan. Tidak seorang pun dibebaskan dari misi memperluas kerajaan Allah. Namun demikian, apa pun karunia yang telah diberikan kepada kita atau apa pun yang menjadi pusat pelayanan kita, gereja perlu menjalankan misinya dalam kerangka alkitabiah yang terpadu tentang ciptaan, kejatuhan dan penebusan. Menjadi holistik berarti bahwa apa pun yang kita kerjakan dan karunia apa pun yang kita terapkan dilakukan untuk kebesaran kerajaan Allah. Ini berarti, menjadi alat untuk memulihkan ciptaan yang rusak dan hancur agar menjadi baik kembali seperti yang dikehendaki Allah. Menjadi holistik tidak mengurangi legitimasi (hak) untuk memiliki bidang pelayanan khusus, tetapi secara praktis ini berarti bahwa gereja menjalankan misinya dengan pemahaman terhadap kebutuhan manusia seutuhnya dalam konteks masyarakat. Ini juga berarti bahwa akan ada penghargaan, kerja sama dan saling mendukung yang lebih besar antara gereja-gereja setempat dan badan-badan pekabaran injil, serta lembaga-lembaga yang melayani masyarakat.
Allah telah memilih gerejaNya untuk menjalankan misi. Paulus bertanya, “Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Dan bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia ?”(Roma 10:14). Allah sebenarnya dapat menggunakan kekerasan untuk menyatakan KerajaanNya, tetapi ia telah memilih menggunakan orang-orangnya, yang telah diberi kuasa oleh Roh Kudus untuk menyelesaikan tugasnya. Prinsip yang sama berlaku dalam menyembuhkan yang sakit, memberi makan kepada yang lapar, memberi pakaian kepada yang miskin, memberi tempat berteduh kepada tunawisma dan membantu para korban ketidakadilan. Allah sebenarnya dapat menggunakan ujung jubahnya untuk menyembuhkan yang sakit, tetapi ia telah memilih orang-orangnya untuk menyalurkan belas kasihan dan kasihNya.
Kita semua mendapatkan kehormatan untuk berperan dalam ikut menyebarkan kabar baik tentang Kerajaan Allah. Untuk itulah kita dengan suka cita maju sebagai gereja, baik dalam pekabaran injil, serentak dalam tanggung jawab sosial. Memberitakan dan menampakkan kabar baik tidak boleh dipisahkan dan diabaikan. Dalam upaya menjalankan pelayanan dalam bidang kita masing-masing, kita terutama harus saling mendukung dan menguatkan.(***)

1. Albert Walters, Creation Regained (Leicester, England: InterVarsity Press, 1985) pp. 4-6.
2. Ibid
3. Ibid
4. Apakah yang dimaksud dengan memerangi kegelapan ? Yesaya 58 memberikan kepada kita lebih dari sekedar petunjuk :
“…melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya, dan mematahkan setiap kuk, “Bukannkah ini berarti engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar, dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah; Apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian; “Maka terangmu akan merekah seperti fajar” (Yesaya 58:7-8 NASB)




AKTIVITAS KITA
  1. Periode enam bulan yang telah dilalui pada satu segi terasa cukup menggembirakan dan menjanjikan bahwa P3H akan dapat cukup banyak berperan dalam membantu gereja anggota dan masyarakat, tetapi pada pihak lain selama enam bulan ini kegiatan P3H agak tersendat. Kendala yang dihadapi adalah kekurangan tenaga pelaksana karena kesibukan kami masing-masing dalam kegiatan rutin.
    Setelah tragedi hancurnya gedung WTC di New York pada tgl 11 September 2001 (dikenal juga dengan peristiwa 911) Nick Armstrong dan keluarga tertpaksa harus pulang ke Amerika Serikat selama 3 bulan. Oleh sebab itu pekerjaan sehari-hari Dirlak bertumpuk sehingga tidak bisa memberikan perhatian yang cukup untuk kegiatan P3H, akibatnya banyak kegiatan P3H yang tertunda. Untunglah Pak Nick sudah kembali sehingga bisa aktif kembali di CRWRC dan juga membantu kegiatan di P3H.

  2. Bahan PA
    Bahan PA yang akan diterbitkan untuk anggota P3H saat ini masih dalam penggodokan. Bahan PA ini diharapkan dapat membantu kita memahami misi kita dalam pelayanan holistik. Target penerbitannya adalah bulan Oktober 2002.

  3. Penelitian Microenterprise Development (MED)
    Penelitian MEDyang dilakukan oleh Pak Nick masih terus berjalan. Namun objek penelitian dialihkan ke Bali, karena dari pengalaman selama ini ternyata ada kesulitan tehnis untuk melakukannya pada Replika Grameen Bank (GB). Pak Nick sudah melakukan kontak dengan JAI (Jaringan Anugerah Indonesia) di Bali untuk meneliti lembaga-lembaga MED yang tergabung di dalam jaringan ini. JAI setuju kalau penelitian ini dilakukan di kalangan anggota JAI.

  4. Pelatihan dan Start Up MF
    Pelatihan MF diadakan pada tgl. 30 April – 13 Mei 2002 di Hotel Santhi Jl. Patih Jelantik no. 1 Denpasar, Bali, dengan pelaksana dari Wahana Kria Putri. Di antara gereja-gereja anggota, GTM dan GKSBS tidak mengirimkan utusannya. Jumlah peserta yang ikut ada 10 orang yaitu: Pier Z. Taka dan Simon Petrus Jiwa, S.E. (GKS); Ardi Hartoko dan Ratna Puspitaningtyas (GKJ); Daniel Posolang dan Matius Galuga (GT); Samuel A. Perdana (GKI Jateng); Sony Ch. Widyarsono (Yayasan Kristen Truka Jaya); Catur Topo N dan Bernadeta Rorita D. (Yayasan Percik). Peserta dari Truka Jaya dan Percik diikutkan sebagai mitra lama CRWRC.
    Start up yang dilakukan bekerja sama dengan P3H baru akan dilakukan setelah pelatihan ini, dengan melihat pada rencana masing-masing gereja anggota. Hingga saat ini yang sudah memasukkan rencana start up adalah dari P3H Gereja Toraja. Yayasan Kuda Putih Sejahtera dari GKS juga sudah melakukan kontak untuk melakukan kerja sama dalam bidang MF.
  5. Bantuan Kemanusiaan dan Perdamaian di Poso
    Dalam rangka membantu menanggulangi konfik di Poso Dirlak P3H telah melakukan beberapa kali perkunjungan ke daerah-daerah konflik di Poso. Dari kunjungan ini direncanakan tiga kegiatan sebagai wujud kepedulian gereja-gereja terhadap masalah di Poso. Pertama akan membagikan bibit (padi, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah), dan alat pertanian sederhana (cangkul, arit dan parang) kepada para pengungsi dan mereka yang sudah kembali ke desanya. Sumber dana untuk kegiatan ini didapatkan dari CFGB (Canadian Food Grains Bank) Canada yang diberikan kepada CRWRC.
    Kedua, melalui pendekatan intensif maka telah terbentuk Joint Committee antara Crisis Center-GKST dengan Yayasan Sejati (Islam) untuk melakukan pembangunan perdamaian (peacebuilding). Pada tgl. 15 – 19 April di Palu, dan tgl. 14 – 17 Mei di Poso telah dilakukan pelatihan kepada 36 orang agen perdamaian dari Islam dan Kristen secara bersama-sama. Mereka ini akan melatih lagi 300 agen perdamaian yang akan bekerja di 60 desa dalam 5 kecamatan. Pelatihan ini dilakukan dengan kerja sama dengan Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian Universitas Kristen Duta Wacana (PSPP-UKDW) dan Mennonite Central Committee (MCC). Pelatih berasal dari Kristen dan Islam.
    Ketiga, kami akan mengumpulkan cerita-cerita pada saat konflik, melarikan diri dari desa dan selama di pengungsian dari kedua pihak. Cerita-cerita ini akan diterbitkan dalam bentuk buku kecil yang nantinya akan dibagikan secara cuma-cuma kepada warga Poso. Tujuan dari penerbitan cerita ini adalah untuk mengatakan bahwa dalam konflik ini semua orang adalah korban yang menderita, sehingga mereka tidak saling menyalahkan dan memusuhi.
  6. Perkunjungan ke Sinode-sinode
    Anggota DPH P3H dan Dirlak akan mengadakan kunjungan ke sinode-sinode anggota P3H. Tujuan kunjungan ini adalah untuk memperkenalkan P3H kepada sinode pendiri (sekaligus pemilik)nya. Selain itu dari kunjungan ini diharapkan juga diketahui apa yang diharapkan oleh jemaat-jemaat dari keberadaan P3H ini.
  7. Undangan Menghadiri AWWP
    Ketua P3H, Pdt Gideon G. Raru, diundang oleh CRWRC untuk menghadiri Assembly of World Wide Partners (AWWP) CRWRC pada tgl. 3 – 8 September 2002 di Colorado Spring, Colorado, Amerika Serikat. P3H diundang untuk mewakili mitra CRWRC di Indonesia dalam Pertemuan Raya ini. Dalam pertemuan ini semua mitra CRWRC dari seluruh dunia akan saling membagi pengalaman dan belajar untuk meningkatkan pelayanan bersama.

BERBAGI TIPS

Banyak kegiatan yang direncanakan oleh gereja danLembaga pelayanannya terpaksa tidak dilakukan karena kekurangan dana. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan menulis dan mengirimkan proposal untuk mencari dana. Proposal ini penting supaya orang atau lembaga lain mau mendukung program yang direncanakan. Pencarian dana dengan proposal ini dilakukan bukan hanya untuk dimasukkan kepada lembaga donor, tapi juga untuk masyarakat dan jemaat. Penulisan proposal sangat menentukan apakah proyek itu bisa mendapat dukungan dana atau tidak.
Fungsi proposal. Proposal adalah tulisan yang dibuat untuk meyakinkan masyarakat atau pembuat keputusan dalam lembaga donor bahwa proyek ini sangat penting didukung. Jika proyek ini dilaksanakan maka manfaatnya sangat besar. Yakinkan mansyarakat atau lembaga donor bahwa dengan mendukung proyek ini maka misi mereka juga tercapai dan mereka akan puas.
Panjang proposal. Proposal pada umumnya antara 3 sampai 5 halaman dan sederhana (tidak berbelit-belit). Dalam bahasa Inggris dikenal akronim KISS (Keep It Short and Simple). Kalau proposal terlalu panjang ada kecenderungan orang malas membacanya. Karena itu proposal harus dipisahkan dari dokumen proyek yang merupakan penjelasan rinci dan tehnis mengenai proyek ini. Dokumen proyek ini menjadi lampiran pada proposal yang ditulis untuk pembaca yang mengerti masalah-masalah tehnis mengenai proyek ini.
Bentuk proposal. Ada macam-macam bentuk proposal. Ada lembaga donor yang menyediakan formulir atau format untuk proposal. Jika ini ada, pakailah formulir/format yang ditentukan.
Waktu pengiriman. Carilah waktu yang tepat untuk mengirimkan proposal. Kalau itu dikirimkan ke lembaga donor, kirimkan itu sebelum anggaran mereka diputuskan, karena kalau lewat maka proposal tidak akan dibahas, dan harus menunggu sampai tahun anggaran berikutnya. Pada umumnya lembaga donor mempunyai tahun anggaran sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan lainnya. Ada lembaga yang membicarakan anggaran dua kali setahun, tetapi pada umumnya sekali setahun. Kalau proposal ini untuk bantuan bencana, segera kirimkan proposal ke lembaga donor saat bencananya sedang hangat diberitakan. Kalau dananya akan dicari dari masyarakat/ jemaat yang pada umumnya pegawai sebaiknya itu dilakukan pada tanggal muda.
Tujuan pengiriman. Kirimkan proposal ke lembaga yang melakukan kegiatan sejenis. Misalnya kalau proyeknya untuk demokratisasi carilah lembaga yang misinya untuk melakukan demokratisasi, jangan dikirimkan ke lembaga pemberdayaan ekonomi, misalnya. Yang bukan lembaga donor umumnya juga tidak memberikan bantuan dana. P3H dan CRWRC, misalnya, bukan lembaga donor, sehingga tidak memberikan bantuan dana. (BERSAMBUNG)