More about P3H

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
Pusat Pengembangan Pelayanan Holistik (P3H), adalah sebuah forum bersama milik 6 sinode anggota Reformed Ecumenical Church (REC) yang berkantor di Salatiga. Anggota P3H antara lain : Gereja Kristen Jawa (GKJ), Sinode Gereja Kristen Indonesia Sinwil Jateng (GKI Sinwil Jateng), Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS), Gereja Toraja (GT), Gereja Toraja Mamasa (GTM) dan Gereja Kristen Sumba (GKS). Melalui media online ini, kami berharap kegiatan P3H sebagai forum bersama milik gereja, dapat dibaca lebih luas dan lebih cepat, khususnya bagi pembaca yang dapat mengaskes internet. Kami berharap masukan dan saran dapat diberikan kepada Buletin Holistik, demi perbaikan buletin Holistik serta tampilannya secara online ini. Selamat membaca.

Jumat, 27 Februari 2009

Edisi III/Oktober/2002

Dari Redaksi


Salam

Kali ini Holistik terbit dengan warna baru. Warna terbitan Holistik mulai nomer ini akan disesuaikan dengan warna logo P3H, yaitu biru langit. Kami senang akhirnya P3H bisa mempunyai logo yang dibuat oleh Andreas Dwi Saksono yang memenangkan sayembara membuat logo P3H. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada Andreas dan kepada semua orang yang telah mengirimkan logonya kepada kami. Partisipasi ini menunjukkan bahwa P3H mendapat respons yang cukup baik dari anggota jemaat.
Artikel dalam terbitan kali ini masih melanjutkan yang lalu. Tulisan Pak Nick masih mengenai holisme; dalam berbagi masih melanjutkan tips membuat proposal (yang ternyata masih harus bersambung karena cukup panjang). Satu tulisan yang agak lain adalah pengalaman salah seorang relawan kami, Leo Meranga, yang terjebak pada saat terjadi serangan bulan Agustus lalu di Poso. Pengalaman ini cukup berharga untuk mengungkapkan bahwa dalam konflik sebenarnya tidak ada rakyat yang diuntungkan, sebab semua menderita. Karena itu usaha perdamaian sesulit apapun itu perlu diusahakan.Salah satu contoh yang menyengsarakan adalah peristiwa pengeboman di Bali tgl. 12 Oktober 2002 yang lalu. Ini peristiwa tragis yang menyengsarakan rakyat. Ada orang yang kehilangan keluarga, suami, istri, kekasih, teman. Ada yang kehilangan rumah, usaha dan penghasilan. Dalam jangka yang cukup lama, akan ada banyak orang akan kelaparan karena pekerjaan mereka tidak memberikan hasil. Damailah bangsaku!





BERBAGI I :


Di Tengah Konflik Poso

Berkaitan dengan program pemberian dan monitoring bantuan relief Seeds & Tools bagi korban kerusuhan Poso, maka pada tanggal 21 Juli 2002 bersama Pak Iskandar, saya berangkat ke Palu dan Tentena. Keberangkatan ini dilakukan dalam rangka koordinasi pelaksanaan pendistribusian dan monitoring bantuan yang akan dilakukan oleh dua yayasan mitra kerja yang ada di Palu dan Tentena. Kerja sama yang dilakukan yaitu pemberian bantuan relief berupa bibit dan alat-alat pertanian untuk membantu meringankan beban korban konflik Poso dari kedua belah pihak. Setelah semua persiapan dilakukan, maka Pak Iskandar kembali ke Palu untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda.
Sejak kedatangan kami di Poso, situasi di daerah Poso dan sekitarnya kelihatannya sudah aman dan kondusif, sehingga pelaksaan program Seeds & Tools dipastikan dapat dilaksanakan. Bahkan penduduk di beberapa desa yang semula mengungsi sudah kembali ke desanya masing-masing dan sudah dapat hidup berdampingan dengan rukun dan damai antara dua kelompok yang bertikai kurang lebih 8 bulan. Kenyataan ini semakin membuat kami optimis bahwa program Seeds & Tools dapat dilakukan dan sekaligus sebagai “jembatan” untuk dilakukannya rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bertikai.
Tetapi kondisi ini tidak berjalan lama. Setelah beberapa hari berada di sana mulai terlihat ada riak-riak yang mengarah pada akan terjadinya konflik. Selang beberapa waktu situasi kembali memanas dan Poso mulai bergejolak. Terjadinya penyerangan yang mendadak terhadap beberapa desa yang berada di sekitar Kota Poso telah menyebabkan terjadinya situasi menjadi kacau kembali. Sebagian penduduk dari desa-desa yang mengalami penyerangan tersebut ada yang mengungsi, tetapi ada juga yang tetap bertahan walaupun rumah mereka telah terbakar. Mereka ini hanya masuk ke hutan-hutan kecil yang berada di dekat kampung mereka.
Melihat keberadaan pengungsi dan masyarakat yang rumahnya habis terbakar, secara sadar telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam terhadap apa yang dialami oleh mereka yang menjadi korban. Bersama beberapa teman yang peduli dengan situasi ini, kami membentuk kelompok relawan untuk membantu korban konflik. Kami ikut dalam evakuasi dan melihat kondisi desa yang hampir semua rumahnya telah terbakar, sementara itu warga yang belum mengungsi tinggal di dalam hutan yang dekat dengan desa mereka. Kondisi mereka sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Banyak dari mereka tidak sempat lagi membawa barang bawaannya dan hanya menggunakan pakaian yang menempel ditubuh saja. Kebutuhan makan dan peralatan dapur juga tidak sempat terbawa. Sementara itu untuk berlindung, mereka hanya menggunakan bahan yang tersedia saja, seperti kain, plastik atau karung, padahal diantara mereka banyak anak-anak dan manula. Sungguh suatu realita kehidupan manusia yang selama ini tak pernah dibayangkan dan terlintas dalam pikiran. Seketika kata “kehidupan” menjadi sangat bermakna dan menjadi satu hal yang patut disyukuri sebagai karunia Tuhan terbesar kepada kita manusia.
Gambaran kehidupan ini telah menjadi bagian dari sebuah pengalaman hidup yang getir, dengan potret kehidupan yang menimbulkan rasa iba yang mendalam dan telah memberikan berbagai makna dalam hati. Keterlibatan dalam membantu korban konflik dan tertahan selama 3 minggu untuk dapat keluar dari Poso karena adanya ancaman penembakan dan pemblokiran jalan merupakan pengalaman hidup yang mungkin susah untuk dilupakan.
Namun di balik semua itu, pengalaman ini telah menghadirkan kerinduan yang mendalam akan terciptanya perdamaian dan keamanan di Poso. Bukan makna perdamaian yang semu atau hanya tulisan yang tertera di pamflet-pamflet dan kesepakatan-kesepakatan perdamaian, namun kedamaian nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat di sana. Seiring dengan keinginan masyarakat yang sudah merasa capek dengan situasi konflik yang telah mereka jalani kurang lebih selama 3 tahun. Saat ini satu-satunya kerinduan mereka adalah terciptanya kehidupan damai, untuk merajut kemablai kehidupan mereka yang lebih layak dan lebih baik.
(Leo Meranga)


ARTIKEL LEPAS



Mencoba Memahami Makna “Holisme”
(Bagian 2, Selesai)


Oleh : Nick Armstrong



Penginjilan dan Tanggung Jawab Sosial




Tulisan ini adalah bagian kedua yang merupakan kelanjutan dari artikel pada
terbitan yang lalu. Tulisan ini ingin mendorong gereja menuju pada holisme
Alkitabiah. Tulisan ini akan dimulai dengan bagian akhir dari tulisan pertama
yaitu: “Kita semua mendapatkan kehormatan untuk berperan dalam ikut menyebarkan
kabar baik tentang Kerajaan Allah. Untuk itu kita dengan suka cita maju
sebagai gereja, baik dalam pekabaran Injil, serentak dalam tanggung jawab
sosial.”



Ketegangan yang ada antara penginjilan dan tanggung jawab sosial telah muncul, terutama karena kesalahpahaman yang mendalam tentang keduanya. Water Brueggemann, profesor Perjanjian Lama di Seminari Theologi Columbia, berkata demikian,




“... iman yang serius dan bertanggung jawab memperhatikan penginjilan yang
serius dan juga melakukan aktivitas sosial secara sengaja sengaja.”



Selanjutnya Brueggemann mempertahankan pernyataan ini dengan mengembangkan gagasan bahwa di balik kedua mandat tersebut, penginjilan dan tanggung jawab sosial, adalah Allah, yang menjadi subyek utama penginjilan dan agen utama bagi perubahan sosial. Gereja tidak ingin meremehkan penginjilan, karena itu akan meremehkan isi dan klaim dari subyek penginjilan itu sendiri, yaitu Allah. Sebagai akibatnya, hakekat dari penginjilan tidak begitu menakjubkan atau berbahaya, tetapi ini telah direduksi menjadi kegiatan untuk membawa orang untuk masuk kedalam institusi gereja, yang sesungguhnya seringkali lebih diarahkan untuk mempertahankan status quo daripada menjadi terang dunia. Membawa orang ke dalam gereja menjadi lebih penting daripada Allah yang seharusnya menjadi penentu aktivitas gereja.
Menurut Brueggemann, Allah seharusnya yang menjadi penentu, termasuk dalam aktivitas sosial. Mengenai “Allah yang adalah agen penentu dari aksi sosial”, Brueggemann menyatakan,




“Allah, Pencipta langit dan bumi bekerja untuk memperbaiki, menebus dan
memulihkan dunia, sehingga menjadi ciptaan yang baik…..ciptaan baru…. Inilah
yang selalu menjadi kehendak Allah. Adalah godaan besar bagi apa yang disebut
aktivis sosial untuk membayangkan bahwa ‘Allah tidak bekerja, melainkan hanya
kita yang bekerja.’……Yang penting untuk mengendalikan anggapan ini adalah
kesadaran dan pengakuan. Bahwa Allah adalah agen penentu yang memang bekerja
secara efektif agar semua menjadi baik adanya.”
Bahwa Allahlah,
Yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas,
Yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar,
Tuhan membebaskan orang-orang yang terkurung,
Tuhan membuka mata orang-orang buta,
Tuhan menegakkan orang yang tertunduk,
Tuhan mengasihi orang-orang benar,
Tuhan menjaga orang-orang asing,
anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali,
tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya,
Tuhan itu Raja untuk selama-lamanyan, Allahmu,
Ya Sion, turun-temurun! Haleluya !
(Mazmur 146 :7 -10, LAI)
Brueggemann merangkum gagasan ini dengan mengatakan,




“Maka, apabila diakui bahwa Allah adalah subyek dari Injil dan Allah adalah agen
aktivitas sosial, maka tidak dapat dibayangkan terjadi pertentangan di antara
keduanya. Pertentangan atau ketegangan di antara keduanya hanya mungkin terjadi
apabila pekabaran Injil dilepaskan dari Allah,




dan apabila aktivitas sosial dilakukan dalam otonomi manusia tanpa kedaulatan Allah.3
John Scott melanjutkan sejalan dengan pemikiran ini ketika ia berkata,
“[Tanggung jawab sosial dan penginjilan] merupakan kesatuan….dan walaupun dalam beberapa situasi boleh-boleh saja memusatkan perhatian pada penginjilan atau aktivitas sosial tanpa menggabungkan keduanya, tetapi pada umumnya dan dalam teori, keduanya tidak dapat dipisahkan. Kasih kita kepada sesama akan diwujudkan dalam kepedulian holistik terhadap semua kebutuhan mereka…….”4
Seperti yang tertulis dalam laporan Grand Rapids, “penginjilan dan aktivitas sosial adalah ”seperti dua sisi dari sebuah gunting atau dua sayap dari seekor burung.”5 Kata dan perbuatan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari membawa berita baik Kerajaan Allah. Namun demikian, sewaktu kita melakukan salah satu dari keduanya, yang terbaik adalah tidak melupakan bahwa Allah yang pengampun dan adil adalah subyek penginjilan kita dan agen aksi sosial. Barang tentu, kita jangan sampai jatuh ke dalam perangkap mengacaukan penginjilan dan aksi sosial, karena kata dan perbuatan dibedakan dalam Alkitab. Tetapi kita juga jangan mempertentangkannya. Walaupun berbeda, keduanya adalah bagian dari kehidupan Kristiani dan tidak sepantasnya disimpan dalam ruang tertutup yang terpisah jauh dari yang lain. Gereja perlu meraih kesempatan untuk merestrukturisasi bagaimana kita menjalankan misi penginjilan dan bagaimana badan yang satu dapat bekerja sama dengan yang lain, khususnya antara badan-badan ‘Pengembangan Masyarakat’ dan ‘Lembaga Penginjilan’. Dengan perspektif holistik dan semangat bekerja sama, gereja dapat bergerak maju ke arah front persatuan dan meninggalkan perselisihan yang dahulu sering menggoda kita.
Dalam Manifesto Manila yang membahas keunggulan penginjilan, beberapa pihak telah mengacaukan kata ‘primary’ (utama) dengan ‘ultimate’ (akhir), dengan menyatakan bahwa manifesto tersebut bermaksud menyampaikan bahwa penginjilan adalah misi ‘akhir’ dari gereja. Manifesto itu sendiri menggunakan istilah ‘utama’. Saya kira ada perbedaan besar di antara keduanya. Seperti yang akan saya bahas dalam bagian berikut, ‘Kerajaan Allah’ adalah kepedulian akhir dari gereja, bukannya penginjilan atau aksi sosial. Bagaimanapun juga, kita harus mengakui penginjilan sebagai sesuatu yang utama dalam arti bahwa penginjilan itu penting untuk memberitakan kabar baik dan injillah yang mengubah manusia dan manusia yang berubah mengubah masyarakat. Oleh karena itu kalimat berikutnya yang dinyatakan manifesto adalah
“…..Yesus tidak hanya memproklamasikan Kerajaan Allah, tetapi ia juga menunjukkan kedatangannya dengan karya kasih dan kuasa. Kita sekarang dipanggil dalam kesatuan kata dan perbuatan yang serupa.”
Stott mengatakan, “Secara logis ‘tanggung jawab sosial Kristen menjadi syarat orang Kristen yang bertanggung jawab secara sosial’ dan injillah yang menghasilkannya.” Bagaimana mungkin injil tidak menghasilkan perubahan semacam itu apabila subyek injil (evangel) dan agen perubahan adalah Allah yang “mengusahakan keadilan, menyelamatkan yang tertindas, membela anak-anak yatim dan memperjuangkan perkara janda-janda (Yesaya 1 : 15-17).

Kerajaan Allah
Gereja adalah instrumen untuk membawa kerajaan Allah,. Allah telah memilih gereja untuk misi semacam itu, “Gereja bukan tujuan dari misi, tetapi kerajaanlah yang menjadi tujuan (Jones 1972, 35). Kita harus ingat bahwa “yang utama” adalah kerajaan6, bukan gereja. Bryant Myers menyatakan,
“Kita harus ingat bahwa gereja, sementara merupakan tanda kerajaan, bukanlah kerajaan itu sendiri. Kerajaan menilai dan menebus gereja. Gereja hanya menjadi tanda hanya sejauh roh membuatnya demikian. Gereja adalah tanda yang sejati hanya selama ia hidup sesuai dengan roh dan kehidupan kerajaan.”7

Prioritas Misi
Maka gereja perlu ditanam dimana belum ada yang lain dan ia perlu mengambil ‘kehidupan kerajaan’ atau ‘bertumbuh dalam segala hal menurut Kristus’. Menanam dan membantu gereja ‘bertumbuh’ adalah tugas utama misi kita untuk membawa Kerajaan Allah.
Prioritas tugas misi gereja seharusnya tidak berdasarkan pada pilihan antara proklamasi dan aksi sosial. Gereja tidak dapat dan seharusnya tidak mengabaikan masing-masing sebagai instrumen Kerajaan Allah. Sewaktu kita bergerak dalam misi pengembangan gereja dan penginjilan, kita harus selalu sepenuhnya melihat pada subyek ibadah dan penginjilan kita dan sewaktu kita melakukan aksi sosial, kita harus selalu ingat bahwa Allah adalah agen yang mengubah hati dan masyarakat. Apabila kita berbicara tentang gereja yang “bertumbuh dalam segala hal menurut Kristus” atau ‘gereja melangkah maju’, jangan pernah lupa untuk bertanya, “bertumbuh menjadi apa?, maju kemana?” Murid-murid macam apa yang dihasilkan? Gereja macam apa yang disemaikan? Apakah mereka murid-murid dan gereja yang peduli pada apa yang jelas menjadi kepedulian Allah? Allah yang melihat umatNya berpuasa sementara juga menganiaya orang di tempat kerja mereka dan berkata :



“Bukan! Berpuasa yang Kuhendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu
kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang
teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi
orang lapar, dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan
apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian, dan
tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (Yesaya 58 :
6-,7,LAI)



Siapakah murid-murid dan gereja yang datang untuk mengenal hati Allah ?



“serta mengadili perkara orang sengsara dan orang miskin dengan adil. Bukankah
itu namanya mengenal Aku?” demikianlah firman Tuhan. (Yeremia 22 : 16, LAI)



Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik, dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu, selain berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu ?” (Mikha 6:8, LIA).
Di sini saya menggarisbawahi bagian yang sering kali diabaikan dari apa yang dimaksudkan dengan ‘bertumbuh dalam segala hal menurut Kristus’. Dapatkah kita mengatakan bahwa gereja yang tidak melibatkan diri dalam memberikan pertolongan kepada si miskin atau menyelamatkan korban ketidakadilan sebagai gereja yang “bertumbuh”?
Tugas-tugas apa yang harus dilakukan gereja? Kebijaksanaan, kemampuan untuk melihat dan keberanian dengan bimbingan dan kuasa Roh Allah, dibutuhkan untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana memprioritaskan sumber daya dalam situasi tertentu. Kemana pelayanan akan diarahkan, dengan cara-cara apa pelayanan dilakukan dan seberapa cepat pelayanan itu berkembang adalah semata-mata prerogatif [Allah]”.* Ada beberapa macam strategi yang digunakan gereja mula-mula yang dapat dijadikan pedoman gereja masa kini.
Gereja menghadapi tantangan yang serius berupa kemungkinan mengalami dislokasi (terlepas) dari dunia kita dan ini perlu direnungkan dengan sungguh-sungguh. Seperti diungkapkan Walter Brueggemann, “Dislokasi luar biasa dan tidak dapat disangkal dari lembaga gereja konvensional mungkin merupakan kesempatan agar gereja bersama-sama menyerahkan diri kembali kepada kuasa Roh Allah”. Dalam banyak hal, dampak dualisme dan budaya moderen telah mengakibatkan gereja mengabaikan orang miskin dan tertindas pada waktu belakangan ini. Ini membutuhkan kesadaran dalam gereja yang memiliki implikasi penting dalam cara-cara gereja membagikan sumber daya yang telah dianugerahkan kepadanya. Singkatnya, gereja perlu memberikan lebih banyak perhatian kepada yang membutuhkan dan korban ketidakadilan. Mengenai prioritas misi kita, Scott berkata,



“Oleh karena Allah peduli kepada si miskin, sementara eksploitasi si miskin itu
terjadi karena kecerobohan dan ketidakpedulian gereja, maka kini gereja harus
berpihak kepada si miskin. Gereja harus memusatkan pelayanannya ... supaya
gereja itu bisa menjangkau yang miskin dan tertindas.”



Hal ini sama sekali tidak harus menciptakan ketegangan antara penginjilan dan aktivitas sosial. Pelayanan kepada si miskin tidak boleh mengabaikan berita Injil, atau aktivitas sosial, karena Allah adalah subyek berita Injil yang memihak dan memelihara kaum miskin; dan Allah juga adalah agen untuk mengubah keadaan sosial yang tidak baik. “Iman yang sungguh-sungguh memperhatikan penginjilan secara serius, dan juga melakukan aktivitas sosial secara sengaja. Memberitakan Injil (penginjilan) dan menampakkan kabar baik (sebagai tindakan dalam konteks sosial) tidak boleh dipisahkan dan diabaikan. Jadi kita seharusnya mendorong dan mendukung segala talenta dan pelayanan yang dilakukan oleh anggota gereja yang bertujuan untuk memuliakan Allah (yang adalah subyek dari penginjilan dan agen aktivitas sosial) yang secara sungguh-sungguh peduli kepada si miskin dan tertindas (lih. Mas. 146).*



AKTIVITAS KITA




  1. Perkunjungan ke Sinode
    Pada bulan Juli 2002 P3H berkesempatan berkunjung ke Gereja Kristen Sumba (GKS). Perkunjungan ini adalah atas inisiatif P3H yang meminta untuk bertemu dengan
    pimpinan GKS dan yayasan-yayasannya yang melayani masyarakat di Sumba. Kunjungan ini juga dilaksanakan bertepatan dengan pelaksanaan Sidang Sinode GKS ke-38 yang diadakan pada 2 – 12 Juli 2002. Yang ikut dalam rombongan P3H adalah Pdt. Bambang Muljatno (Sekretaris), Nick Armstrong (Bendahara), Iskandar Saher (Dirlak), dan Monika Rum Mahanani (staf CRWRC). Pdt. Gideon G. Raru yang semula direncanakan ikut serta ternyata tidak bisa ikut karena pada saat yang bersamaan dilakukan pemakaman ayahandanya. Tujuan perkunjungan ini adalah untuk memperkenalkan P3H kepada GKS dan untuk mengenal dari dekat GKS. Dalam persidangan Sinode, Iskandar Saher, atas nama P3H menyampaikan ucapan selamat kepada persidangan dan memperkenalkan P3H.
    Dari kunjungan ini akan dijalin kerja sama dengan GKS. Sejauh ini kerja sama akan dilakukan melalui Yayasan Kuda Putih Sejahtera (YKPS) dalam bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat. P3H menghubungkan YKPS untuk mendapat bantuan dari Partner for Christian Develompemnt (PCD) di Amerika Serikat untuk memperluas pelayanannya di Sumba Barat. Proyek ini, hingga berita ini diturunkan, masih dalam proses. Kemungkinan kerjasama berikutnya adalah dengan Yapmas (Yayasan Pendidikan Masehi) yang mengelola berbagai sekolah di seluruh Sumba dan Yumerkris (Yayasan Rumah Sakit Kristen) yang mengelola Rumah Sakit Kristen di Waingapu dan Waikabubak. Rencana proyek lainnya yang belum terealisasikan adalah pengendalian hama belalang, karena kurangnya data penunjang.
    Pada bulan Agustus 2002, Pdt. Bambang Muljatno mengikuti Sidang Sinode GKSBS di Belitang. Dalam kunjungan ini juga diperkenalkan P3H kepada GKSBS dan terjadi percakapan untuk menjalin kerja sama yang lebih erat di kemudian hari. Perjalanan ke tempat persidangan ini cukup jauh, tapi cukup bermanfaat dalam rangka menjalin hubungan yang lebih erat.
    Kegiatan perkunjungan ini akan terus dilanjutkan. Pada pertengahan November, Pdt. Gideon G. Raru, Pdt. Bambang Muljatno, Nick Armstrong dan Iskandar Saher akan melakukan kunjungan ke GTM dan GT. Awal tahun 2003 Tim P3H akan berkunjung kembali ke GKSBS.

  2. Seminar Undang-Undang Yayasan
    Menjelang diberlakukannya UU No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan, P3H bekerja sama dengan LP3K (Lembaga Perencanaan dan Pembinaan Pendidikan Kristen) Sinode GKJ-GKI Jateng, YPE (Yayasan Pendidikan Eben Ezer) GKI Salatiga, YBKS (Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial) Surakarta menyelenggarakan Seminar Sehari yang membahas mengenai Undang-Undang ini. Peserta seminar yang diundang adalah Pengurus Yayasan dari Sekolah-Sekolah Kristen yang dilayani oleh LP3K. Pembicara dalam seminar ini adalah Saptono, S.Pd., yang membahas draft Rencana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Pramudya, S.H. dan H. Budi Untung, S.H., M.H. yang membahas mengenai Undang-Undang Yayasan.
    Peserta dalam seminar ini dibatasi pada pengelola sekolah, karena mereka ini yang mau tidak mau akan dikenai oleh pemberlakuan Undang-Undang ini. Jumlah peserta yang hadir adalah 59 orang, dari 75 orang yang diundang. Menurut para peserta, seminar ini sangat membantu mereka untuk mempersiapkan diri menerima pemberlakuan UU No. 16/2001 ini, dan beberapa yayasan yang langsung melakukan konsultasi dengan pembicara untuk menyesuaikan AD mereka.

  3. Pembuatan bahan PA
    Pembuatan bahan PA masih terus berlanjut. Pekerjaan ini agak lambat majunya karena kesibukan Nick Armstrong dan Iskandar Saher. Hingga saat ini baru 50% pekerjaan yang dapat diselesaikan. Untuk program ini P3H dibantu oleh Jeffrie Lempas dan Dharma Pelekahelu. Diharapkan pada awal tahun depan bahan ini sudah dapat diterbitkan.

  4. Pembuatan Data Base
    P3H saat ini sedang mengerjakan pembuatan data base berbasis peta digital. Data base ini diharapkan akan membantu sinode-sinode dalam membuat kebijakan dan pengambilan keputusan. Isi dari data base ini adalah data sosial ekonomi penduduk berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000 dan dikombinasikan dengan data gereja dan yayasan anggota P3H. Dengan data base ini akan digambarkan situasi masyarakat dan anggota jemaat berdasarkan lokasi desa, kecamatan dan kabupaten.
    Sampai saat ini sudah terkumpul data dari GKI Jateng, GKJ, GKS dan sebagian GT. Masih ditunggu lagi data dari GKSBS, sebagian GT dan GTM. Target pembuatan data base ini adalah akhir bulan November 2002. Apabila data ini sudah selesai akan diberikan ke kantor sinode anggota P3H untuk dipergunakan sesuai dengan keperluan masing-masing.

  5. AWWP
    P3H mendapat undangan dari CRWRC (Christian Reformed World Relief Committee) untuk menghadiri Assembly of World Wide Partners di Glen Eyrie, Colorado, Amerika Serikat pada tgl. 3 – 8 September 2002. P3H diundang sebagai mitra utama CRWRC di Indonesia. Pdt. G.G. Raru telah mempersiapkan diri untuk menghadiri pertemuan ini, tetapi pada saat pelaksanaannya beliau sakit dan dilarang oleh dokter untuk pergi, karena harus beristirahat total. Dalam pertemuan ini Nick Armstrong, sebagai Country Team Leader CRWRC Indonesia, dan Iskandar Saher, sebagai koordinator Justice CRWRC Asia ikut hadir. Pertemuan ini adalah pertemuan yang dihadiri oleh mitra-mitra CRWRC di seluruh dunia. Jumlah peserta yang hadir berjumlah 230 orang yang berasal dari Asia, Afrika Barat, Afrika Timur & Selatan, Eropa Timur, Amerika Latin dan Amerika Utara. Dalam pertemuan ini diadakan berbagai ceramah dan lokakarya serta berbagi pengalaman pelayanan di antara mitra dari seluruh dunia. Tema pertemuan ini adalah: “Hope in Community” yang diambil dari Yes. 40:31.

BERBAGI (Bagian II)

MENULIS DAN MEMASUKKAN PROPOSAL
(Lanjutan)


Pada umumnya ada lima langkah dalam menulis proposal (3 langkah akan hadir pada penerbitan mendatang).
1. Merumuskan Tujuan.
Ini adalah bagian yang sulit tapi penting dalam sebuah proposal. Bagian ini seperti kalau kita mau pergi maka kita harus menetapkan kemana kita mau pergi.
Ada kalanya orang memasukkan tujuan umum dan tujuan khusus, tapi untuk satu proyek yang wajib dicantumkan adalah tujuan khusus. Tujuan umum menjelaskan ke arah mana proyek ini akan diarahkan, sedangkan tujuan khusus adalah apa saja yang akan dicapai setelah proyek itu dilaksanakan. Tujuan biasanya dirumuskan dalam satu kalimat yang jelas tentang a) hasil yang akan dicapai, b) cara yang akan dipakai untuk mencapai hasil itu, c) siapa yang akan menerima manfaat dari proyek itu, dan d) apa manfaat yang akan diterimanya.
Tujuan yang tidak mencantumkan keempat unsur di atas, kelihatannya cukup baik, tapi tidak cukup. Misalnya tujuan “agar masyarakat di desa X mendapatkan air bersih yang cukup setiap hari sepanjang tahun” kedengaran cukup baik, tapi bagaimana caranya itu dilakukan? Apakah dengan memasang pipa sepanjang 100 Km, atau menerbangkan air dengan pesawat Hercules setiap hari? Lalu, siapa dari masyarakat itu yang akan menerima air itu? Apakah Perangkat Desa dan keluarganya, atau orang-orang yang tinggal di dekat bandara, atau siapa? Kemudian untuk apa air itu dipakai? Apakah untuk mencuci mobil Mercy pengusaha yang ada di desa itu atau siapa? Jadi buatlah tujuan itu jelas dan dapat diukur.
Untuk memudahkan membuat perumusan tujuan ini, buatlah tabel yang terdiri dari empat kolom untuk “hasil yang diharapkan”, “cara pencapaiannya” “siapa yang akan memenfaatkan”, dan “bagaimana itu dimanfaatkan.” Cobalah berulang-ulang sampai didapatkan hasil yang memuaskan.
Hal lain yang perlu ditambahkan adalah dari mana kita akan mendapatkan data tentang keberhasilan mencapai tujuan itu. Misalnya dari mana kita mendapatkan data tentang kualitas air yang dihasilkan dari proyek ini, data tentang siapa saja yang memanfaatkan air itu dan untuk apa mereka memanfaatkannya


2. Menyiapkan Argumen
Bagian ini biasanya diberi nama Latar Belakang, atau Justifikasi. Ini adalah inti dari suatu proposal yaitu kita memberikan argumentasi untuk meyakinkan pembaca bahwa usulan (proposal) kita ini layak didukung karena sangat diperlukan.
Ada empat unsur penting yang dimasukkan pada bagian ini. Keempat unsur itu adalah a) kondisi sekarang (biasanya kondisi yang kurang ideal), b) apa penyebab dari kondisi itu (problem), c) kemungkinan untuk mengatasi problem itu, dan d) apa yang kita usulkan. Misalnya kondisinya masyarakat di desa X tadi tidak bisa mendapatkan air sepanjang tahun. Apa yang menyebabkannya? Apakah karena masyarakat tidak punya sumur dan untuk menggali sumur mereka tidak punya cangkul, atau di desa itu tidak ada sumber air walaupun sudah digali sumur sedalam 20 meter, atau apa? Lalu apa saja kemungkinan yang bisa kita pikirkan untuk mengatasi masalah ini, dan kemungkinan mana yang paling baik. Berdasarkan analisis ini kemudian kita mengusulkan untuk melakukan proyek apa? Sebagai catatan tambahan perlu diingat bahwa tidak semua proyek dirancang untuk mengatasi masalah, bisa juga itu untuk membangun sesuatu yang baru sama sekali.
Pada bagian usulan tuliskanlah aktivitas secara rinci. Hal yang perlu dimasukkan adalah: di mana proyek akan dilakukan, apa yang akan dilakukan, bagaimana itu akan dilakukan, siapa yang akan dilibatkan dan dalam kapasitas sebagai apa, apakah ada prakondisi untuk pelaksanaan proyek ini (misalnya perlu pelatihan, penelitian, dll), kapan dan berapa lama proyek ini akan dilaksanakan, bagaimana akan dilakukan monitoring dan dilakukan oleh siapa, evaluasi akan dilakukan kapan, bagaimana dan oleh siapa, dan sumber daya apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan proyek ini. Semua aktivitas ini nanti akan nampak dalam anggaran proyek.
Ada baiknya juga mencantumkan kemungkinan resiko kegagalan, baik yang bersifat intern maupun ektern. Ini berisi apa saja yang mungkin menggagalkan proyek ini. Yang perlu juga dimasukkan adalah dampak (impact) dari proyek ini baik bagi masyarakat setempat maupun pada tingkat yang lebih luas. Dampak adalah perubahan yang terjadi dalam hidup seseorang sebagai hasil dari proyek ini. Misalnya dalam proyek pengadaan air bersih, anggota masyarakat nantinya akan mandi setiap hari dan mencuci pakaian dan peralatan dapur setiap hari. Perubahannya adalah orang yang dulunya jarang mandi setelah ada proyek ini akan mandi setiap hari, dan perlengkapan rumah tangga yang dulunya hanya dilap nanti akan dicuci sampai bersih.
Pada umumnya orang mencantumkan bagian kedua ini sebagai awal dari proposal, tetapi ada juga yang memulainya dengan tujuan. Tidak masalah mana yang dulu dan kemudian.
(BERSAMBUNG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar