Selamat bersua kembali. Pertama-tama kami mohon maaf atas keterlambatan hadirnya Holistik edisi kedua ini. Keterlambatan ini karena masalah tehnis, yaitu tidak adanya tenaga penuh waktu yang mengurus P3H. Tapi kami berusaha secara sungguh-sungguh agar program-program P3H bisa berjalan dan membawa manfaat bagi gereja dan masyarakat.
Kali ini kami menyajikan tulisan tentang Holisme. Ini adalah salah satu usaha kita untuk memahami panggilan Tuhan kepada gereja agar melayani seluruh dunia dengan segala aspeknya. Diharapkan tulisan ini dapat memulai wacana kita tentang apa sebetulnya pelayanan holistik dan bagaimana kita harus melakukannya.
Kami juga merasa senang atas tanggapan gereja-gereja dan lembaga-lembaga yang berada di dalam sinode-sinode anggota P3H (GKJ, GKI Jateng, GT, GTM, KGS, GKSBS) terhadap edisi perdana Holistik. Ada resnpons dalam bentuk permintaan kerja sama yang konkret, walaupun belum bisa kami respons secara langsung. Ini menandakan “bayi” yang baru lahir ini sudah mulai merangkak. Ini suatu tanda yang baik.
Logo P3H masih belum didapatkan. Ada beberapa logo yang masuk ke alamat redaksi, tapi kami masih ingin membuka kesempatan lagi agar lebih banyak orang yang berpartisipasi, sehingga logo ini betul-betul berasal dari anggota.
Selamat membaca. Semoga terbitan ini dapat menjadi berkat.
oleh : Iskandar Saher*
Dalam bahasa Inggris kata “worldview” sudah lama dipakai. Walaupun dalam pelayanan gereja kata ini jarang sekali dipakai, tapi dalam pelayanan dan kehidupan sehari-hari setiap orang memiliki dan menerapkannya. Setiap orang memiliki pandangan dunia yang menjadi dasar tindak tanduknya sehari-hari. Oleh sebab itu kalau kita ingin tahu bagaimana pandangan dunia seseorang, lihatlah pada cara dia bertingkah laku, cara berbicara, cara memperlakukan orang lain, cara meperlakukan alam dst.
Brian Walsh dan Richard Middleton dalam buku mereka The Transforming Vision, mengatakan bahwa pandangan dunia adalah cara pandang (way of seeing) kita terhadap segala sesuatu. Cara pandang ini bukan sesuatu yang ilmiah dan dirumuskan dalam satu sistem pemikiran yang teratur, melainkan suatu keyakinan yang ada pada diri kita pada saat menghadapi sesuatu. Jadi pandangan dunia ini berbeda dari filsafat atau teologi yang adalah suatu ilmu yang dirumuskan secara ilmiah.
Walsh dan Middleton mengambil contoh dari film yang dibuat oleh Margaret Mead mengenai cara memandikan bayi yang berbeda antara orang Kanada dengan orang Jepang yang tradisional. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan pandangan dunianya tentang manusia. Dalam masyarakat tradidional Jepang memandikan bayi merupakan sebuah “upacara” kecil. Sebelumnya disiapkan bak mandi (bath tub) yang besar dengan air. Kemudian si ibu bayi menyerahkan bayinya kepada nenek si bayi untuk dimandikan. Kemudian si nenek inilah yang memandikan bayi dengan hati-hati, menyabun, mengeringkan tubuhnya sampai memakaikan pakaian. Waktu yang dipakai untuk memandikan bayi ini cukup lama. Sementara dalam keluarga Kanada semuanya dilakukan dengan efisien dan sesingkat-singkatnya. Yang ada hanya ibu dan si bayi, semua dilakukan dengan secepat-cepatnya. Memandikan bayi ini seperti tugas-tugas membersihkan lainnya, bukan seperti upacara.
Perbedaan cara memandikan bayi ini, menurut Walsh dan Middleton, muncul karena pandangan dunia mereka tentang manusia berbeda. Bagi masyarakat tradisional Jepang, manusia berbeda dari benda-benda lainnya karena ia adalah bagian dari keluarga dan masyarakatnya. Oleh sebab itu memandikan seorang bayi tidak bisa disamakan dengan mencuci mobil, misalnya. Selain itu si bayi adalah bagian dari ibu dan nenek, serta manusia lain dalam keluarga. Keluarga juga ingin berada dekat dengan si bayi, sehingga mereka tidak tergesa-gesa untuk menyelesaikan pekerjaan memandikan bayi.
Dalam kehidupan nyata, kita juga bisa mencari contoh-contoh konkret bagaimana pandangan dunia kita tentang sesuatu mempengaruhi tingkah laku kita. Misalnya dulu kita melihat alam sebagai bagian dari hidup kita, sehingga alam harus dijaga kelestariannya. Dalam masyarakat tradisional Dayak Kendayan di Kalimantan Barat, misalnya, seorang penyadap aren (enau) yang membuat gula aren tidak akan pernah menebang pohon enau untuk mengambil kolang kaling, sebab air enau hasil sadapannya dilihat sebagai “susu.” Kalau susunya kita manfaatkan, maka tabu untuk menebang pohonnya, sebab itu berarti membunuh. Tapi pandangan dunia modern yang melihat alam sebagai sumber bagi kesejahteraan (tepatnya penghasilan) telah merubah cara pandang itu sehingga apapun boleh dilakukan terhadap alam, yang penting dapat memberikan keuntungan pada manusia. Atau contoh lain dalam melihat orang beragama lain sebagai bukan “sesama,” bahkan kadang-kadang dilihat sebagai musuh atau orang “kafir” yang boleh dimusnahkan akan membuat kita membenci atau menjadikannya objek yang dapat diperlakukan sesuka hati kita. Cara melihat alam atau orang lain ini contoh konkret yang disebut sebagai pandangan dunia.
Pandangan dunia ini dimiliki oleh setiap orang, terlepas apakah dia bisa merumuskannya atau tidak; terlepas pula apakah dia menyadarinya atau tidak. Pertanyaannya tinggal pandangan dunia apa yang kita pakai.
Agama dengan kitab sucinya sebetulnya memberikan pandangan dunia yang semestinya menjadi penuntun yang benar dalam bertingkah laku. Alkitab bagi orang Kristen mestinya menjadi pandangan hidup, sehingga ia nampak dalam tingkah laku sehari-hari yang benar. Kalau Alkitab menjadi rumusan teologi atau filsafat ia masih berada di awang-awang, tetapi kalau ia mempengaruhi pandangan dunia kita maka ia akan berbuah dalam perbuatan. (*penulis adalah Dirlak P3H)
Istilah-istilah seperti ‘pendamaian’ (rekonsiliasi), ‘penciptaan, ‘kejatuhan’, ‘pembaruan’ (restorasi), ‘penebusan’ dan ‘Kerajaan Allah’ harus dipandang dalam arti yang menyeluruh. Bahwa tidak satu pun selain Allah berada di luar jangkauan realitas ini. Sebaliknya, pandangan-pandangan yang membatasi cakupan istilah-istilah tersebut hanya pada satu bidang pengalaman yaitu dalam bidang ‘religius’ atau ‘rohani’, ‘duniawi’ atau ‘sekuler’ dapat dianggap sebagai variasi dari pandangan dunia yang dualistis. Pandangan Alkitabiah yang utuh atau integral tidak membagi kosmos ke dalam bidang ‘suci’ dan ‘sekuler’. Kerangka atau dimensi dasar dari perspektif yang integral adalah bahwa ciptaan yang mula-mula baik (Allah membentuk ciptaan), tetapi dosa mencemarkan ciptaan itu, (ciptaan Allah mengalami deformasi) dan pekerjaan Kristus memulihkan kembali ciptaan itu (ciptaan Allah mengalami reformasi). Maka ciptaan bersifat komprehensif (memiliki cakupan yang luas), kejatuhan berdampak pada seluruh ciptaan dan penebusan Yesus Kristus memiliki jangkauan seluas kejatuhan. Seperti dinyatakan oleh Albert Walters,
“Beranggapan bahwa kejatuhan atau penebusan Kristus tidak mencakup seluruh
ciptaan berarti membahayakan pengajaran alkitab tentang sifat radikal dari
kejatuhan dan cakupan penebusan yang meliputi seluruh kosmos” ².
Tidak ada satu pun dalam ciptaan Allah, termasuk hakekat manusia, yang sejak awalnya jahat. Apa yang diciptakan Allah dikatakan ‘baik’ (Kejadian 1:31), tetapi karena pencemaran oleh dosa ciptaan menjadi rusak, sehingga arahnya menjauh dari Allah; namun penebusan Kristus, memungkinkan segala sesuatu dalam ciptaan dapat diarahkan kembali kepada Allah. Arah ini berlaku tidak hanya bagi manusia secara perseorangan, tetapi juga budaya dan lembaga, teknologi, kesenian, seksualitas, rasionalitas, dan sebagainya. Kecenderungan gnostik adalah menyebut sesuatu yang baik dalam ciptaan itu ‘jahat’, misalnya ‘tubuh’ atau jenis-jenis makanan tertentu itu jahat atau pernikahan atau budaya atau wewenang institusional atau teknologi, dan sebagainya sebagai tidak baik. Sebenarnya “semua yang diciptakan Allah itu baik dan tidak ada sesuatu pun yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur” (I Timotius 4:4). Dulu pernah ada ciptaan yang seluruhnya baik dan itu akan ada lagi. Ini tampaknya merupakan ciri khas dari pandangan dunia menurut Alkitab. Pandangan dunia yang lain, pada batas tertentu tampaknya gagal dalam membedakan hal ini dan dengan demikian merupakan bahaya yang terus-menerus mengancam pemikiran Kristen.
Dalam teori dualistik atau ‘teori dua bidang’, ada pemisahan ciptaan. Pemisahan yang
umum adalah antara gereja dan kerajaan Allah pada satu pihak, dengan ‘dunia’ (pemikiran horisontal) pada pihak lain. Dalam pandangan dunia Alkitabiah yang utuh, Allah dan Setan menuntut hak atas seluruh ciptaan, sehingga seluruhnya menjadi obyek persengketaan (pemisahan vertikal). Ada peperangan atau konflik antara dua kerajaan di mana berbagai bidang ciptaan mengalami perbudakan/kehancuran atau pembebasan (pemulihan/restorasi) pada tingkat yang berbeda-beda.
Konflik kosmos dapat dilihat dalam diri manusia sebagai individu. Pertempuran ini dalam alkitab dilambangkan sebagai “daging” dan “roh”. Ini tidak sama dengan pembedaan antara “tubuh” dan “jiwa” dalam filsafat Yunani, yang menyatakan bahwa yang satu baik sedangkan yang lain jahat. Dalam pertempuran ini manusia secara keseluruhan dikuasai oleh dua kekuatan yang bertentangan, yang satu melawan yang lain. Dallas Willard mengadakan pembahasan yang menarik tentang topik ini dalam bukunya “The Spirit of the Disciplines”. Mengenai hal ini Willard menyatakan,
“Antara roh dan daging akan ada pertempuran yang tidak berkesudahan (Kejadian
6:3). Terampas dari prinsip pemersatu mereka yang tertinggi, yaitu relasi mereka
dengan Allah, manusia bukan lagi mahluk dengan integritas keutuhan yang
berarti. Bagian-bagian mereka yang lebih rendah menempatkan mereka bertentangan
dengan roh dan roh bertentangan dengan mereka. “Mereka berlawanan satu dengan
yang lain, sehingga apa yang kamu kehendaki, tidak dapat kamu lakukan” (Galatia
5:17). Gagasan yang justru menyangkut kehidupan rohani bagi manusia menjadi
hilang dan hanya dapat diperoleh kembali melewati abad-abad sejarah yang sulit
dimana walau bagaimana pun juga Allah tetap berpegang pada tujuanNya yang
mula-mula dalam penciptaan manusia.”
Singkatnya, kerangka Alkitabiah yang terpadu mengambil (1) pandangan ciptaan yang komprehensif, termasuk seluruh umat manusia, (2) pandangan yang komprehensif tentang dampak kejatuhan pada ciptaan, (3) penebusan Yesus Kristus memiliki jangkauan seluas kejatuhan³. Kerangka terpadu dari ciptaan, kejatuhan dan penebusan ini diungkapkan dengan jelas oleh John Scott dalam bukunya, “Decisive Issues Facing Christians Today”. Dalam kerangka ciptaan, kejatuhan dan penebusan ini, ia merangkai “lima doktrin besar dari Alkitab”, yang memberikan pernyataan tentang apa yang dimaksud dengan pandangan dunia Alkitabiah yang utuh. Saya akan mengambil cuplikan dari setiap bagian dalam upaya merangkum pandangannya.
Scott menyatakan kita membutuhkan :
1. Ajaran tentang Allah yang Utuh.
Allah adalah Allah dari agama, dari yang “sekuler” maupun yang “suci”……karena segala sesuatu itu “suci” dalam arti semuanya itu milik Allah dan tidak ada sesuatu pun yang “sekuler” dalam arti Allah tidak termasuk di dalamnya. Allah adalah Allah dari bangsa-bangsa dan juga umat pilihanNya dan Allah adalah Allah dari keadilan dan pengampunan (justification).
2. Ajaran tentang Manusia yang Utuh.
Sesungguhnya mahluk manusia yang segambar dengan Allah itu bukan hanya jiwa (sehingga perlu kita perhatikan secara khusus agar memperoleh keselamatan jiwa), bukan hanya tubuh (sehingga hanya perlu kita perhatikan pangan, sandang, papan dan kesehatannya), dan juga bukan hanya mahluk sosial (sehingga perhatian kita hanya sepenuhnya tersita oleh masalah-masalah kemasyatakatan yang dihadapinya). Manusia adalah ketiga-tiganya. Dari sudut pandang Alkitab, manusia dapat dirumuskan sebagai “tubuh-jiwa-dalam masyarakat”. Karena seperti itulah Allah menciptakan kita.
3. Ajaran tentang Kristus yang Utuh
Kita perlu mendapatkan kembali apa yang dalam perjanjian Lausanne disebutkan “Kristus yang historis dan Alkitabiah” (alinea 4). Ia menjadi kecil, lemah dan rapuh. Ia masuk ke dalam derita, keterasingan dan pencobaan kita. Ia tidak hanya memproklamasikan kabar baik tentang kerajaan Allah, tetapi juga menunjukkan kedatanganNya dengan menyembuhkan yang sakit, memberi makan yang lapar, mengampuni yang berdosa, menjadi teman yang tersisih, dan membangkitkan yang mati…bukankah visi tentang Kristus ini seharusnya mempengaruhi pemahaman kita tentang misiNya, “sama seperti bapa mengutus aku, demikian juga aku sekarang mengutus kamu”. (Yohanes 20:21)?
4. Ajaran tentang Keselamatan yang Utuh
Ada kecenderungan yang terus-menerus dalam gereja untuk meremehkan sifat dasar dari keselamatan, sebagai …..paspor pribadi menuju surga. Sudah tiba saatnya bagi kita untuk menarik keselamatan dari karikatur semacam ini dan memperoleh kembali ajaran keselamatan sesempurna mungkin berdasarkan Alkitab…..karena keselamatan adalah perubahan radikal…kita tidak dapat memisahkan keselamatan dari Kerajaan Allah (Yesaya 52:7, Markus 10:24-26). Keselamatan mencakup aspek yang lebih luas.
5. Ajaran tentang Gereja yang Utuh.
Misi gereja muncul dari ajaran Alkitabiah tentang gereja dalam masyarakat. Konsep mengenai gereja yang tidak seimbang akan membuat konsep misi gereja yang tidak seimbang …..[gereja harus berada] “dalam dunia tetapi tidak menjadi bagian dari dunia” (Yohanes 17:11-19)……”Kamu adalah garam dunia”…”Kamu adalah terang₄dunia” (Matius 5:13-16)…..agar membuahkan hasil yang baik, garam harus meresap ke dalam daging dan terang harus menyinari kegelapan…..Orang Kristen harus mampu menembus masyarakat non-Kristen.
Kalau gereja memahami dirinya secara tidak utuh, misalnya hanya memperhatikan yang rohani, maka misi gereja menjadi tidak imbang sehingga misi gereja untuk memperbarui dunia secara utuh tidak terpenuhi.
Banyak orang Kristen tidak mampu memahami bahwa injil dimaksud untuk menjadi
dasar dari seluruh kehidupan kita. Dalam abad-abad yang telah lalu, dunia
sekuler mengukuhkan dikotomi (pertentangan) antara ilmu pengetahuan dan agama,
antara fakta dan nilai, antara pengetahuan yang obyektif dan perasaan yang
subyektif. Akibatnya orang Kristen sering berpikir dari sudut dikotomi yang
keliru tersebut, yang membiarkan sistem kepercayaan kita diperkecil sehingga
menjadi tidak lebih dari sekedar perasaan dan pengalaman pribadi, sama sekali
terpisah dari fakta obyektif. Orang yang menekankan keselamatan oleh iman
pribadi kepada Kristus khususnya mudah sekali terpengaruh oleh pandangan yang
sempit ini, karena penekanannya terletak pada komitmen pribadi. Di satu pihak,
hal ini telah menjadi kekuatan terbesar dari gerakan ini, sehingga mampu membawa
berjuta-juta orang untuk mengenal Kristus…..Tetapi penekanan pada hubungan
pribadi juga dapat menjadi kelemahan terbesar gerakan ini, karena dapat mencegah
kita untuk mampu melihat rencana Allah yang melampaui keselamatan pribadi. Iman
Kristen yang murni ini adalah cara untuk melihat dan memahami seluruh
realitas…..bahwa kebenaran yang menyeluruh terwujud dalam diri Kristus (logos,
Yohanes 1:1, Kolose 1:16-17, Yohanes 14:6)……Kristus adalah Tuhan seluruh
ciptaan, mulai dari jiwa manusia sampai pada jangkauan kosmos yang luas (lihat
Mazmur 2, 8, 110, Fil 2:5-11) …….Apabila kita benar-benar memahami hal ini, kita
harus mengakui bahwa iman Kristen tidak dapat dipersempit, sehingga menjadi
terbatas hanya pada Yohanes 3:16 atau rumusan-rumusan sederhana. Iman Kristen
tidak dapat dibatasi hanya pada satu bidang kehidupan kita, sekedar ibadah atau
ketaatan religius atau bahkan pengalaman keselamatan. Kita harus melihat iman
Kristen sebagai kebenaran yang mencakup segalanya, akar dari segala sesuatu. Ini
realitas yang hakiki…..ini mempengaruhi setiap aspek kehidupan; ini tidak
sekedar menyangkut, “Saya diselamatkan, Anda diselamatkan dan kita tidak perlu
kuatir lagi”. Ini menyangkut Allah, Pencipta segala sesuatu, menjadi penguasa
atas segalanya”.
Seperti dinyatakan Abraham Kuyper, teolog Belanda yang ternama dan perdana menteri Belanda,
“Tidak ada satu inci pun dalam seluruh lingkunag keberadaan kita sebagai manusia
yang tidak diklaim Kristus, sang Penguasa, sebagai milikNya”.
Apakah yang dimaksud dengan pelayanan holistik? Ada anggapan umum bahwa ‘pelayanan holistik’ sama dengan ‘pelayanan belas kasih’, membantu memberi makan, pakaian dan tempat
tinggal bagi si miskin. Ini bukan apa yang saya maksud dengan ‘pelayanan holistik’. Pemakaian istilah ‘holisme’ pertama-tama adalah untuk membetulkan apa yang dianggap sebagai pandangan yang tidak utuh atau parsial tentang Alkitab, dimana sebagian kebenaran Alkitabiah ditekankan padahal mengabaikan kebenaran-kebenaran penting lain yang terkandung di dalamnya. Maka pemakaian ungkapan pandangan dunia ’holistik’ atau ‘utuh’ menunjukkan perbedaan dengan pandangan dunia lain yang mempersempit cakupan ciptaan, dosa dan penebusan pada bidang yang terbatas dari pengalaman kita, yang biasanya disebut dengan istilah bidang ‘suci’ atau ‘rohani’. Dengan demikian “pelayanan holistik” adalah pelayanan yang lahir dari pandangan dunia alkitabiah yang holistik. Maka, pada hemat saya, pertanyaannya bukanlah, “Apakah seharusnya peran pelayanan holistik dalam gereja kita”, tetapi yang benar adalah, “Bagaimana gereja kita dapat memcerminkan holisme alkitabiah”.
Ini tidak berarti bahwa setiap orang Kristen dapat atau harus berusaha terlibat dalam setiap jenis pelayanan agar dapat menjadi ‘holistik’. Allah telah memberikan karunia yang berbeda-beda kepada gereja. Misi gereja melibatkan kita semua dengan semua perbedaan yang ada pada kita; penginjil, pemimpin, pembantu, profesional dan sebagainya dibutuhkan. Tidak seorang pun dibebaskan dari misi memperluas kerajaan Allah. Namun demikian, apa pun karunia yang telah diberikan kepada kita atau apa pun yang menjadi pusat pelayanan kita, gereja perlu menjalankan misinya dalam kerangka alkitabiah yang terpadu tentang ciptaan, kejatuhan dan penebusan. Menjadi holistik berarti bahwa apa pun yang kita kerjakan dan karunia apa pun yang kita terapkan dilakukan untuk kebesaran kerajaan Allah. Ini berarti, menjadi alat untuk memulihkan ciptaan yang rusak dan hancur agar menjadi baik kembali seperti yang dikehendaki Allah. Menjadi holistik tidak mengurangi legitimasi (hak) untuk memiliki bidang pelayanan khusus, tetapi secara praktis ini berarti bahwa gereja menjalankan misinya dengan pemahaman terhadap kebutuhan manusia seutuhnya dalam konteks masyarakat. Ini juga berarti bahwa akan ada penghargaan, kerja sama dan saling mendukung yang lebih besar antara gereja-gereja setempat dan badan-badan pekabaran injil, serta lembaga-lembaga yang melayani masyarakat.
Allah telah memilih gerejaNya untuk menjalankan misi. Paulus bertanya, “Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Dan bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia ?”(Roma 10:14). Allah sebenarnya dapat menggunakan kekerasan untuk menyatakan KerajaanNya, tetapi ia telah memilih menggunakan orang-orangnya, yang telah diberi kuasa oleh Roh Kudus untuk menyelesaikan tugasnya. Prinsip yang sama berlaku dalam menyembuhkan yang sakit, memberi makan kepada yang lapar, memberi pakaian kepada yang miskin, memberi tempat berteduh kepada tunawisma dan membantu para korban ketidakadilan. Allah sebenarnya dapat menggunakan ujung jubahnya untuk menyembuhkan yang sakit, tetapi ia telah memilih orang-orangnya untuk menyalurkan belas kasihan dan kasihNya.
Kita semua mendapatkan kehormatan untuk berperan dalam ikut menyebarkan kabar baik tentang Kerajaan Allah. Untuk itulah kita dengan suka cita maju sebagai gereja, baik dalam pekabaran injil, serentak dalam tanggung jawab sosial. Memberitakan dan menampakkan kabar baik tidak boleh dipisahkan dan diabaikan. Dalam upaya menjalankan pelayanan dalam bidang kita masing-masing, kita terutama harus saling mendukung dan menguatkan.(***)
1. Albert Walters, Creation Regained (Leicester, England: InterVarsity Press, 1985) pp. 4-6.
2. Ibid
3. Ibid
4. Apakah yang dimaksud dengan memerangi kegelapan ? Yesaya 58 memberikan kepada kita lebih dari sekedar petunjuk :
“…melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya, dan mematahkan setiap kuk, “Bukannkah ini berarti engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar, dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah; Apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian; “Maka terangmu akan merekah seperti fajar” (Yesaya 58:7-8 NASB)
- Periode enam bulan yang telah dilalui pada satu segi terasa cukup menggembirakan dan menjanjikan bahwa P3H akan dapat cukup banyak berperan dalam membantu gereja anggota dan masyarakat, tetapi pada pihak lain selama enam bulan ini kegiatan P3H agak tersendat. Kendala yang dihadapi adalah kekurangan tenaga pelaksana karena kesibukan kami masing-masing dalam kegiatan rutin.
Setelah tragedi hancurnya gedung WTC di New York pada tgl 11 September 2001 (dikenal juga dengan peristiwa 911) Nick Armstrong dan keluarga tertpaksa harus pulang ke Amerika Serikat selama 3 bulan. Oleh sebab itu pekerjaan sehari-hari Dirlak bertumpuk sehingga tidak bisa memberikan perhatian yang cukup untuk kegiatan P3H, akibatnya banyak kegiatan P3H yang tertunda. Untunglah Pak Nick sudah kembali sehingga bisa aktif kembali di CRWRC dan juga membantu kegiatan di P3H. - Bahan PA
Bahan PA yang akan diterbitkan untuk anggota P3H saat ini masih dalam penggodokan. Bahan PA ini diharapkan dapat membantu kita memahami misi kita dalam pelayanan holistik. Target penerbitannya adalah bulan Oktober 2002. - Penelitian Microenterprise Development (MED)
Penelitian MEDyang dilakukan oleh Pak Nick masih terus berjalan. Namun objek penelitian dialihkan ke Bali, karena dari pengalaman selama ini ternyata ada kesulitan tehnis untuk melakukannya pada Replika Grameen Bank (GB). Pak Nick sudah melakukan kontak dengan JAI (Jaringan Anugerah Indonesia) di Bali untuk meneliti lembaga-lembaga MED yang tergabung di dalam jaringan ini. JAI setuju kalau penelitian ini dilakukan di kalangan anggota JAI. - Pelatihan dan Start Up MF
Pelatihan MF diadakan pada tgl. 30 April – 13 Mei 2002 di Hotel Santhi Jl. Patih Jelantik no. 1 Denpasar, Bali, dengan pelaksana dari Wahana Kria Putri. Di antara gereja-gereja anggota, GTM dan GKSBS tidak mengirimkan utusannya. Jumlah peserta yang ikut ada 10 orang yaitu: Pier Z. Taka dan Simon Petrus Jiwa, S.E. (GKS); Ardi Hartoko dan Ratna Puspitaningtyas (GKJ); Daniel Posolang dan Matius Galuga (GT); Samuel A. Perdana (GKI Jateng); Sony Ch. Widyarsono (Yayasan Kristen Truka Jaya); Catur Topo N dan Bernadeta Rorita D. (Yayasan Percik). Peserta dari Truka Jaya dan Percik diikutkan sebagai mitra lama CRWRC.
Start up yang dilakukan bekerja sama dengan P3H baru akan dilakukan setelah pelatihan ini, dengan melihat pada rencana masing-masing gereja anggota. Hingga saat ini yang sudah memasukkan rencana start up adalah dari P3H Gereja Toraja. Yayasan Kuda Putih Sejahtera dari GKS juga sudah melakukan kontak untuk melakukan kerja sama dalam bidang MF. - Bantuan Kemanusiaan dan Perdamaian di Poso
Dalam rangka membantu menanggulangi konfik di Poso Dirlak P3H telah melakukan beberapa kali perkunjungan ke daerah-daerah konflik di Poso. Dari kunjungan ini direncanakan tiga kegiatan sebagai wujud kepedulian gereja-gereja terhadap masalah di Poso. Pertama akan membagikan bibit (padi, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah), dan alat pertanian sederhana (cangkul, arit dan parang) kepada para pengungsi dan mereka yang sudah kembali ke desanya. Sumber dana untuk kegiatan ini didapatkan dari CFGB (Canadian Food Grains Bank) Canada yang diberikan kepada CRWRC.
Kedua, melalui pendekatan intensif maka telah terbentuk Joint Committee antara Crisis Center-GKST dengan Yayasan Sejati (Islam) untuk melakukan pembangunan perdamaian (peacebuilding). Pada tgl. 15 – 19 April di Palu, dan tgl. 14 – 17 Mei di Poso telah dilakukan pelatihan kepada 36 orang agen perdamaian dari Islam dan Kristen secara bersama-sama. Mereka ini akan melatih lagi 300 agen perdamaian yang akan bekerja di 60 desa dalam 5 kecamatan. Pelatihan ini dilakukan dengan kerja sama dengan Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian Universitas Kristen Duta Wacana (PSPP-UKDW) dan Mennonite Central Committee (MCC). Pelatih berasal dari Kristen dan Islam.
Ketiga, kami akan mengumpulkan cerita-cerita pada saat konflik, melarikan diri dari desa dan selama di pengungsian dari kedua pihak. Cerita-cerita ini akan diterbitkan dalam bentuk buku kecil yang nantinya akan dibagikan secara cuma-cuma kepada warga Poso. Tujuan dari penerbitan cerita ini adalah untuk mengatakan bahwa dalam konflik ini semua orang adalah korban yang menderita, sehingga mereka tidak saling menyalahkan dan memusuhi. - Perkunjungan ke Sinode-sinode
Anggota DPH P3H dan Dirlak akan mengadakan kunjungan ke sinode-sinode anggota P3H. Tujuan kunjungan ini adalah untuk memperkenalkan P3H kepada sinode pendiri (sekaligus pemilik)nya. Selain itu dari kunjungan ini diharapkan juga diketahui apa yang diharapkan oleh jemaat-jemaat dari keberadaan P3H ini. - Undangan Menghadiri AWWP
Ketua P3H, Pdt Gideon G. Raru, diundang oleh CRWRC untuk menghadiri Assembly of World Wide Partners (AWWP) CRWRC pada tgl. 3 – 8 September 2002 di Colorado Spring, Colorado, Amerika Serikat. P3H diundang untuk mewakili mitra CRWRC di Indonesia dalam Pertemuan Raya ini. Dalam pertemuan ini semua mitra CRWRC dari seluruh dunia akan saling membagi pengalaman dan belajar untuk meningkatkan pelayanan bersama.
BERBAGI TIPS
Banyak kegiatan yang direncanakan oleh gereja danLembaga pelayanannya terpaksa tidak dilakukan karena kekurangan dana. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan menulis dan mengirimkan proposal untuk mencari dana. Proposal ini penting supaya orang atau lembaga lain mau mendukung program yang direncanakan. Pencarian dana dengan proposal ini dilakukan bukan hanya untuk dimasukkan kepada lembaga donor, tapi juga untuk masyarakat dan jemaat. Penulisan proposal sangat menentukan apakah proyek itu bisa mendapat dukungan dana atau tidak.
Fungsi proposal. Proposal adalah tulisan yang dibuat untuk meyakinkan masyarakat atau pembuat keputusan dalam lembaga donor bahwa proyek ini sangat penting didukung. Jika proyek ini dilaksanakan maka manfaatnya sangat besar. Yakinkan mansyarakat atau lembaga donor bahwa dengan mendukung proyek ini maka misi mereka juga tercapai dan mereka akan puas.
Panjang proposal. Proposal pada umumnya antara 3 sampai 5 halaman dan sederhana (tidak berbelit-belit). Dalam bahasa Inggris dikenal akronim KISS (Keep It Short and Simple). Kalau proposal terlalu panjang ada kecenderungan orang malas membacanya. Karena itu proposal harus dipisahkan dari dokumen proyek yang merupakan penjelasan rinci dan tehnis mengenai proyek ini. Dokumen proyek ini menjadi lampiran pada proposal yang ditulis untuk pembaca yang mengerti masalah-masalah tehnis mengenai proyek ini.
Bentuk proposal. Ada macam-macam bentuk proposal. Ada lembaga donor yang menyediakan formulir atau format untuk proposal. Jika ini ada, pakailah formulir/format yang ditentukan.
Waktu pengiriman. Carilah waktu yang tepat untuk mengirimkan proposal. Kalau itu dikirimkan ke lembaga donor, kirimkan itu sebelum anggaran mereka diputuskan, karena kalau lewat maka proposal tidak akan dibahas, dan harus menunggu sampai tahun anggaran berikutnya. Pada umumnya lembaga donor mempunyai tahun anggaran sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan lainnya. Ada lembaga yang membicarakan anggaran dua kali setahun, tetapi pada umumnya sekali setahun. Kalau proposal ini untuk bantuan bencana, segera kirimkan proposal ke lembaga donor saat bencananya sedang hangat diberitakan. Kalau dananya akan dicari dari masyarakat/ jemaat yang pada umumnya pegawai sebaiknya itu dilakukan pada tanggal muda.
Tujuan pengiriman. Kirimkan proposal ke lembaga yang melakukan kegiatan sejenis. Misalnya kalau proyeknya untuk demokratisasi carilah lembaga yang misinya untuk melakukan demokratisasi, jangan dikirimkan ke lembaga pemberdayaan ekonomi, misalnya. Yang bukan lembaga donor umumnya juga tidak memberikan bantuan dana. P3H dan CRWRC, misalnya, bukan lembaga donor, sehingga tidak memberikan bantuan dana. (BERSAMBUNG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar