Salam Sejahtera
Selamat bersua. Ini kunjungan kami yang pertama kehadapan anda. Harapan kami anda dalam keadaan damai sejahtera. Kami berharap dapat mengunjungi anda setiap triwulan.
Ini sudah tahun 2002. Kami mengucapkan Selamat Tahun Baru, semoga Berkat Tuhan semakin bertambah bagi kita semua. Nah, diawal tahun ini Holisitik hadir di tengah anda.
Newsletter ini adalah sarana komunikasi intern dari Pusat Pengembangan Pelayanan Holistik (P3H). Nama Holistik kami ambil dari nama lembaga yang sekaligus menjadi ciri pelayanan kami. Newsletter ini untuk sementara hanya diperuntukkan bagi kalangan sendiri saja. Sebagai sarana komunikasi intern maka diharapkan di masa depan ada komunikasi multi arah, yaitu dari kami di P3H kepada anggota, dari anggota kepada P3H, dari anggota kepada anggota dan juga dari pembaca kepada pembaca. Ini mungkin bisa disebut multi arah.
Kami mengharapkan melalui sarana komunikasi ini kita dapat saling menguatkan, menolong, berbagi keberhasilan dan beban dan bahkan saling mengeritik. Tujuan akhir dari semua ini adalah agar semua kita dapat menjadi lebih baik dalam melayani dunia ini, sehingga masyarakat kita semakin maju dan berkembang serta dapat merasakan damai sejahtera Allah.
Ini bukan bentuk akhir dari newsletter ini. Sebagai terbitan perdana, ia masih mencari bentuk. Di masa depan diharapkan untuk ditingkatkan lagi bentuknya, kalau mungkin berbentuk terbitan yang lebih serius. Masukan, saran dan kritik sangat kami harapkan dari pembaca. Silahkan hubungi kami, baik melalui surat, telepon, bertemu langsung, atau e-mail.
Dalam edisi perdana ini kami hanya menyajikan beberapa informasi untuk memperkenalkan apa itu P3H beserta kegiatan yang telah dan akan dilakukannya.
P3H saat ini belum mempunyai logo. Kami mengharapkan para pembaca dapat membantu kami untuk membuat logo ini. Jika anda, atau saudara, atau teman atau siapapun yang bisa membantu kami, tolong bantu kami. Ini juga menjadi salah satu metode pelayanan kami, yaitu melibatkan semua pihak.
Selamat bersua. Ini kunjungan kami yang pertama kehadapan anda. Harapan kami anda dalam keadaan damai sejahtera. Kami berharap dapat mengunjungi anda setiap triwulan.
Ini sudah tahun 2002. Kami mengucapkan Selamat Tahun Baru, semoga Berkat Tuhan semakin bertambah bagi kita semua. Nah, diawal tahun ini Holisitik hadir di tengah anda.
Newsletter ini adalah sarana komunikasi intern dari Pusat Pengembangan Pelayanan Holistik (P3H). Nama Holistik kami ambil dari nama lembaga yang sekaligus menjadi ciri pelayanan kami. Newsletter ini untuk sementara hanya diperuntukkan bagi kalangan sendiri saja. Sebagai sarana komunikasi intern maka diharapkan di masa depan ada komunikasi multi arah, yaitu dari kami di P3H kepada anggota, dari anggota kepada P3H, dari anggota kepada anggota dan juga dari pembaca kepada pembaca. Ini mungkin bisa disebut multi arah.
Kami mengharapkan melalui sarana komunikasi ini kita dapat saling menguatkan, menolong, berbagi keberhasilan dan beban dan bahkan saling mengeritik. Tujuan akhir dari semua ini adalah agar semua kita dapat menjadi lebih baik dalam melayani dunia ini, sehingga masyarakat kita semakin maju dan berkembang serta dapat merasakan damai sejahtera Allah.
Ini bukan bentuk akhir dari newsletter ini. Sebagai terbitan perdana, ia masih mencari bentuk. Di masa depan diharapkan untuk ditingkatkan lagi bentuknya, kalau mungkin berbentuk terbitan yang lebih serius. Masukan, saran dan kritik sangat kami harapkan dari pembaca. Silahkan hubungi kami, baik melalui surat, telepon, bertemu langsung, atau e-mail.
Dalam edisi perdana ini kami hanya menyajikan beberapa informasi untuk memperkenalkan apa itu P3H beserta kegiatan yang telah dan akan dilakukannya.
P3H saat ini belum mempunyai logo. Kami mengharapkan para pembaca dapat membantu kami untuk membuat logo ini. Jika anda, atau saudara, atau teman atau siapapun yang bisa membantu kami, tolong bantu kami. Ini juga menjadi salah satu metode pelayanan kami, yaitu melibatkan semua pihak.
TELAH LAHIR BAGI DIA
Seorang bayi baru lahir untuk diserahkan bagi Dia. Kulitnya masih merah, penglihatannya belum begitu terang, pendengarannya pun belum begitu jelas.
Yang pasti terlihat sehat. Detak jantungnya teratur baik. Tangan, mata, kaki, dan perlengkapan tubuh lainnya semua lengkap. Orang tuanya baik dan bertanggung jawab. Doakan saja supaya dapat tumbuh menjadi dewasa dan dapat berbuat sesuatu bagi Kerajaan Allah.
Bayi itu adalah sebuah lembaga yang bernama Pusat Pengembangan Pelayanan Holistik, disingkat P3H. Lembaga ini secara resmi berdiri pada tanggal 16 Februari 2001 yang diproklamasikan dalam suatu pertemuan yang berlangsung tanggal 14 - 16 Februari 2001 di Hotel Ruba Graha Yogyakarta.
Siapa bidannya?
Pertemuan ini diprakarsai oleh CRWRC (Christian Reformed World Relief Committee) Indonesia, sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang didirikan dan didukung oleh Gereja-gereja Reformasi di Amerika Utara (Christian Reformed Church in North America, CRCNA). Yang diundang dalam pertemuan ini adalah utusan dari keenam Sinode anggota REC (Reformed Ecumenical Council) yang ada di Indonesia.
Setelah mendengarkan ceramah dari Pdt. Eka Darmaputera, Andy Ryskamp dan melakukan diskusi yang mendalam, maka disepakati untuk membentuk suatu forum bersama yang diberi nama P3H. Kesepakatan pendirian pusat ini dituangkan dalam suatu Piagam Pendirian yang ditandatangani pada tanggal 16 Februari 2001 oleh Pdt. Bambang Muljatno (mewakili Gereja-gereja Kristen Jawa, GKJ), Pdt. Soleman Batti (mewakili Gereja Toraja, GT), Pdt. Paulus Sardjono (mewakili Gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah, GKI Jateng), Pritaloka Purbasari (mewakili Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan, GKSBS), Pdt. Octavianus Anduwatju (mewakili Gereja Kristen Sumba, GKS), Pdt. Untung S.K. Wijayaputra (mewakili Gereja Toraja Mamasa, GTM), dan Nick M. Amstrong (mewakili CRWRC Indonesia).
Selain para penandatangan, pertemuan ini juga dihadiri oleh masing-masing seorang utusan lainnya dari masing-masing sinode. Dari pihak CRWRC hadir juga Joe Lamigo dari Filipina yang adalah Ketua Tim CRWRC Asia, Andy Ryskamp (Executive Director Amerika Serikat), Jacob Kramer dan Pdt. K. John Koster (anggota Dewan Pengurus CRWRC Amerika Utara).
Mengapa perlu ada?
Gereja menyadari bahwa tugas panggilan gereja adalah untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini. Perwujudannya ini mewujud pada seluruh ciptaan, baik manusia maupun ciptaan lainnya. Manusia yang dimaksud mencakup anggota gereja dan bukan anggota gereja. Selain itu kuasa Kerajaan Allah itu juga meliputi seluruh aspek manusia, bukan hanya aspek spiritual. Cakupan panggilan gereja yang seperti ini dirumuskan dalam kata “Holistik.”
Selama ini sebetulnya gereja-gereja sudah mulai memikirkan dan melaksanakan panggilan yang Holistik ini, tetapi masih belum maksimal. Gereja melakukan pelayanan dalam bidang-bidang lain melalui lembaga-lembaga yang dibentuk oleh gereja, baik pada tingkat sinode, klasis / resort dan jemaat. Untuk memaksimalkan pelaksanaan tugas ini maka diperlukan kerja sama di antara gereja-gereja.
Peluang untuk gereja dapat melaksanakan tugasnya secara Holistik dengan lebih leluasa semakin besar setelah masa reformasi di Indonesia. Kalau dulu gereja hanya diberi batas pada masalah-masalah rohani untuk warganya sendiri, sekarang kemungkinan untuk melayani masyarakat secara luas lebih terbuka.
Di mana ia ada?
Pada dasarnya P3H ini ada pada setiap gereja karena mewujudkan Kerajaan Allah pada seluruh ciptaan itu adalah tugas gereja, sehingga gereja lah yang melakukan pelayanan Hlistik kepada dunia ini. Namun sebagai forum kerja sama P3H ini dikoordinasikan melalui kantor CRWRC di Jl. Cemara II/23 Salatiga.
Iskandar K. Saher, staff CRWRC Indonesia, bertindak sebagai Direktur Pelaksana P3H untuk periode 2001 - 2005.
Pada periode 2001 - 2005 ini yang mengemban tugas Dewan Pengurus adalah:
Ketua : Pdt. Gideon G. Raru (GT)
Sekretaris : Pdt. Bambang Muljatno (GKJ)
Bendahara : Nick M. Armstrong (CRWRC)
Anggota :
- Pdt. Octavianus Anduwatju (GKS)
- Pdt. Kristanto Budiprabowo (GKSBS)
- Budi Lazarusli (GKI Jateng)
- Pdt. Untung S.K. Wijayaputra (GTM)
Mengapa hanya anggota REC?
Pertanyaan terakhir yang masih tersisa adalah mengapa anggota P3H ini hanya gereja anggota REC di Indonesia? Jawabnya adalah bahwa karena pelayanan ini didasarkan pada pandangan teologis terhadap tugas panggilan gereja di tengah masyarakat, maka gereja-gereja reformasi memiliki pemahaman yang relatif sama. Kesamaan pandangan teologis inilah yang menjadi dasar keenam sinode ini untuk membentuk pusat ini. Dengan kesamaan ini diharapkan kita tidak menghabiskan energi untuk berdebat masalah teologis sebelum melakukan apa-apa.
Program Utama
Pada saat dideklarasikan pendirian P3H ini diputuskan kegiatan utamanya meliputi pemahaman dan penjemaatan konsep pelayanan Holistik, kegiatan perdamaian dan keadilan, peningkatan SDM, penelitian dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.(*)

Yang pasti terlihat sehat. Detak jantungnya teratur baik. Tangan, mata, kaki, dan perlengkapan tubuh lainnya semua lengkap. Orang tuanya baik dan bertanggung jawab. Doakan saja supaya dapat tumbuh menjadi dewasa dan dapat berbuat sesuatu bagi Kerajaan Allah.
Bayi itu adalah sebuah lembaga yang bernama Pusat Pengembangan Pelayanan Holistik, disingkat P3H. Lembaga ini secara resmi berdiri pada tanggal 16 Februari 2001 yang diproklamasikan dalam suatu pertemuan yang berlangsung tanggal 14 - 16 Februari 2001 di Hotel Ruba Graha Yogyakarta.
Siapa bidannya?
Pertemuan ini diprakarsai oleh CRWRC (Christian Reformed World Relief Committee) Indonesia, sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang didirikan dan didukung oleh Gereja-gereja Reformasi di Amerika Utara (Christian Reformed Church in North America, CRCNA). Yang diundang dalam pertemuan ini adalah utusan dari keenam Sinode anggota REC (Reformed Ecumenical Council) yang ada di Indonesia.
Setelah mendengarkan ceramah dari Pdt. Eka Darmaputera, Andy Ryskamp dan melakukan diskusi yang mendalam, maka disepakati untuk membentuk suatu forum bersama yang diberi nama P3H. Kesepakatan pendirian pusat ini dituangkan dalam suatu Piagam Pendirian yang ditandatangani pada tanggal 16 Februari 2001 oleh Pdt. Bambang Muljatno (mewakili Gereja-gereja Kristen Jawa, GKJ), Pdt. Soleman Batti (mewakili Gereja Toraja, GT), Pdt. Paulus Sardjono (mewakili Gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah, GKI Jateng), Pritaloka Purbasari (mewakili Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan, GKSBS), Pdt. Octavianus Anduwatju (mewakili Gereja Kristen Sumba, GKS), Pdt. Untung S.K. Wijayaputra (mewakili Gereja Toraja Mamasa, GTM), dan Nick M. Amstrong (mewakili CRWRC Indonesia).
Selain para penandatangan, pertemuan ini juga dihadiri oleh masing-masing seorang utusan lainnya dari masing-masing sinode. Dari pihak CRWRC hadir juga Joe Lamigo dari Filipina yang adalah Ketua Tim CRWRC Asia, Andy Ryskamp (Executive Director Amerika Serikat), Jacob Kramer dan Pdt. K. John Koster (anggota Dewan Pengurus CRWRC Amerika Utara).
Mengapa perlu ada?
Gereja menyadari bahwa tugas panggilan gereja adalah untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini. Perwujudannya ini mewujud pada seluruh ciptaan, baik manusia maupun ciptaan lainnya. Manusia yang dimaksud mencakup anggota gereja dan bukan anggota gereja. Selain itu kuasa Kerajaan Allah itu juga meliputi seluruh aspek manusia, bukan hanya aspek spiritual. Cakupan panggilan gereja yang seperti ini dirumuskan dalam kata “Holistik.”
Selama ini sebetulnya gereja-gereja sudah mulai memikirkan dan melaksanakan panggilan yang Holistik ini, tetapi masih belum maksimal. Gereja melakukan pelayanan dalam bidang-bidang lain melalui lembaga-lembaga yang dibentuk oleh gereja, baik pada tingkat sinode, klasis / resort dan jemaat. Untuk memaksimalkan pelaksanaan tugas ini maka diperlukan kerja sama di antara gereja-gereja.
Peluang untuk gereja dapat melaksanakan tugasnya secara Holistik dengan lebih leluasa semakin besar setelah masa reformasi di Indonesia. Kalau dulu gereja hanya diberi batas pada masalah-masalah rohani untuk warganya sendiri, sekarang kemungkinan untuk melayani masyarakat secara luas lebih terbuka.
Di mana ia ada?
Pada dasarnya P3H ini ada pada setiap gereja karena mewujudkan Kerajaan Allah pada seluruh ciptaan itu adalah tugas gereja, sehingga gereja lah yang melakukan pelayanan Hlistik kepada dunia ini. Namun sebagai forum kerja sama P3H ini dikoordinasikan melalui kantor CRWRC di Jl. Cemara II/23 Salatiga.
Iskandar K. Saher, staff CRWRC Indonesia, bertindak sebagai Direktur Pelaksana P3H untuk periode 2001 - 2005.
Pada periode 2001 - 2005 ini yang mengemban tugas Dewan Pengurus adalah:
Ketua : Pdt. Gideon G. Raru (GT)
Sekretaris : Pdt. Bambang Muljatno (GKJ)
Bendahara : Nick M. Armstrong (CRWRC)
Anggota :
- Pdt. Octavianus Anduwatju (GKS)
- Pdt. Kristanto Budiprabowo (GKSBS)
- Budi Lazarusli (GKI Jateng)
- Pdt. Untung S.K. Wijayaputra (GTM)
Mengapa hanya anggota REC?
Pertanyaan terakhir yang masih tersisa adalah mengapa anggota P3H ini hanya gereja anggota REC di Indonesia? Jawabnya adalah bahwa karena pelayanan ini didasarkan pada pandangan teologis terhadap tugas panggilan gereja di tengah masyarakat, maka gereja-gereja reformasi memiliki pemahaman yang relatif sama. Kesamaan pandangan teologis inilah yang menjadi dasar keenam sinode ini untuk membentuk pusat ini. Dengan kesamaan ini diharapkan kita tidak menghabiskan energi untuk berdebat masalah teologis sebelum melakukan apa-apa.
Program Utama
Pada saat dideklarasikan pendirian P3H ini diputuskan kegiatan utamanya meliputi pemahaman dan penjemaatan konsep pelayanan Holistik, kegiatan perdamaian dan keadilan, peningkatan SDM, penelitian dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.(*)
Berbagi :
Lingkaran Program
Membuat dan melaksanakan program gampang-gampang susah. Gampangnya ada yang bisa membuatnya dalam satu jam selesai, tapi ada yang perlu waktu berminggu-minggu. Lama pembuatan ini seringkali tidak menunjukkan mutu dari suatu program.
Dalam pembuatan program ada yang dikenal dengan siklus program (program cycle). Dalam metode ini, membuat program dimulai dengan merumuskan visi, yaitu gambaran tentang keadaan yang ingin dicapai setelah program itu selesai. Setelah dirumuskan gambaran itu barulah dibuat rancangan program.
Dalam tahap ini dituangkanlah apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya dan apa alat evaluasi berhasil tidaknya program itu.
Setelah rancangan selesai dibuat lagi rencana manajemen (management plan). Ini menyangkut masalah-masalah tehnis agar program itu bisa jalan. Setelah ini selesai barulah program dijalankan.
Setelah satu masa program jalan, maka dilakukan evaluasi.
Lamanya satu masa bisa berdasarkan tahun anggaran atau tahapan program.
Evaluasi ini bukan hanya menyangkut sejauhmana pelaksanaan program lancar, tapi dalam pengembangan masyarakat yang lebih penting adalah sejauh mana dampaknya terhadap masyarakat.
Alat evaluasi untuk kemajuan pada tingkat program atau lembaga disebut Institutional Capacity Indocators, sedangkan untuk keberhasilan dalam masyarakat disebut Community Capacity Indocators.
Selesai evaluasi ini dilakukan maka pada akhir suatu masa dalam siklus lembaga dilakukan lagi evaluasi untuk melihat sejauhmana pencapaian program ini terhadap misi lembaga keseluruhan. Evaluasi ini bisa diadakan setiap 5 tahun, atau 3 tahun.
Dalam evaluasi ini dilakukan juga analisis yang lebih mendalam untuk menjadi masukan bagi program tahun berikutnya.
Dari sini siklus program tahun berikutnya dimulai lagi.(*)
Membuat dan melaksanakan program gampang-gampang susah. Gampangnya ada yang bisa membuatnya dalam satu jam selesai, tapi ada yang perlu waktu berminggu-minggu. Lama pembuatan ini seringkali tidak menunjukkan mutu dari suatu program.
Dalam pembuatan program ada yang dikenal dengan siklus program (program cycle). Dalam metode ini, membuat program dimulai dengan merumuskan visi, yaitu gambaran tentang keadaan yang ingin dicapai setelah program itu selesai. Setelah dirumuskan gambaran itu barulah dibuat rancangan program.
Dalam tahap ini dituangkanlah apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya dan apa alat evaluasi berhasil tidaknya program itu.
Setelah rancangan selesai dibuat lagi rencana manajemen (management plan). Ini menyangkut masalah-masalah tehnis agar program itu bisa jalan. Setelah ini selesai barulah program dijalankan.
Setelah satu masa program jalan, maka dilakukan evaluasi.
Lamanya satu masa bisa berdasarkan tahun anggaran atau tahapan program.
Evaluasi ini bukan hanya menyangkut sejauhmana pelaksanaan program lancar, tapi dalam pengembangan masyarakat yang lebih penting adalah sejauh mana dampaknya terhadap masyarakat.
Alat evaluasi untuk kemajuan pada tingkat program atau lembaga disebut Institutional Capacity Indocators, sedangkan untuk keberhasilan dalam masyarakat disebut Community Capacity Indocators.
Selesai evaluasi ini dilakukan maka pada akhir suatu masa dalam siklus lembaga dilakukan lagi evaluasi untuk melihat sejauhmana pencapaian program ini terhadap misi lembaga keseluruhan. Evaluasi ini bisa diadakan setiap 5 tahun, atau 3 tahun.
Dalam evaluasi ini dilakukan juga analisis yang lebih mendalam untuk menjadi masukan bagi program tahun berikutnya.
Dari sini siklus program tahun berikutnya dimulai lagi.(*)
Artikel Lepas :
PELAYANAN HOLISTIK DI INDONESIA, Tantangan dan Peluang
(Disampaikan pada Seminar Christian Reformed World Relief Committee-CRWRC,di Yogyakarta 15 Februari 2001)
oleh : Eka Darmaputera, Ph.D.
Apa?
1. Apakah yang dimaksud dengan pelayanan Holistik itu?
(a) Ditinjau dari istilah yang dipakai, yang berasal dari bahasa Inggris. Kata whole atau wholeness yang mempunyai arti menyeluruh, utuh. Maka arti pelayanan Holistik adalah PELAYANAN YANG UTUH : PELAYANAN YANG MENYELURUH.
Untuk membedakan dengan pelayanan yang parsial / pelayanan yang sepotong-sepotong, pelayanan yang hanya menekankan sebagian saja dari satu keseluruhan.
—”Tugas gereja adalah ber PI, mencari jiwa-jiwa yang terhilang. Gereja bukan kantor sosial” dan tidak mempunyai sangkut paut dengan masalah kemanusiaan. Maka yang bersangkutan itu menganut paham yang parsial, bukan pelayanan yang Holistik.
—”Gereja melakukan pelayanan kasih untuk mereka yang sakit, yang miskin, yang terkena musibah. Ini ada ayat-ayatnya didalam Alkitab. Tapi ikut-Hambatan
3. Hambatan terhadap pelaksanaan pelayanan yang Holistik ada dua : “INTERNAL” dan “EKSTERNAL”.
3.1. Hambatan Internal
(a) Sulitnya mengubah paradigma berfikir yang
telah tertanam dari generasi ke generasi
(b) Kemalasan naluriah manusia melakukan inovasi
(tradisionalisme)
(c) Teologi yang tidak kondusif : dualisme. Ini
semakin diintensifkan lagi oleh perkembangan
intern : maraknya materialisme, individualisme, hedonisme dan pragmatisme rohani yang mempersulit kita dalam mencari keseimbangan / keutuhan yang proporsional antara kedua sisi.
3.2. Hambatan Eksternal
Di wilayah-wilayah yang ‘mayoritas Kristen’ : penyakit kemapanan dan mentalitas status-quo, apa yang sudah dijalankan generasi ke generasi, itu yang dilanjutkan, dengan berpikiran untuk apa susah-susah mencari jalan baru, satu contoh : kegiatan gereja hanya bertumpu pada kebaktian-kebaktian.
Sementara di wilayah-wilayah dimana kekristenan adalah ‘minoritas’ : kecenderungan introvert dan defensif. Apalagi, tidak jarang, yang dimaksudkan sebagai maksud baik tersebut disalahsangkai, dicurigai dan ditolak.
Peluang
4. Kita sekarang, paling sedikit sementara ini, sedang menikmati kebebasan dan oleh karena itu peluang yang luar biasa, tentu saja dengan pelbagai tantangan dan risikonya.
4.1. Semakin banyak dan rumit persoalan yang dihadapi oleh bangsa dan masyarakat kita, semakin terbuka lebar peluang dan kesempatan untuk bersaksi dan melayani ; untuk menghadirkan diri secara bermakna dan menjadi berkat yang sebesar-besarnya. Ini suatu realitas yang seharusnya disadari.
Kita hidup ditengah masyarakat yang sedang terpuruk. Gereja jangan ikut-ikutan terpuruk, tetapi
hendaknya melihat ini sebagai suatu peluang.
4.2. Bila (barangkali) kesempatan dan kebebasan sebagai gereja secara institusional untuk melakukan pelayanan Holistik relatif terbatas, paling tidak di beberapa wilayah, di era reformasi ini kesempatan yang luar biasa sedang dinikmati oleh LSM-LSM.
Sudah saatnya gereja-gereja menjalin kerjasama strategis dengan LSM-LSM, baik yang ‘kristen’ maupun yang ‘lintas agama’ yang memperjuangkan kasus-kasus yang seharusnya kita sebagai gereja memperjuangkannya seperti hak anak-anak, wanita, buruh dan sebagainya. Budaya “biar jelek asal milik sendiri” sudah saatnya ditinggalkan, sebab orientasi kita sekarang adalah pada kualitas dan efektifitas.
4.3. Walaupun mungkin dianggap ‘menyimpang’ dari pokok pembicaraan, toh perlu saya tekankan bahwa dua hal paling esensial yang dibutuhkan bangsa kita, sebenarnya dan seharusnya justru merupakan “nilai lebih” yang secara historis melekat pada jati-diri Kristiani kita sejak awal sejarahnya. Yaitu : Integritas moral pada aras individual dan solidaritas sosial pada aras komunal. Perlu dilihat dari sejarah gereja, pada dua hal ini kekristenan mempunyai nilai lebih, sehingga pada saat itu bila orang masuk Kristen bukan karena ia ‘lebih’ tetapi karena kedua hal itu. Sayang keduanya kini agaknya lebih merupakan potensi terpendam ketimbang enersi yang siap pakai (masih merupakan talenta). Kita mesti “menebusnya” kembali.
5. Sudah barang tentu untuk memanfaatkan peluang yang luar biasa itu, dibutuhkan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam kehidupan kita bergereja:
5.1.Dibutuhkan kemampuan analisis sosial yang handal, sehingga apa yang kita lakukan tidak intuitif belaka.
5.2. Berfikir inklusif dan ekstrovert.
5.3. Berfikir strategis ; artinya, tidak cuma melakukan apa yang kita bisa lakukan, melainkan melakukan apa yang harus kita lakukan.
6. Beberapa catatan perlu saya kemukakan berhubung dengan pelayanan dan kesaksian di bidang politik sebagai bagian dari pelayanan Holistik. Untuk ini saya coba mendaftar beberapa pertanyaan / keberatan yang umum dikemukakan.
6.1. Mengapa orang Kristen / gereja harus melibatkan diri dalam politik?
Jawab: sebab tidak ada pilihan lain. Dari lahir, kawin, sampai mati, orang tidak dapat menghindarkan diri dari politik.
6.2. Gereja harus apolitis.
Jawab: memilih untuk apolitis pun adalah sebuah pilihan politik dan merupakan pilihan yang bodoh dan merugikan, sebab itu berarti membiarkan diri kita menerima saja apa yang diputuskan pihak lain.
6.3. Apakah itu berarti gereja ber”politik praktis”?
Jawab: pertanyaan ini tidak jelas. Apakah ada politis yang tidak praktis? Tapi bila yang dimaksudkan adalah apakah gereja menjadi sama dengan lembaga-lembaga politik (seperti parpol, misalnya), jawabnya adalah TIDAK. Gereja melaksanakan tanggungjawab politiknya SEBAGAI GEREJA!
6.4. Bukankah politik itu “kotor”?
Jawab:
(a) Ya, politik itu kotor, tapi apa sih yang tidak kotor?
(b) Ya, politik itu kotor, tapi tidak harus begitu
(c) Ya, politik itu kotor, tapi seperti hanya bisnis, ini tidak boleh menjadi alasan bagi orang Kristen (sebagai orang Kristen!) terlibat di dalamnya.
6.5. Apa yang tidak boleh dilakukan oleh gereja dalam melaksankan tanggungjawab politiknya?
Jawab:antara lain, melakukan politik partisan : secara membabi-buta mendukung rejim / orang tertentu. Yang dibela adalah prinsip (keadilan, kebebasan, kebenaran, kesejahteraan, perdamaian, dan sebagainya)!
6.6. Apa hal-hal utama yang harus dilakukan gereja dalam melaksanakan tanggungjawab politiknya?
Jawab:
(a) Membina warga gereja untuk menjadi warga negara yang bertanggungjawab.
(b) Lebih khusus, membina warga gereja yang terpanggil untuk bersaksi dan melayani di bidang politik praktis untuk melaksanakan perannya dalam terang iman kristiani.
(c) Mematuhi ketentuan hukum dan berpartisipasi aktif dalam program- program yang mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat luas.
(d) Melaksanakan tugas kenabian dengan arif dan berani.
(e)Dalam batas kemampuan yang ada melaksankan tugas advokasi bagi korban ketidakadilan dan / atau melaksanakan program-program yang diperlukan oleh rakyat kecil, tapi belum memperoleh perhatian yang memadai oleh pihak lain dan sebagainya. (*)
Apa?
1. Apakah yang dimaksud dengan pelayanan Holistik itu?
(a) Ditinjau dari istilah yang dipakai, yang berasal dari bahasa Inggris. Kata whole atau wholeness yang mempunyai arti menyeluruh, utuh. Maka arti pelayanan Holistik adalah PELAYANAN YANG UTUH : PELAYANAN YANG MENYELURUH.
Untuk membedakan dengan pelayanan yang parsial / pelayanan yang sepotong-sepotong, pelayanan yang hanya menekankan sebagian saja dari satu keseluruhan.
—”Tugas gereja adalah ber PI, mencari jiwa-jiwa yang terhilang. Gereja bukan kantor sosial” dan tidak mempunyai sangkut paut dengan masalah kemanusiaan. Maka yang bersangkutan itu menganut paham yang parsial, bukan pelayanan yang Holistik.
—”Gereja melakukan pelayanan kasih untuk mereka yang sakit, yang miskin, yang terkena musibah. Ini ada ayat-ayatnya didalam Alkitab. Tapi ikut-Hambatan
3. Hambatan terhadap pelaksanaan pelayanan yang Holistik ada dua : “INTERNAL” dan “EKSTERNAL”.
3.1. Hambatan Internal
(a) Sulitnya mengubah paradigma berfikir yang
telah tertanam dari generasi ke generasi
(b) Kemalasan naluriah manusia melakukan inovasi
(tradisionalisme)
(c) Teologi yang tidak kondusif : dualisme. Ini
semakin diintensifkan lagi oleh perkembangan
intern : maraknya materialisme, individualisme, hedonisme dan pragmatisme rohani yang mempersulit kita dalam mencari keseimbangan / keutuhan yang proporsional antara kedua sisi.
3.2. Hambatan Eksternal
Di wilayah-wilayah yang ‘mayoritas Kristen’ : penyakit kemapanan dan mentalitas status-quo, apa yang sudah dijalankan generasi ke generasi, itu yang dilanjutkan, dengan berpikiran untuk apa susah-susah mencari jalan baru, satu contoh : kegiatan gereja hanya bertumpu pada kebaktian-kebaktian.
Sementara di wilayah-wilayah dimana kekristenan adalah ‘minoritas’ : kecenderungan introvert dan defensif. Apalagi, tidak jarang, yang dimaksudkan sebagai maksud baik tersebut disalahsangkai, dicurigai dan ditolak.
Peluang
4. Kita sekarang, paling sedikit sementara ini, sedang menikmati kebebasan dan oleh karena itu peluang yang luar biasa, tentu saja dengan pelbagai tantangan dan risikonya.
4.1. Semakin banyak dan rumit persoalan yang dihadapi oleh bangsa dan masyarakat kita, semakin terbuka lebar peluang dan kesempatan untuk bersaksi dan melayani ; untuk menghadirkan diri secara bermakna dan menjadi berkat yang sebesar-besarnya. Ini suatu realitas yang seharusnya disadari.
Kita hidup ditengah masyarakat yang sedang terpuruk. Gereja jangan ikut-ikutan terpuruk, tetapi
hendaknya melihat ini sebagai suatu peluang.
4.2. Bila (barangkali) kesempatan dan kebebasan sebagai gereja secara institusional untuk melakukan pelayanan Holistik relatif terbatas, paling tidak di beberapa wilayah, di era reformasi ini kesempatan yang luar biasa sedang dinikmati oleh LSM-LSM.
Sudah saatnya gereja-gereja menjalin kerjasama strategis dengan LSM-LSM, baik yang ‘kristen’ maupun yang ‘lintas agama’ yang memperjuangkan kasus-kasus yang seharusnya kita sebagai gereja memperjuangkannya seperti hak anak-anak, wanita, buruh dan sebagainya. Budaya “biar jelek asal milik sendiri” sudah saatnya ditinggalkan, sebab orientasi kita sekarang adalah pada kualitas dan efektifitas.
4.3. Walaupun mungkin dianggap ‘menyimpang’ dari pokok pembicaraan, toh perlu saya tekankan bahwa dua hal paling esensial yang dibutuhkan bangsa kita, sebenarnya dan seharusnya justru merupakan “nilai lebih” yang secara historis melekat pada jati-diri Kristiani kita sejak awal sejarahnya. Yaitu : Integritas moral pada aras individual dan solidaritas sosial pada aras komunal. Perlu dilihat dari sejarah gereja, pada dua hal ini kekristenan mempunyai nilai lebih, sehingga pada saat itu bila orang masuk Kristen bukan karena ia ‘lebih’ tetapi karena kedua hal itu. Sayang keduanya kini agaknya lebih merupakan potensi terpendam ketimbang enersi yang siap pakai (masih merupakan talenta). Kita mesti “menebusnya” kembali.
5. Sudah barang tentu untuk memanfaatkan peluang yang luar biasa itu, dibutuhkan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam kehidupan kita bergereja:
5.1.Dibutuhkan kemampuan analisis sosial yang handal, sehingga apa yang kita lakukan tidak intuitif belaka.
5.2. Berfikir inklusif dan ekstrovert.
5.3. Berfikir strategis ; artinya, tidak cuma melakukan apa yang kita bisa lakukan, melainkan melakukan apa yang harus kita lakukan.
6. Beberapa catatan perlu saya kemukakan berhubung dengan pelayanan dan kesaksian di bidang politik sebagai bagian dari pelayanan Holistik. Untuk ini saya coba mendaftar beberapa pertanyaan / keberatan yang umum dikemukakan.
6.1. Mengapa orang Kristen / gereja harus melibatkan diri dalam politik?
Jawab: sebab tidak ada pilihan lain. Dari lahir, kawin, sampai mati, orang tidak dapat menghindarkan diri dari politik.
6.2. Gereja harus apolitis.
Jawab: memilih untuk apolitis pun adalah sebuah pilihan politik dan merupakan pilihan yang bodoh dan merugikan, sebab itu berarti membiarkan diri kita menerima saja apa yang diputuskan pihak lain.
6.3. Apakah itu berarti gereja ber”politik praktis”?
Jawab: pertanyaan ini tidak jelas. Apakah ada politis yang tidak praktis? Tapi bila yang dimaksudkan adalah apakah gereja menjadi sama dengan lembaga-lembaga politik (seperti parpol, misalnya), jawabnya adalah TIDAK. Gereja melaksanakan tanggungjawab politiknya SEBAGAI GEREJA!
6.4. Bukankah politik itu “kotor”?
Jawab:
(a) Ya, politik itu kotor, tapi apa sih yang tidak kotor?
(b) Ya, politik itu kotor, tapi tidak harus begitu
(c) Ya, politik itu kotor, tapi seperti hanya bisnis, ini tidak boleh menjadi alasan bagi orang Kristen (sebagai orang Kristen!) terlibat di dalamnya.
6.5. Apa yang tidak boleh dilakukan oleh gereja dalam melaksankan tanggungjawab politiknya?
Jawab:antara lain, melakukan politik partisan : secara membabi-buta mendukung rejim / orang tertentu. Yang dibela adalah prinsip (keadilan, kebebasan, kebenaran, kesejahteraan, perdamaian, dan sebagainya)!
6.6. Apa hal-hal utama yang harus dilakukan gereja dalam melaksanakan tanggungjawab politiknya?
Jawab:
(a) Membina warga gereja untuk menjadi warga negara yang bertanggungjawab.
(b) Lebih khusus, membina warga gereja yang terpanggil untuk bersaksi dan melayani di bidang politik praktis untuk melaksanakan perannya dalam terang iman kristiani.
(c) Mematuhi ketentuan hukum dan berpartisipasi aktif dalam program- program yang mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat luas.
(d) Melaksanakan tugas kenabian dengan arif dan berani.
(e)Dalam batas kemampuan yang ada melaksankan tugas advokasi bagi korban ketidakadilan dan / atau melaksanakan program-program yang diperlukan oleh rakyat kecil, tapi belum memperoleh perhatian yang memadai oleh pihak lain dan sebagainya. (*)
AKTIVITAS KITA
April
Pada tanggal. 24 - 25 April 2001 telah diadakan rapat I Dewan Penguru
s P3H bertempat di Hotel Beringin Salatiga. Dalam rapat ini telah dipilih DPH yaitu Ketua Pdt. G.G. Raru, Sekretaris Pdt. Bambang Muljatno dan Bendahara Nick Armstrong.
Rapat ini juga mengesahkan peran P3H, program dan anggaran hingga Desember 2002 dan aturan penggantian biaya rapat dan kegiatan Dewan Pengurus. (*)
Pada tanggal. 24 - 25 April 2001 telah diadakan rapat I Dewan Penguru

Rapat ini juga mengesahkan peran P3H, program dan anggaran hingga Desember 2002 dan aturan penggantian biaya rapat dan kegiatan Dewan Pengurus. (*)
Mei
Awal Mei hingga akhir Juni 2001 Iskandar Saher, Dirlak P3H, dengan disponsori oleh CRWRC mengikuti kursus Peacebuilding di Summer Peacebuilding Institute (SPI), Eastern Mennonite University Harrisonburg (EMU), Virginia. Kursus ini dihadiri oleh peserta dari 56 negara di seluruh dunia, yang pada umumnya berasal dari LSM dan gereja. Peserta sangat beragam baik dari segi agama, seperti Kristen, Islam, Hindu, Budha, Yudaisme, Agnostik maupun bangsa. (*)
Juni
Pada tanggal 5 - 8 Juni 2001 Nick Armstrong dan Edwin Yasi Dera (dari Gereja Toraja) mengikuti konferensi Christian Micro Enterprise Development (CMED) di Thailand. Keduanya disponsori oleh CRWRC Indonesia.
Tujuan mereka menghadiri konferensi ini adalah untuk membuka wawasan dalam pelaksanaan micro enterprise (kewirausahaan) seperti kegiatan simpan pinjam, koperasi dan usaha kecil. Selain itu diharapkan dapat menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga lain yang bergerak dalam bidang yang sama, sehingga melalui hubungan ini anggota-anggota P3H bisa mendapatkan manfaat. (*)
Agustus
Pada tanggal 23 - 25 Agustus 2001 diadakan konferensi CMED khusus untuk Indonesia di Hotel Horizon Jakarta. Dalam kesempatan ini P3H berhasil mendapatkan jatah mengirim 3 orang peserta. Yang berangkat atas nama P3H adalah Edwin Yasi Dera (GT), Ibu Pingkan Santoso (GKJ) dan Nick Armstrong (CRWRC). Semula diharapkan setiap anggota P3H bisa mengirimkan seorang wakilnya, tapi karena keterbatasan tempat dan waktu pendaftaran, hanya tiga (3) orang ini yang bisa disertakan.
Pada bulan Agustus 2001 ini pula, ternyata P3H Salatiga mendapat adik baru, yaitu terbentuknya kepengurusan P3H Gereja Toraja. Susunan kepengurusannya adalah sebagai berikut : Ketua : Pdt. Soleman Batti, Wakil Ketua : Drs. Daniel Pasolang, Sekretaris : Abraham Tari, MSi, Wakil Sekretaris : Rimba Pasauran, MTh, Bendahara: Drs. Yoram Paratte, Anggota : Prof. Dr. Daud Malamassam dan Ir. Aris Tanan. Semoga tumbuh dan berkembang menjadi besar demi pelayanan bagi Kerajaan Allah. (*)
September
Pada tanggal 5 & 6 September 2001 diadakan rapat rutin Dewan Pengurus Harian di Salatiga. Rapat ini membicarakan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran ini. Sesuai dengan Anggaran Dasar P3H DPH akan berapat setiap 3 bulan. (*)
Nopember
P3H bersama GKI Jateng membantu menanggulangi bencana banjir di Kebumen. Kegiatannya adalah membagikan kompor, alat dapur, pakaian, buku paket dan beasiswa bagi siswa SD dan SLTP.
Pada saat ini Nick Armstrong sedang melakukan penelitian Micro Finance (MF) terhadap replika Grameen Bank di Indonesia. Model MF ini dikembangkan di Bangladesh dan dianggap sangat berhasil. Di Indonesia ada 18 replikanya dan pada bulan Nopember 2000 Menteri Koperasi Indonesia mengatakan model ini cukup berhasil di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana model ini diterapkan di Indonesia dan dari situ diharapkan juga bisa menemukan model yang paling sesuai bagi konteks masyarakat Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi kegiatan MF yang akan dijalankan oleh P3H.
Sebagai lembaga baru, P3H belum cukup mengenal anggota-anggotanya. Oleh sebab itu pada tahun 2002 Dirlak dan anggota DP mengadakan perkunjungan ke sinode-sinode anggota.
Tujuan kunjungan ini adalah untuk mengenal lebih dekat gereja-gereja anggota dan melihat kemungkinan-kemungkinan program P3H yang sesuai dengan keperluan gereja-gereja anggota.
Sebagai hasil dari mengikuti kursus Peacebuilding, Iskandar Saher saat ini sedang disusun kurikulum pelatihan Inisiatif Perdamaian untuk gereja-gereja anggota P3H. Dalam penyusunan ini akan diajak kerja sama pihak Menonnite Central Committee (MCC) Indonesia. Dari penjajagan informal, pihak MCC sudah menyatakan minatnya untuk membantu P3H melakukan pelatihan inisiatif perdamaian ini.
P3H sedang menyiapkan seri bahan PA yang akan disebarkan ke gereja-gereja anggota. Bahan PA yang akan dibuat ini adalah sebagai salah satu pelaksanaan program untuk pemahaman dan penjemaatan konsep pelayanan Holistik.
Maklum lembaga ini masih bayi, sehingga belum tahu persis apa yang kita maksudkan dengan Holistik itu. (*)
Awal Mei hingga akhir Juni 2001 Iskandar Saher, Dirlak P3H, dengan disponsori oleh CRWRC mengikuti kursus Peacebuilding di Summer Peacebuilding Institute (SPI), Eastern Mennonite University Harrisonburg (EMU), Virginia. Kursus ini dihadiri oleh peserta dari 56 negara di seluruh dunia, yang pada umumnya berasal dari LSM dan gereja. Peserta sangat beragam baik dari segi agama, seperti Kristen, Islam, Hindu, Budha, Yudaisme, Agnostik maupun bangsa. (*)
Juni
Pada tanggal 5 - 8 Juni 2001 Nick Armstrong dan Edwin Yasi Dera (dari Gereja Toraja) mengikuti konferensi Christian Micro Enterprise Development (CMED) di Thailand. Keduanya disponsori oleh CRWRC Indonesia.
Tujuan mereka menghadiri konferensi ini adalah untuk membuka wawasan dalam pelaksanaan micro enterprise (kewirausahaan) seperti kegiatan simpan pinjam, koperasi dan usaha kecil. Selain itu diharapkan dapat menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga lain yang bergerak dalam bidang yang sama, sehingga melalui hubungan ini anggota-anggota P3H bisa mendapatkan manfaat. (*)
Agustus
Pada tanggal 23 - 25 Agustus 2001 diadakan konferensi CMED khusus untuk Indonesia di Hotel Horizon Jakarta. Dalam kesempatan ini P3H berhasil mendapatkan jatah mengirim 3 orang peserta. Yang berangkat atas nama P3H adalah Edwin Yasi Dera (GT), Ibu Pingkan Santoso (GKJ) dan Nick Armstrong (CRWRC). Semula diharapkan setiap anggota P3H bisa mengirimkan seorang wakilnya, tapi karena keterbatasan tempat dan waktu pendaftaran, hanya tiga (3) orang ini yang bisa disertakan.
Pada bulan Agustus 2001 ini pula, ternyata P3H Salatiga mendapat adik baru, yaitu terbentuknya kepengurusan P3H Gereja Toraja. Susunan kepengurusannya adalah sebagai berikut : Ketua : Pdt. Soleman Batti, Wakil Ketua : Drs. Daniel Pasolang, Sekretaris : Abraham Tari, MSi, Wakil Sekretaris : Rimba Pasauran, MTh, Bendahara: Drs. Yoram Paratte, Anggota : Prof. Dr. Daud Malamassam dan Ir. Aris Tanan. Semoga tumbuh dan berkembang menjadi besar demi pelayanan bagi Kerajaan Allah. (*)
September
Pada tanggal 5 & 6 September 2001 diadakan rapat rutin Dewan Pengurus Harian di Salatiga. Rapat ini membicarakan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran ini. Sesuai dengan Anggaran Dasar P3H DPH akan berapat setiap 3 bulan. (*)
Nopember
P3H bersama GKI Jateng membantu menanggulangi bencana banjir di Kebumen. Kegiatannya adalah membagikan kompor, alat dapur, pakaian, buku paket dan beasiswa bagi siswa SD dan SLTP.
Pada saat ini Nick Armstrong sedang melakukan penelitian Micro Finance (MF) terhadap replika Grameen Bank di Indonesia. Model MF ini dikembangkan di Bangladesh dan dianggap sangat berhasil. Di Indonesia ada 18 replikanya dan pada bulan Nopember 2000 Menteri Koperasi Indonesia mengatakan model ini cukup berhasil di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana model ini diterapkan di Indonesia dan dari situ diharapkan juga bisa menemukan model yang paling sesuai bagi konteks masyarakat Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi kegiatan MF yang akan dijalankan oleh P3H.
Sebagai lembaga baru, P3H belum cukup mengenal anggota-anggotanya. Oleh sebab itu pada tahun 2002 Dirlak dan anggota DP mengadakan perkunjungan ke sinode-sinode anggota.
Tujuan kunjungan ini adalah untuk mengenal lebih dekat gereja-gereja anggota dan melihat kemungkinan-kemungkinan program P3H yang sesuai dengan keperluan gereja-gereja anggota.
Sebagai hasil dari mengikuti kursus Peacebuilding, Iskandar Saher saat ini sedang disusun kurikulum pelatihan Inisiatif Perdamaian untuk gereja-gereja anggota P3H. Dalam penyusunan ini akan diajak kerja sama pihak Menonnite Central Committee (MCC) Indonesia. Dari penjajagan informal, pihak MCC sudah menyatakan minatnya untuk membantu P3H melakukan pelatihan inisiatif perdamaian ini.
P3H sedang menyiapkan seri bahan PA yang akan disebarkan ke gereja-gereja anggota. Bahan PA yang akan dibuat ini adalah sebagai salah satu pelaksanaan program untuk pemahaman dan penjemaatan konsep pelayanan Holistik.
Maklum lembaga ini masih bayi, sehingga belum tahu persis apa yang kita maksudkan dengan Holistik itu. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar