More about P3H

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
Pusat Pengembangan Pelayanan Holistik (P3H), adalah sebuah forum bersama milik 6 sinode anggota Reformed Ecumenical Church (REC) yang berkantor di Salatiga. Anggota P3H antara lain : Gereja Kristen Jawa (GKJ), Sinode Gereja Kristen Indonesia Sinwil Jateng (GKI Sinwil Jateng), Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS), Gereja Toraja (GT), Gereja Toraja Mamasa (GTM) dan Gereja Kristen Sumba (GKS). Melalui media online ini, kami berharap kegiatan P3H sebagai forum bersama milik gereja, dapat dibaca lebih luas dan lebih cepat, khususnya bagi pembaca yang dapat mengaskes internet. Kami berharap masukan dan saran dapat diberikan kepada Buletin Holistik, demi perbaikan buletin Holistik serta tampilannya secara online ini. Selamat membaca.

Jumat, 06 Maret 2009

Edisi VIII/Oktober/2004

Dari Dapur Redaksi
Kehilangan Jejak

Halo para pembaca yang budiman, bagiamana kabar Anda? Kita berjumpa kembali dalam buletin Holistik edisi yang ke-8. Rasanya cepat sekali waktu berlalu, beberapa bulan lalu, buletin Holistik edisi ke-7 baru saja didistribusikan, kini sudah ada edisi 8 di tangan Anda. Kemunculan Holistik memang sempat mengalami keterlambatan pada edisi-edisi sebelumnya. Itulah alasan mengapa edisi selanjutnya ikut-ikutan molor. Atas keterlambatan ini, kami mohon maaf.
Selain mengirim buletin Holistik, kami baru saja selesai dengan proses pendistribusian buku bahan Pemahaman Alkitab (PA) kepada gereja-gereja anggota P3H di 6 sinode. Jumlah buku yang dikemas dalam dus-dus itu adalah 3000 buah dan tertumpuk di gudang kantor P3H selama beberapa bulan. Mengingat proses penggarapannya sudah memakan waktu lama, maka kami bertekad pengirimannya tidak dapat ditunda-tunda lagi. Maka setelah mendata alamat para pendeta (pemimpin PA) di gereja-gereja anggota P3H dan menyiapkan perlengkapan teknis lainnya, kami segera mengemasnya satu per satu dan mengirimkannya. Tentu saja proses ini pun lumayan memakan waktu, kira-kira 2 bulan penuh! Sebanyak kurang lebih 90 dus masing-masing berisi 20 buku selesai dipaketkan ke 4 sinode di luar Jawa, sedangkan selebihnya hampir 400 buku dikirimkan per orangan di wilayah sinode di Jawa.
Meskipun menguras keringat, namun selesainya pendistribusian ini melegakan hati, setidaknya hal ini kami rasakan setelah mendapat respon dari beberapa gereja yang menyatakan

keinginannya untuk dikirimi lagi. Waduh, tentu permintaan seperti ini harus kami bicarakan ulang, karena untuk saat ini jumlah yang dicetak sangat terbatas dan secara teknis untuk jumlah besar kami harus mengatur ulang urusan cetak dan distribusinya. Namun demikian, kami tetap menantikan komentar terhadap buku Bahan PA ini setelah diujicobakan kepada jemaat (kelompok PA) yang dipimpin. Ini akan menjadi masukan yang berharga bila nantinya dianggap perlu untuk menerbitkan seri berikutnya.
Selain cerita melegakan tersebut, ada juga kisah sedih di balik proses pengiriman bahan PA. Ternyata ada beberapa paket yang kembali ke kantor P3H. Masing-masing dengan keterangan yang berbeda-beda, umumnya mereka sudah berpindah alamat. Sayang sekali, kami kehilangan jejak alias kesulitan melacaknya karena per orangan bukan gereja. Oleh karenanya kami mohon kerjasama para pembaca buletin Holistik yang budiman, untuk memberitahukan kepada redaktur mengenai perubahan alamat Anda supaya Holistik atau kiriman dari P3H tetap sampai di tangan Anda.
Oya, P3H tahun depan akan berusia 4 tahun! Lalu? Meskipun P3H tidak pernah rewel minta dirayakan ultahnya seperti seorang anak kecil tapi alangkah bahagianya P3H bila ultah ke-4 nanti dirayakan. Tidak usah pakai pesta, P3H hanya ingin kado sederhana. Yakni sebuah karya tulisan dari pembaca tentang Pelayanan Holistik. Dilombakan lho, selengkapnya baca saja dalam buletin ini.
Akhirnya, kami mengucapkan selamat membaca Holistik edisi 8!

------------------------------------------------------

AKTIVITAS KITA

1. Lokakarya Kemitraan GKS – Protestanse Kerk in Nederland
Pada tanggal 12-14 Juli 2004, telah berlangsung acara lokakarya kemitraan antara Gereja Kristen Sumba (GKS) dan Global Ministry/Kerkinactie Protestanse Kerk In Nederland (GM/PKN). Acara selama tiga hari itu digelar di kantor sinode GKS, Sumba Timur dan diikuti oleh lebih dari 30 peserta yang secara pribadi maupun lembaga ikut terlibat secara langsung dalam pelayanan GKS selama ini. Pertemuan ini diadakan dilatarbelakangi oleh kemunculan perubahan di kedua pihak. Perkembangan di Indonesia akhir-akhir ini membuat berbagai perubahan baik pada tingkat nasional maupun lokal. Perubahan ini juga terjadi di Sumba. Selain itu dalam kehidupan bergereja juga terjadi berbagai perubahan, sehingga perlu direspons dengan baik agar kehidupan bergereja dapat berjalan dengan baik. Sedangkan penyatuan GKN dengan gereja lainnya yang menghasilkan Protestantse Kerk adalah suatu perubahan yang besar dan mendasar. Dengan penyatuan ini pada dasarnya GKN sudah tidak ada lagi. Ini berarti mitra utama GKS adalah sebuah lembaga yang “baru” dan berbeda dari GKN. Untuk itulah perlu pemikiran ulang mengenai bentuk kemitraan seperti apa yang sesuai agar misi kedua gereja (GKS dan PKN) dapat dilaksanakan dengan baik.

Sebagai narasumber dari GKS dihadirkan Pdt. David Umbu Dingu (Sekum GKS), Pdt. A.A Djewanggoe (PGI) dan dari Belanda hadir Klaas Aikes (Program Officer Desk Asia Pasific Kerkinakctie), Pdt. Luinstra dan Ibu (keduanya pernah melayani jemaat GKS pada tahun 1981-1998). Para narasumber mengulas beberapa hal seperti kondisi terkini di antara kedua pihak serta pengalaman dan pengamatan tentang hubungan kerjasama keduanya. Pertemuan menghasilkan konsensus baru tentang kerjasama antara GKS dan PKN/GM khususnya dalam 3 hal penting yakni visi dan misi kemitraan, pemberdayaan ekonomi dan keuangan, pertumbuhan gereja dalam pembentukan civil society di tengah masyarakat plural. Dengan hasil tersebut, diharapkan tertata kemitraan yang responsif terhadap perubahan dan tantangan yang terjadi.

2. Pelatihan Capacity Building Untuk 12 Sinode Sulutteng
Dalam rangka mengembangan kapasitas dan profesionalisme pelayanan gereja, P3H/CRWRC diminta bantuannya oleh Kerkinactie di Belanda untuk memfasilitasi capacity building bagi 12 sinode di Sulawesi Utara dan Tengah (Sulutteng). Rencananya pelatihan ini akan diadakan di enam tempat di wilayah Sulutteng pada bulan November dan Desember 2004. Untuk mempersiapkan pelatihan tersebut, P3H/CRWRC bekerjasama dengan Sinode Am Gereja-gereja (SAG) Sulutteng dan Kerkinactie mengadakan “Training of Trainers”(ToT) bagi Pengurus Harian (PH) SAG di hotel Dhyana Pura, Bali pada tanggal 11-15 Agustus 2004.
Pelatihan ini diikuti oleh 7 orang dari SAG yang nantinya akan menjadi fasilitator dalam pelatihan bagi 12 sinode.
Ikut serta pula dalam ToT ini Ibu Lin Tjeng (Kerkinactie), Simon dan Lies Langbroek (Volunteer/Belanda). Materi pelatihan yang diberikan meliputi 3 hal yakni pembangunan kapasitas (capacity building), sistem keuangan berbasis Quickbooks serta pengenalan terhadap Internet dan e-mail. Bertindak sebagai failitator dari P3H/CRWRC adalah Iskandar Saher, Monika Rum Mahanani dan Dewi Yuliyanti. Selain melatihkan ketiga materi utama di atas, ToT juga dimanfaatkan sebagai ajang revisi, sehingga masukan-masukan terhadap materi akan memberi kontribusi pada perbaikannya, di samping memperhatikan faktor kondisi riil yang ada di sana. Dengan demikian, materi pelatihan nantinya betul-betul berangkat dari kebutuhan dan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.. Meskipun jadwal padat, namun acara berlangsung lancar dan penuh keakraban.

3. Rencana Pelatihan Penanggulangan Bencana
Dalam pertemuan Kespel P3H Mei lalu, salah satu pokok yang ikut disepakati adalah pentingnya meningkatkan kapasitas gereja khususnya dalam merespons bencana. Menindaklanjuti kesepakatan bersama tersebut P3H berencana mengadakan sebuah pelatihan penanggulangan bencana. Pelatihan dianggap penting sebagai sarana memperdalam kemampuan dan keterampilan dalam penanggulangan bencana. P3H akan bekerjasama dengan CRWRC untuk mendatangkan narasumber Jacob Kramer, dari Canadian Food Grain Bank (CFGB), sebuah bank pangan yang berkantor pusat di Kanada. CFGB mengkhususkan pelayanannya di bidang pengadaan pangan (Food Security). Pelatihan ini direncanakan akan diadakan awal November 2004 dan akan diikuti oleh utusan dari 6 sinode anggota P3H masing-masing 2 orang. Mohon dukungan doa agar rencana ini dapat terwujud.


4. Pertemuan Bersama Deputat Kespel Klasis Sinode GKJ-P3H
Menindaklanjuti pertemuan Kespel P3H pada bulan Mei 2004, Departemen Kesaksian dan Pelayanan Sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ) menggelar sebuah pertemuan serupa yang melibatkan kespel klasis-klasis di sinode GKJ. Acara tersebut berlangsung pada 24-25 Agustus 2004 bertempat di Sinode GKJ Salatiga. Selain dimanfaatkan sebagai media sosialiasi tentang pelayanan yang holistik dan P3H, acara yang diikuti oleh 21 klasis GKJ di Jawa ini juga menghasilkan gagasan-gagasan bagaimana melakukan pelayanan bersama dalam satu jaringan antar depkespel klasis. Salah satu harapan yang muncul ialah bahwa P3H mampu membantu klasis dalam rangka mengembangkan kapasitas gereja.Utusan klasis juga diberi kesempatan untuk mensharekan pengalaman pelayanan selama ini. Diharapkan gagasan dan harapan yang lahir dari pertemuan tersebut dapat diteruskan menjadi rencana aksi yang sebagai wujud kolaborasi antar klasis-klasis—sinode melalui P3H.


5.“Rumah Baru Kita Indonesia” Dari Desk PKB
Setelah agak lama tak terdengar kabarnya, baru-baru ini Desk Pembangunan Kehidupan Bergereja (Desk PKB) selesai mencetak buku berjudul “Rumah Baru Kita, Indonesia”. Buku ini merupakan seri I dari serangkaian seri Pendidikan Kewarganegaraan yang disiapkan Desk PKB bagi para pemimpin dan fungsionaris gereja-gereja khususnya anggota P3H –sebagai kelompok yang ikut serta dalam awal kelahiran desk yang diluncurkan Desember 2003 lalu. Buku ini berisi penjelasan mengenai lembaga-lembaga negara setelah beberapa kali terjadi amandemen terhadap UUD’45. Ini disajikan untuk mengetahui perubahan-perubahan di dalam lembaga-lembaga tersebut. Diharapkan buku yang sudah dikirimkan kepada 6 sinode anggota P3H ini dapat menambah wawasan para pemimpin/fungsionaris gereja maupun lembaga keagamaan umumnya, baik dalam rangka menjalankan peran politiknya maupun dalam rangka pendidikan kewarganegaraan bagi warga dan masyarakat umumnya.

6. Pelatihan Renstra Di GKJ Cepu
Pada tanggal 8 September, Gereja Kristen Jawa (GKJ) Cepu mengadakan acara pelatihan Perencanaan Strategis (Renstra). P3H bertindak selaku fasilitator. Pelatihan ini diikuti oleh sekitar 25 orang, terdiri dari anggota komisi dan majelis GKJ Cepu. Materi yang disampaikan meliputi Visi dan Misi; Analisis SWOT; Penentuan Prioritas dan Strategi. Biasanya materi renstra secara lengkap membutuhkan waktu 2-3 hari untuk dilatihkan, namun karena waktu yang tersedia hanya 1 hari, maka 3 materi itulah yang dapat disampaikan secara ringkas. Ini adalah kesempatan kedua bagi P3H setelah sebelumnya pernah memfasilitasi seminar dalam rangka ulang tahun GKJ Cepu ke-50. Diharapkan melalui pelatihan ini, para anggota majelis dan jemaat khususnya dapat mengetahui dan ikut serta dalam proses pembuatan visi/misi dan strategi yang biasanya hanya dilakukan pada tingkat elite gereja. Setelah mengetahui arah pelayanan gereja, maka setiap program yang dilahirkan dan dilaksanakan benar-benar muncul dari perencanaan yang berasal dari jemaat untuk mewujudkan visi dan misi yang sudah dibuat secara bersama-sama.

-----------------------------------------------

ARTIKEL LEPAS

Gereja & Restoran



oleh : Iskandar Saher




Pada bagian pertama dari tulisan ini, penulis memaparkan adanya titik kesamaan antara Gereja dan Restoran. Meskipun keduanya tidak berhubungan secara langsung namun sama-sama menawarkan sesuatu untuk “dibeli” atau dinikmati. Agar banyak diminati, keduanya perlu memiliki kapasitas yang mendukung. Keduanya juga perlu membidik selera pasarnya. Tulisan bagian kedua kali ini akan mengulas bagaimana gereja -layaknya sebuah restoran jeli terhadap apa yang ditawarkannya.




Gereja sebagai Restoran
Kelemahan utama gereja-gereja kita adalah tidak tahu persis apa yang ditawarkan. Kalau kita katakan kita menawarkan keselamatan, keselamatan yang seperti apa? Ketidaktahuan terhadap apa yang kita tawarkan ini membuat kita juga sulit menentukan kapasitas apa yang perlu dibangun. Seandainya gereja adalah sebuah warung makan, mungkin yang ditawarkan mie rebus yang disajikan seadanya di tempat seadanya dan dengan pelayan yang sekedarnya. Pembeli tentu saja bosan dan berpindah ke warung lain yang menunya lebih bervariasi, pelayanan baik, suasana ruangan nyaman.
Konsekuensi berikutnya dari ketidaktahuan ini adalah perencanaan gereja yang tidak terarah. Katakanlah kita ingin merencanakan studi lanjut (S2 & S3) untuk para pendeta. Pertanyaan pertama adalah dengan tawaran pelayanan yang kita tawarkan, perlu tidak pendeta bergelar S2 dan S3; atau cukup dengan pendidikan pendek non gelar untuk berkhotbah atau mengajar Sekolah Minggu atau mengajar katekisasi sebagai tambahan terhadap pendidikan S1nya.



Pertanyaan berikutnya, kalau perlu S2 dan S3 bidang apa dan berapa banyak untuk setiap bidang. Kalau dia sudah selesai dengan S2 dan S3 akan ditempatkan di mana? Pertanyaan-pertanyaan ini penting agar kita betul-betul membangun kapasitas lembaga sesuai dengan apa yang kita tawarkan. Jangan sampai kita membuka restoran, tapi karyawan kita disekolahkan untuk mendapat S2 dalam bidang teknik mesin, padahal di restoran tidak ada mesin dan tidak menawarkan service perbaikan mobil.
Dengan demikian pembangunan kapasitas lembaga ini diperlukan agar lembaga dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Jika lembaga mempunyai kapasitas yang baik maka pelayanan yang didapatkan oleh anggota jemaat dan masyarakat sesuai dengan apa yang kita tawarkan. Pada pihak lain, dengan kapasitas yang baik dana yang masuk juga diharapkan akan baik

Kapasitas Gereja dan Sumber Dana
Sumber dana masih tetap menjadi pergumulan banyak gereja, khususnya gereja-gereja kecil. Oleh sebab itu walaupun pada umumnya gereja-gereja di Indonesia secara struktural sudah mandiri dari lembaga Zendingnya, tapi masih ada yang tergantung secara teologis (ini tidak akan dibahas) dan secara finansial. Sementara itu, sumber dana dari lembaga zending atau gereja mitra di luar negeri semakin kecil, karena uang yang masuk ke zending dan gereja mitra di luar negeri semakin kecil. Sementara dari dalam jemaat dana yang masuk juga tidak cukup.
Tidak ada data yang cukup representatif tentang berapa rata-rata persembahan anggota jemaat dewasa setiap minggunya. Diduga rata-rata dana ini kurang dari Rp. 1.000 perminggu perjemaat dewasa. Bandingkanlah ini dengan berapa bungkus rokok yang dikonsumsi anggota jemaat dewasa (khususnya laki-laki) perminggu. Katakanlah seorang laki-laki (karena umumnya laki-laki yang merokok, minimal di depan umum) merokok setengah bungkus perhari. Ini berarti seminggu mengkonsumsi 3½ bungkus rokok. Seandainya sebungkus rokok berharga Rp. 5.000,- itu berarti Rp. 17.500 perminggu dibelanjakan hanya untuk rokok. Hitung-hitungan ini sangat kasar dan bisa salah. Ini hanya untuk menggambarkan bahwa sebetulnya jemaat kita tidak miskin, sehingga untuk memberikan Rp. 1.000,- per minggu perjemaat dewasa tidaklah menjadi keberatan. Ini berarti potensi keuangan di jemaat cukup besar, tinggal bagaimana uang itu dipersembahkan oleh jemaat.
Ada cukup banyak gereja yang gagal memobilisasi persembahan jemaat, sehingga kekurangan dana dalam pelaksanaan kegiatan. Tudingan terhadap kegagalan mobilisasi persembahan ini pada umumnya pada tingkat kesadaran memberi jemaat yang rendah. Tudingan ini benar, tapi kalau begitu ini juga berarti kegagalan institusi gereja dalam mendidik anggota jemaatnya dalam kesadaran mempersembahkan. Masalah ini kalau diperdebatkan akan panjang. Hal lain yang ingin saya katakan di sini adalah ada cukup banyak dana yang gagal dimobilisasi oleh gereja, dan ada cukup banyak anggota jemaat yang kesadaran memberinya tinggi, bahkan sampai pada tingkat sadar memberi secara kritis, persembahan yang besar. Kelompok kedua ini biasanya berpendidikan baik dan secara ekonomi di atas rata-rata. Saya menamakan kelompok ini sebagai kelompok “sadar memberi.”




Kelompok “sadar memberi” ini tidak lagi melihat memasukkan uang ke kantong/kotak persembahan sebagai mempersembahkan untuk Tuhan titik. Mereka melihat ini mempersembahkan untuk Tuhan, tapi disalurkan melalui gereja. Mereka ini mengkritisi bagaimana uang untuk Tuhan itu dikelola dan dimanfaatkan oleh gereja. Kelompok ini tidak akan memberikan persembahan kepada gereja jika uang persembahannya dipakai untuk hal-hal yang tidak sesuai, apalagi dikorupsi (ada ya?). Mereka mengatakan “kalau kita masih memberi persembahan untuk sesuatu yang kita tahu akan dipergunakan dengan tidak benar sama saja kita berbuat dosa.” Dari pengalaman sehari-hari juga kita bisa mengamati, kalau satu jemaat ingin membangun gedung gereja, biasanya persembahan yang masuk jauh lebih besar (walaupun kadang masih tetap kurang) dari persembahan rutin. Persembahan untuk pembangunan gereja ini masuk dengan cukup besar karena jemaat menganggap bahwa penggunaan uangnya jelas dan gedungnya perlu. Sedangkan untuk persembahan sehari-hari kadang-kadang penggunaannya tidak jelas atau sering digunakan untuk sesuatu yang tidak benar-benar perlu.
Jika kita melihat hubungan kapasitas gereja dengan sumber dana dari luar (baik luar negeri maupun dalam negeri) isue utamanya adalah kepercayaan kepada lembaga gereja. Kepercayaan ini menyangkut dua hal, yaitu kepercayaan bahwa dana akan dimanfaatkan dengan baik (tidak diselewengkan) dan kepercayaan bahwa lembaga gereja mempunyai kapasitas untuk melakukan kegiatan itu.
Apakah dana akan dimanfaatkan dengan baik atau tidak, agak sulit dibuat generalisasinya. Ada gereja yang punya laporan penggunaan keuangan dengan sangat baik dan dapat dipercaya, tetapi ada juga yang administrasi dan pengelolaan keuangannya kurang baik. Ada gereja yang dananya dimanfaatkan dengan baik, tetapi tidak dilaporkan dengan baik karena administrasi keuangannya kurang baik. Sebaliknya ada yang laporannya dan bukti pengeluaran dibuat dengan baik, tetapi itu hanya laporan di atas kertas, yang kalau dicek di lapangan tidak ada bekas kegiatannya. Hanya gereja yang bersangkutan, dan Tuhan, yang tahu bagaimana dana gereja dimanfaatkan.
Mengenai kepercayaan sumber dana dari luar (mitra atau lembaga donor) kelihatannya agak kurang baik. Indikator yang terlihat adalah kesulitan gereja mendapatkan dana dari luar untuk kegiatan yang akan dilakukannya, sementara lembaga lain (seperti LSM) bisa mendapatkan dana yang besar untuk melakukan kegiatan yang sama dengan yang akan dilakukan oleh gereja. Ini adalah salah satu indikator penting bahwa kepercayaan lembaga donor pada gereja kurang. Ambillah contoh untuk kegiatan penanggulangan bencana. Dana untuk ini cukup banyak tersedia, tetapi pada saat gereja ingin mencari dana untuk kegiatan ini sulit mendapatkannya, kalaupun dapat hanya kecil. Salah satu sebab adalah bahwa gereja kurang dipercayai bahwa dia mampu melakukan kegiatan seperti ini.
Kekurangmampuan ini bisa kurang mampu menyiapkan proposal dan laporan yang baik, atau tidak tahu akses ke sumber dana. Seandainya gereja dinilai mampu oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan seperti ini, maka dana akan mengalir dengan deras.




Salah satu contoh adalah Bala Keselamatan di Amerika Utara. Lembaga ini (di Indonesia dikenal sebagai gereja) sangat dipercayai oleh lembaga dan masyarakat sebagai lembaga terpercaya menyalurkan bantuan kemanusiaan di saat bencana. Karena itu kadang-kadang mereka tidak perlu menulis proposal dan mencari dana, karena bantuan akan datang dengan sendirinya begitu mereka ingin melakukan aksi bantuan bencana.
Membangun kepercayaan dari luar (dan juga dari jemaat) terhadap gereja juga penting dalam rangka mendapatkan dana. Kepercayaan ini berasal dari adanya jaminan bahwa dana akan dimanfaatkan dengan benar dan gereja mempunyai kapasitas yang baik untuk melakukan kegiatan yang direncanakan. Lembaga yang seperti ini sering ditawari dana oleh lembaga donor.


Penutup
Pembangunan kapasitas gereja saat ini menjadi suatu yang mau tak mau harus dipikirkan dan dilakukan dengan serius. Gereja tidak lagi dapat melayani dunia ini seadanya saja. Seandainya gereja adalah restoran, maka kini bukan saatnya lagi kita hanya menyajikan mie rebus dengan pelayanan yang seadanya, managemen keuangan yang kacau (bercampur dengan uang keluarga), dan buka kapan saja kita mau. Restoran seperti ini mungkin masih dikunjungi, karena namanya sudah dikenal, tapi sebetulnya kita mesti malu karena sudah tidak layak lagi dikatakan sebagai restoran. Mungkin kita di negeri ini masih belum percaya bahwa gereja dapat hilang; tapi di negara lain ini sudah terjadi, sehingga gedung gereja yang megah dan indah hanya menjadi objek wisata atau bahkan dijual. Gereja bukan restoran, tapi bukan tidak mungkin tutup.(selesai)

Kamis, 05 Maret 2009

Aktivitas Kita

Photobucket Album

Edisi VII/April/2004

DARI DAPUR REDAKSI

P3H=Kita?

Pernahkah saudara berkenalan dengan seseorang sepintas lalu? Hanya mengenal nama, mungkin pekerjaannya, atau alamatnya? Suatu saat ketika kita bertemu lagi dengan orang itu, kita tiba-tiba kesulitan mengingatnya kembali, bahkan namanya pun tak terlintas sama sekali, hanya perasaan mengatakan kita pernah bertemu dengan orang itu.
Kira-kira begitulah proses sebuah perkenalan yang hanya di permukaan saja, ada dua kemungkinan, kita mudah lupa-lupa ingat namanya atau nama itu sama sekali tidak tersimpan dalam rekaman ingatan kita. Mungkin ini karena perkenalan kita hanya sebatas siapa dan apa, bertukar kartu nama tetapi tidak menindaklanlanjuti dengan silaturahmi atau komunikasi berikutnya.
Nah, itulah yang terjadi dengan P3H. Sekalipun sudah berusia hampir 4 tahun, rupa-rupanya forum bersama ini tidak begitu dikenal dengan sangat baik, bahkan oleh para anggotanya sekalipun. Padahal, usaha untuk mengenalkan diri dan bersosialisasi sudah getol dilakukan, khususnya kepada 6 sinode anggota P3H sendiri yakni Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS), Gereja Kristen Indonesia Sinwil Jateng (GKI Sinwil Jateng), Gereja Kristen Jawa (GKJ), Gereja Toraja (GT), Gereja Toraja Mamasa (GTM) dan Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS). Dari perkenalan-perkenalan yang tidak dalam itu, justru sering terjadi kerancuan pengertian, bahkan kesimpangsiuran. Misalnya, mendadak P3H dianggap sebagai sebuah lembaga donor bagi ke-6 sinode atau P3H adalah lembaga yang melayani 6 sinode. Kadang-kadang muncul gambaran bahwa P3H berdiri terpisah dari ke-6 sinode tersebut. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah P3H = 6 sinode = P3H.
Pemahaman yang masih simpang siur ini seringkali menyulitkan kita sebagai sesama anggota forum untuk melakukan aktivitas bersama dalam rangka mewujudkan misi kita yakni memperlengkapi dan mendorong gereja melakukan pelayanan holistik. Akibat selanjutnya dari proses saling berkenalan kita yang kurang intens tadi, membuat rasa memiliki terhadap forum bersama ini juga kurang. Kalau sudah begini, bagaimana kita akan mengefektifkan pelayanan bersama agar dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat?
Oleh karena itu, P3H berinisiatif untuk kembali berkumpul bersama, memperdalam proses pengenalan yang lebih baik terhadap P3H dan fungsinya sebagai sebuah forum bersama, saling bertukar pikiran dan pengalaman di antara anggota dan menggagas kerjasama seperti apa yang efektif dilakukan bersama dan melalui P3H. Pertemuan ini menjadi salah satu agenda yang dapat dibaca dalam rubrik Kegiatan Kita.
Selain laporan-laporan mengenai kegiatan P3H selama 4 bulan terakhir ini, redaksi kali ini juga menyuguhkan “Gereja dan Restoran”. Apalagi ini? Untuk mengetahui lebih dalam, silakan menguliknya di rubrik Artikel Lepas.
Ada juga kabar gembira yakni bahan Pemahaman Alkitab (PA) sudah siap beredar! Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya bahan PA siap diedarkan kepada pendeta-pendeta jemaat tingkat klasis di sinode-sinode anggota P3H. Redaksi mungucapkan terima kasih atas dukungan doanya selama ini sehingga bahan PA sudah selesai dicetak dan siap edar. Akhirnya, tidak perlu panjang lebar, redaksi mengucapkan selamat membaca Holistik edisi ke-7. Mudah-mudahkan melalui buletin ini, proses perkenalan kita bisa lebih dalam lagi.(*)

-------------------------------------------------------------------------------------
AKTIVITAS KITA

1. “ Lawan Globalisasi “ di FRI
Sebuah acara bertajuk Forum Refleksi dan Inspirasi (FRI) digelar selama 5 hari yakni tanggal 15-19 Maret 2004 di Wisma INRI Karangpandan, Surakarta. FRI merupakan salah satu program Yayasan Bersama untuk Kesejahteraan Sosial (YBKS) sebuah yayasan yang didirikan oleh GKI Sangkrah. Ini bukan kali pertama FRI diselengarakan karena sejak tahun 1980-an, FRI sudah digelar secara berkala di beberapa tempat di Indonesia dengan tema yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan isu dan fenomena yang terjadi di Indonesia dan FRI tahun ini adalah yang ke-11. Tema besar yang diangkat adalah “ Gereja dan Ratap Rakyat Dalam Globalisasi” sedangkan sub temanya adalah “ Bersekutu Menghapus Ratap Rakyat Melawan Globalisasi”. Tahun ini, FRI terselenggara atas kerjasama antara YBKS dengan Yayasan Pengabdian Hukum Indonesia (YAPHI) dan Pusat Pengembangn Pelayanan Holistik (P3H). Kenyataan bahwa globalisasi sebagai sebuah keadaan yang membawa ketidakadilan khususnya antara masyarakat miskin dan penguasa/pemilik modal, memangggil gereja untuk ikut serta membangun gerakan untuk melawan persaingan sepihak ini. FRI ini diikuti oleh sekitar 60 peserta dari LSM, LPK (Lembaga Pelayanan Kristen), utusan gereja dan masyarakat akar rumput yakni dari sektor industri (buruh), pertanian dan nelayan. Sebagai pembicara hadir juga Revrisond Baswir (UGM), Indro Surono (ELSPPAT Bogor) dan Dita Indah Sari (Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia). FRI menghasilkan sebuah pernyataan bersama untuk melawan globalisasi berikut rencana tindak lanjutnya. Statement/komunike itu nantinya akan disampaikan kepada LSM, LPK, gereja-gereja dan kelompok masyarakat akar rumput sebagai bagian dari upaya menyuarakan hati nurani rakyat dalam melawan globalisasi yang melahirkan kapitalisme dan ratap rakyat.(*)

2. Pertemuan Dengan ODHA
Pada tanggal 20 April 2004, P3H ikut serta CRWRC memenuhi undangan dari WCTUI untuk menghadiri sebuah pertemuan dengan beberapa orang pengidap HIV positif. Mereka tergabung dalam sebuah lembaga sosial bernama “Spiritia” yang bermarkas di Jakarta. Sebanyak 4 orang dari mereka, 3 diantaranya telah mengidap virus ini. Mereka bertandang ke WCTUI Salatiga, bermaksud membagikan pengalaman kepada beberapa LSM di Salatiga yang berkecimpung di berbagai bidang kemasayarakatan, sebagai salah satu upaya meningkatkan kesadaran terhadap bahaya HIV/AIDS. Sekitar 30 orang dari 10 LSM di Salatiga ikut serta dan menyimak pengalaman menakjubkan dari 3 orang tersebut. Bagaimana tidak, hidup bersama virus HIV di dalam tubuhnya, tidak mengurangi komitmen mereka untuk terjun langsung memberikan penyuluhan, pendekatan kepada masyarakat terhadap bahaya HIV/AIDS serta mengajak masayarakt untuk tidak mengucilkan penderitanya. Daniel, ketua rombongan menerangkan secara singkat, bahwa virus ini hanya dapat menular melalui 4 media yakni darah, sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Keempat hal itupun hanya dapat menularkan virus HIV bila secara langsung masuk dalam aliran darah seseorang. Misalnya, melalui hubungan seksual, air susu ibu penderita HIV/AIDS kepada bayinya, jarum suntik yang tidak steril dan darah akibat luka dari seorang pengidap HIV masuk pada luka orang lain. Jadi selama tidak ada pintu yang membuka masuknya 4 media tadi, kita tidak perlu was-was berhubungan dengan penderita HIV/AIDS. Pada kesempatan tersebut, mereka juga menekankan pentingnya peran lingkungan sosial bagi para penderita HIV/AIDS. Pengucilan hanya akan menyebabkan mereka menjadi frustrasi dan kehilangan arah sehingga bukan tidak mungkin justru penyakit ini ditularkan secara sengaja. Oleh akrena itu, merangkul mereka dan menjadi pendengar yang baik merupakan hal terbaik yang bisa kita lakukan pada mereka. Usaha penyadaran ini harus digiatkan oleh LSM sebagai lembaga yang paling mungkin berhubungan langsung dengan masyarakat.

3. AIDS di Papua
Masih berhubungan dengan HIV/AIDS, keprihatinan terhadap makin banyaknya penderita AIDS dan pengidap HIV positif di Indonesia, mau tidak mau menggugah kita untuk bangkit dari tidur panjang ketidakpedulian. Untuk itu, Chistian Reformed World Relief Committee (CRWRC) Indonesia, kini mulai menapaki sebuah kerjasama dengan Mennonite Central Committee (MCC) dalam menanggulangi HIV/AIDS di Papua. Sepertiga dari jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia ada di wilayah ini. Bayangkan betapa cepatnya virus ini menjangkit di sana Tidak mudah memberikan penyadaran akan bahaya penyakit ini kepada masyarakat luas di Papua karena latar belakang sosial dan budaya.
Sebagai langkah awal, Iskandar Saher melakukan kunjungan ke Papua selama satu minggu (15-22 April). Selain untuk need assessment, beliau juga diundang oleh STT Isaac S. Kijne Abepura untuk menghadiri seminar “ Gereja dan AIDS” yang dimotori oleh MAPHIA, sebuah organisasi mahasiswa STT yang peduli pada AIDS. Acara tersebut dihadiri oleh sekitar 40 orang yang terdiri dari pendeta dan LSM Kristen yang bergerak dalam bidang AIDS dan pemberdayaan masyarakat. Yang menjadi keprihatinan semua pihak adalah bahwa masih ada pemimpin gereja yang tidak percaya bahwa penyakit HIV/AIDS betul-betul serius. Oleh karena itu, kini saatnya Gereja melihat masalah HIV/AIDS ini sebagai masalah serius. Kunjungan Iskandar ke Papua berakhir dengan sebuah keputusan untuk membentuk Tim Inti Peduli AIDS Gereja Kristen Injili –di Tanah Papua (GKI-TP) yang diberi nama Tim Siloam. Nantinya tim ini yang perlu mendorong agar GKI-TP sebagai lembaga membuat keputusan penanggulangan bahaya AIDS sebagai prioritas. Tim yang masih dini ini, akan dibantu dalam menggerakkan kepedulian klasis, jemaat dan lembaga di bawah GKI-TP. Ini akan dilakukan melalui pertemuan yang direncanakan dengan klasis-klasis kota dan pelatihan kader yang nantinya akan menjadi penggerak penanggulangan HIV/AIDS di setiap jemaat/klasis.
4. Tantangan dan Peluang Di Ultah Emas GKJ Cepu
Dalam rangka memeriahkan ulang tahun emas GKJ Cepu, P3H mendapat kepercayaan untuk mengisi acara seminar dengan tema “ Mengantisipasi Tantangan dan Menangkap Peluang”. Iskandar Saher dari P3H bertindak sebagai narasumber. Seminar yang diselenggarakan pada 3 Mei 2004 ini, dihadiri oleh sekitar 50 orang selain beberapa wakil dari gereja di klasis Blora-Bojonegoro dan GKI, juga gereja –gereja lainnya seperti Gereja Bethani, Gereja Baptis Injil Sepenuh, Gereja Advent Hari Ketujuh, Gereja Pantekosta di Indonesia dan Gereja Katolik. GKJ Cepu di usianya yang ke-50 ini mulai diperhadapkan pada berbagai tantangan yang semakin beragam, baik internal maupun eksternal seperti masalah sumber daya baik manusia maupun alamnya. Seminar kali ini mengupas tuntas tentang bagaimana kita menghadapi tantangan tersebut tidak hanya dipandang sebagai ancaman atau sesuatu yang mendatangkan bencana saja tetapi lebih dari itu, tantangan-tantangan itu justru dapat melahirkan peluang yang menguntungkan bila kita kritis memandang dan menyikapinya. Oleh karena itu, gereja perlu menemukan kapasitas-kapasitas apa saja yang diperlukan dalam rangka menangkap tantangan sekaligus peluang itu sehingga misinya pun dapat tercapai.

5. Bahan PA Siap Didistribusikan
Setelah sekian lama ditunggu kehadirannya dan melalui masa persiapan yang panjang hingga naik cetak, akhirnya buku berisi Bahan Pemahaman Alkitab (PA) sudah selesai penggarapannya dan siap untuk didistribusikan kepada lebih dari 1400 gereja di sinode-sinode anggota P3H. Bahan PA yang tercetak sebanyak 3000 eksemplar ini akan diberikan masing-masing satu buku kepada satu pendeta jemaat di gereja-gereja anggota P3H. Buku yang terdiri dari 16 bab dan mengambil tema “Keselamatan yang utuh untuk seluruh ciptaan” ini diharapkan dapat membantu para pemimpin PA dalam proses pemahaman alkitab dengan metode pembelajaran orang dewasa dan sekaligus telah dilengkapi dengan alat peraga berupa poster-poster. Doakan supaya proses pengirimannya berjalan lancar.

6. Kespel P3H Bertemu
Pada tanggal 11-13 Mei 2004, P3H bekerjasama dengan deputat Kesaksian dan Pelayanan (Kespel) GKJ menggelar sebuah Pertemuan Kespel P3H. Pertemuan ini digagas selain dalam rangka menumbuhkan suatu perasaan memiliki terhadap P3H sebagai sebuah forum bersama milik 6 sinode - yakni sinode Gereja Kristen Jawa, Gereja Kristen Sumba, Gereja Kristen Indonesia Sinwil Jateng, Gereja Sumatera Bagian Selatan, Gereja Toraja dan Gereja Toraja Mamasa- sekaligus sebagai media untuk berpikir bersama bagaimana mewujudkan kerjasama yang efektif sehingga pelayanan P3H dapat dirasakan oleh jemaat maupun masyarakat. Pertemuan yang sedianya berlangsung tiga hari itu, harus berakhir pada hari kedua karena di hari ketiga sebagian peserta diikutsertakan dalam sebuah seminar sehari bertema “Indonesia Pasca Pemilu 2004” yang digelar oleh Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial (YBKS) di Solo. Meski demikian, dari awal hingga akhir pertemuan, sekitar 30 peserta sangat antusias mengikuti sesi demi sesi yang mengupas tuntas tentang P3H. Peserta yang umumnya diwakili oleh anggota kespel di sinode dan klasis itu, juga berdiskusi kelompok dan membuat rekomendasi atau usulan demi perkembangan P3H ke depan termasuk membicarakan kemungkinan kerjasama antarsinode P3H yang didasarkan kepada spesialisasi masing-masing sinode.

-------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL LEPAS

Gereja & Restoran
oleh : Iskandar Saher
Pengantar
Apa hubungan antara Gereja dengan Restoran? Mungkin tak ada! Yang ada kadang orang pulang dari Kebaktian Minggu di gereja langsung pergi makan ke restoran; atau ada pengusaha restoran yang rajin pergi ke gereja. Memang tidak ada hubungan langsung antara gereja dengan restoran. Judul ini dibuat begini hanya dalam rangka pembandingan.
Walaupun tak ada hubungan langsung di antara gereja dengan restoran, tapi keduanya pada dasarnya menawarkan sesuatu untuk “dibeli” atau “dinikmati” oleh pengunjungnya. Sebuah restoran menawarkan makanan bagi pengunjung, gereja juga menawarkan makanan. Wujud makanan yang ditawarkan memang berbeda, tapi keduanya menawarkan sesuatu, yang oleh restoran dan gereja disebut makanan. Yang satu oleh orang Kristen disebut menawarkan makanan “jasmani,” sedang yang satunya lagi makanan rohani, itulah sebabnya (walaupun tidak tepat benar) dalam doa makan sering ungkapan makanan jasmani ini muncul.
Saya ingin membandingkan antara gereja dengan restoran karena ada penampakan yang menarik, yaitu restoran selalu penuh pengunjung, sementara gereja sering sepi pengunjung. Ada gereja yang mengaku bahwa anggotanya 2.000 orang, tapi yang hadir secara rutin ke Kebaktian Minggu rata-rata 1.000 orang. Jumlah ini semakin terlihat kecil pada saat kita pergi ikut dalam Kebaktian Rumah Tangga, atau Persekutuan Doa, atau Pemahaman Alkitab (PA), Persekutuan Remaja/Pemuda dan kegiatan lainnya. Pada pihak lain, restoran tidak punya anggota yang terdaftar tapi sering penuh sesak dengan pengunjung, bahkan untuk mendapat tempat duduk untuk menikmati makanannya sering harus antre. Tidak bisakah gereja penuh sesak seperti restoran? Apakah kebutuhan terhadap makanan “rohani” lebih kurang penting
dibandingkan dengan kebutuhan makanan “jasmani” kita?

Pemenuhan Kedua Kebutuhan
Kebutuhan kita terhadap makanan “rohani” dan “jasmani” sebetulnya sama. Hanya seringkali makanan “rohani” itu tidak lagi disuplai oleh gereja, tapi oleh “agama” atau aliran lain. Ini terlihat dari penampakan pada masa modern ini yang dengan jelas memperlihatkan manusia kosong rohaninya dan teralienasi (terasing) dari dunianya.
Para akademisi mengatakan bahwa agama tidak akan pernah hilang, bahkan akan semakin berperan penting dalam kehidupan manusia. Ini disebabkan oleh adanya kekosongan jiwa pada manusia modern yang sibuk. Kesibukan kerja membuat orang kelelahan psikologis dan fisik. Karena itu banyak profesional dan orang berduit yang larut dalam dugem (singkatan orang Jakarta untuk “dunia gemerlap”) seperti night club, cafe dan berbagai dunia hiburan malam. Mereka bersedia menghamburkan uang sampai puluhan juta semalam hanya untuk mengisi kekosongan jiwa setelah seharian penuh bekerja. Di negara tertentu para eksekutif pulang dari tempat kerja langsung pergi ke tempat hiburan malam bersama teman-teman sekantor untuk minum sampai mabuk sambil berkaraoke, baru pulang ke rumah, dan besok pagi bangun langsung pergi ke tempat kerja. Gejala ini menjadi indikator bahwa ada sesuatu yang hilang dari dunia orang-orang yang sibuk ini. Ini biasanya disebut sebagai kekosongan rohani.
Kalau kita mau melihat perkembangan agama, ada indikator lain lagi yang dapat kita temui sebagai indikator bahwa manusia modern yang sibuk ini masih tetap memerlukan makanan “rohani.” Di sekitar kita bermunculan berbagai aliran gereja baru yang dulu tidak ada. Mereka ini datang dengan berbagai nama dan dari berbagai negara. Kalau kita telusuri asal-usul gereja-gereja ini, ternyata mereka berasal dari luar negeri; produk import. Ada juga kebaktian-kebaktian di Hotel berbintang dengan para penyanyi terkenal dan pengkhotbah yang membuat orang terbuai dan tertawa. Dan, ternyata cukup banyak diminati, sehingga ada banyak anggota gereja kita yang lari ke sana. Kalau dicermati lagi, ternyata mereka cukup berhasil memanggil kembali orang-orang Kristen yang tidak pernah kelihatan hadir dalam kegiatan gereja dan mereka yang kelihatan sudah malas-malasan pergi ke gereja. Ternyata mereka yang tidak mau ke gereja itu masih menginginkan makanan “rohani” yang cukup lama tidak mereka dapatkan di gerejanya.
Selain munculnya banyak aliran baru dalam gereja, di negara lain dan kota besar di Indonesia muncul pula agama-agama baru. Di Amerika Utara, misalnya, muncul kelompok-kelompok yang dipimpin oleh para “guru” dari Timur (pada umumnya dari India) yang menawarkan agama baru yang merupakan perpaduan agama Kristen dan agama dari Timur lainnya. Untuk sekedar menyebut salah satu “guru” terkenal dapat disebut Shai Baba. Dia ini sangat terkenal, bahkan di Indonesiapun cukup banyak pengikutnya; bahkan ada orang Kristen yang menjadi pengikutnya. Selain itu, di tanah air juga sekarang ini marak berbagai aliran yang menawarkan metode meditasi untuk menenangkan jiwa atau mengoptimalkan tenaga dalam manusia. Hal ini ditambah lag dengan semakin banyaknya peminat berbagai tayangan tv mengenai dunia lain (mistik). Rating tayangan seperti ini cukup tinggi. Rupanya, walaupun di beberapa negara barat gedung gereja semakin kosong, bahkan ada yang dijual, atau hanya dipenuhi oleh para pensiunan, minat orang terhadap makanan ”rohani” masih tetap tinggi. Hal yang sama juga terjadi di negara kita.
Gejala lain manusia modern yang sibuk adalah bahwa mereka terasing dari dunianya. Mereka ini bukan hanya tidak pernah menginjakkan kaki di antara hutan dan bebatuan, tapi juga hampir tidak kenal tetangganya. Rumah dikelilingi tembok yang tinggi, dan anak-anak hanya bermain di dalam rumah atau ke mall atau di depan perangkat komputer dan tv. Ini terjadi karena para orang tua sibuk bekerja dari pagi hingga malam hari, sehingga tak ada waktu untuk sekedar bertegur sapa dengan tetangga. Kalaupun ada yang ingin bertandang ke tetangga, belum tentu tetangga senang didatangi, karena itu akan mengganggu privasi mereka.
Beberapa gejala ini dapat diduga sebagai indikator bahwa makanan “rohani” itu masih sangat diperlukan oleh manusia. Hanya, gereja tidak mampu menawarkan makanan “rohaninya” sehingga kurang diminati. Restoran diminati, walaupun di rumah ada cukup makanan, tapi gereja kurang diminati walaupun di rumah tak tersedia makanan “rohani.”
Beberapa gejala ini dapat diduga sebagai indikator bahwa makanan “rohani” itu masih sangat diperlukan oleh manusia. Hanya, gereja tidak mampu menawarkan makanan “rohani” sehingga kurang diminati. Restoran diminati, walaupun di rumah ada cukup makanan, tapi gereja kurang diminati walaupun di rumah tak tersedia makanan “rohani.”

Gereja sebagai Restoran
Mengapa sebuah restoran banyak pengunjungnya? Jawaban yang paling utama adalah karena masakannya enak. Namun, masakan enak tidak cukup menjamin pengunjung akan tetap memadatinya, dan yang lebih penting, belum tentu restoran itu dapat bertahan lama. Bagaimana kalau pelayannya judes dan melayani ogah-ogahan? Bagaimana seandainya tempatnya menjadi kotor dan bau apakah orang masih akan tetap makan di situ? Atau bagaimana kalau juru masaknya keluar dari restoran itu apakah restorannya masih akan disenangi pelanggan; bahkan apakah masih akan tetap bertahan?
Ada sebuah restoran yang sangat digemari orang karena masakannya enak. Pada setiap waktu makan pengunjung membludak, sampai harus antre untuk dapat tempat duduk. Suatu hari juru masak restoran ini ditawari menjadi juru masak di restoran di seberang jalan dengan gaji tiga kali lipat ditambah fasilitas perumahan dan antar jemput. Mendapat tawaran ini kemudian si juru masak minta dinaikkan gajinya empat kali lipat kepada si pemilik restoran tempatnya sedang bekerja. Si pemilik tidak bisa menaikkan gajinya begitu besar, akhirnya si juru masak keluar dan pindah ke restoran di seberang jalan. Karena si juru masak pindah, maka restoran ini jadi sepi pengunjung, dan setelah tiga bulan memutuskan ditutup. Hanya karena si juru masak pindah maka restoran yang dibangun dengan susah payah jadi bangkrut.
Cerita ini ingin menunjukkan bahwa hanya salah satu aspek dalam pengurusan restoran hilang maka restoran hancur. Ada berbagai aspek lagi yang juga bisa menghancurkan restoran ini. Misalnya cara melayani yang ramah, kebersihan restoran, managemen keuangan yang baik, tersedia juru masak yang lebih dari satu, pilihan menu yang beragam, penggajian karyawan yang memadai dll. Semua ini diperlukan agar restoran ini mempunyai kapasitas yang baik untuk dapat menjadi restoran yang disenangi dan bisa berjalan dengan baik dan bertahan lama. Kapasitas yang baik ini juga sangat diperlukan jika restoran ini ingin meminjam tambahan modal dari bank. Tanpa kapasitas yang baik maka sulit menjadi restoran yang mampu menarik pengunjung dan mendapat pinjaman modal.
Kapasitas secara sederhana dapat dikatakan sebagai “kemampuan yang dimiliki oleh lembaga agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.” Bagi restoran ini kemampuan yang perlu dimiliki adalah kemampuan memasak dan menyajikan makanan dan minuman yang enak; kemampuan menggaji karyawan dengan baik; kemampuan menjaga kebersihan; kemampuan melayani tamu dengan sopan dan ramah; kemampuan mengelola keuangan; kemampuan mendapatkan ijin usaha; dll. Tanpa kemampuan ini sulit bagi restoran untuk bertahan hidup dan bersaing dengan restoran lain.
Kapasitas berbeda dengan keterampilan (skill). Keterampilan adalah “kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam melakukan sesuatu.” Seorang juru masak memiliki kemampuan untuk memasak dan menyajikan makanan, sementara seorang cleaning service mempunyai kemampuan untuk membersihkan ruangan. Keterampilan akan hilang bersama dengan perginya orang itu. Oleh karena itu, begitu juru masak handal keluar maka keterampilannya memasak dia bawa keluar, sehingga keterampilan itu hilang dari restoran tempatnya dulu pernah bekerja. Sebaliknya, kapasitas adalah kemampuan yang lekat pada lembaga. Seandainya seorang juru masak keluar masih ada kemampuan memasak pada restoran, sehingga restoran itu akan tetap dapat menyajikan masakan yang sama rasa dan kualitasnya. Agar ada kapasitas dalam memasak pada restoran itu maka perlu ada lebih dari satu juru masak yang memiliki keterampilan yang relatif sama, sehingga seandainya juru masak itu sakit atau keluar, restoran tetap dapat melakukan bisnis.
Bagaimana dengan gereja? Apakah gereja perlu kapasitas yang baik? Jawabnya: “Tentu saja!” Pada masa kini kebutuhan terhadap kapasitas gereja yang baik semakin besar. Ambillah contoh sederhana seorang pelayan firman. Kalau dulu mungkin seorang pelayan firman yang tamat SLTP mendapat kursus Alkitab enam bulan sudah memadai, sebab sebagai seorang pelayan firman suaranya tetap didengar dan diterima oleh jemaat dan masyarakat. Kini kapasitas yang seperti ini sudah sulit diandalkan, apalagi di kota besar yang rata-rata pendidikan anggota jemaatnya tinggi.anggota jemaatnya tinggi.
Kapasitas yang diperlukan oleh gereja tentu saja berbeda dengan kapasitas restoran, walaupun untuk beberapa aspek sama, misalnya kapasitas mengelola
keuangan dengan baik. Kapasitas dari satu gereja dengan gereja lain juga bisa saja berbeda, tergantung dari apa yang ditawarkan oleh gereja itu dan kepada siapa itu ditawarkan.
Untuk membangun kapasitas gereja yang baik perlu terlebih dulu menentukan apa yang ditawarkan oleh gereja itu. Bayangkanlah sebuah gereja seperti dengan restoran atau warung makan. Tentukan dulu apa menu yang akan ditawarkan; apakah itu seafood atau chinese food atau javanese food atau mie atau ayam goreng atau soto atau apa? Setelah itu cari tau bagaimana selera orang sekitar itu; apakah pedas, asin, manis, atau kecut? Apakah orang-orang sekitar itu senang makan banyak dengan porsi besar, atau porsi kecil karena kebanyakan diet? Apakah orang-orang situ kaya atau orang sederhana? Setelah kita tahu selera orang yang kita bidik untuk menjadi pembeli barulah dapat kita tentukan apa saja kapasitas yang perlu dibangun agar jualan kita laris.
Tentu saja ada yang tidak setuju dengan pembandingan gereja dengan restoran ini, karena gereja tidak boleh mengikuti selera manusia, tapi selera Tuhan. Itu betul! Tapi, bukankah Tuhan Yesus juga memakai cara-cara yang sesuai dengan kondisi dan “selera” orang di jamanNya untuk menyampaikan keselamatan? Dia berbicara dengan gaya bahasa orang di sekitarnya; Dia memakai perumpamaan yang akrab bagi para pendengarNya; memakai kiasan sumur, air dan gunung pada perempuan samaria (Yoh. 4), bahkan Tuhan datang sebagai manusia seperti kita. Kita masih bisa melanjutkan daftar ini dari PL sampai PB tentang menyampaikan kabar keselamatan dengan cara yang sesuai dan dimengerti oleh pendengarnya. Yang penting di sini adalah kabar yang disampaikan itu berasal dari Tuhan, tetapi cara menyampaikannya itu yang perlu sesuai dengan “selera” orang di sekitarnya. (Bersambung)
-----------------------------------------------------

BERBAGI

Bermula Dari Sepucuk Surat Dari Wonogiri

Oleh : Pdt. Setyo Utomo*


Teman-teman pendeta sesinode GKJ mungkin mengenal P3H hanya lewat buletin-buletin yang diterbitkannya. Sebagian lagi mungkin tahu kalau orang GKJ yang ada di kepengurusan P3H adalah Pdt. Bambang Muljatno. Tidak ada lagi pengetahuan yang lain. Mungkin ada yang lain yaitu mereka yang pernah ikut berproses sehingga terbentuknya lembaga P3H. Namun sayang proses-proses itu tidak sempat tersosialisasikan sehingga pada akhirnya memang tidak salah jika mengenal P3H hanya sebatas buletin dan nama Pdt. Bambang. Kenyataan ini yang akhirnya mendorong persidangan sinode mengambil keputusan untuk melakukan sosialisasi mengenai keberadaan P3H.
Yang tidak dapat kita pungkiri sebenarnya lewat buletin P3H kita juga bisa menyerap siapa dan bagaimana P3H itu. Melalui buletin tersebut acapkali ditampilkan kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan dan yang sedang dilakukan. Sehingga paling tidak kita yang ajeg (rutin) menerima buletin tersebut dapat membaca “Bleger”’ (bentuk) dan kiprahnya. Namun sekali lagi fakta ini tetap dirasa kurang cukup untuk mengasumsikan bahwa gereja-gereja sesinode GKJ tahu dan mengenal P3H.

Bertemu dengan Dirlak P3H dan CRWRC
Dalam suatu kegiatan tim penyempurnaan Renstra sinode pada 13-14 Desember 2002, bertempat di Wisma Erika, Bandungan, diundang di dalamnya Dirlak P3H dan CRWRC untuk ikut menjadi narasumber. Di kesempatan tersebut saya bertemu dan berkenalan dengan Pak Iskandar Saher dan Pak Nick Armstrong. Karena saya punya kepentingan dengan P3H maka pada saat itu saya kemukakan hal kebutuhan sinode GKJ akan perlunya sosialisasi P3H di lingkungan Gereja-gereja GKJ. Pada saat itu juga kami bersama punya komitmen untuk suatu saat bertemu bercakap secara intensif tentang kebutuhan tersebut.
Dari sejak bertemu di Bandungan hingga akhir 2003, kami saling kehilangan kontak, sibuk dengan kegiatan kami masing-masing. Saya baru disadarkan ulang ketika datang sebuah surat dari klasis Wonogiri yang mempertanyakan artikel tentang sosialisasi P3H. Membaca surat ini ada yang sesuatu yang menarik di benak saya bahwa ternyata P3H benar-benar diperlukan oleh gereja-gereja sesinode sampai-sampai salah satu klasis mempertanyakan hal itu. Selanjutnya surat dari klasis itu saya teruskan ke P3H dengan maksud menggugah ulang komitmen yang pernah disangggupi

Perwujudan Komitmen
Tak berselang lama, kespel Sinode GKJ kemudian bercakap-cakap secara intensif dengan P3H. Dari percakapan-percakapan itu muncul beberapa hal yang dirasa menjadi kebutuhan bersama dan dapat dilaksanakan secara bersama-sama pula.
Waktu itu, P3H juga mempunyai kebutuhan untuk semakin dikenal di antara sinode-sinode pendirinya, sehingga P3H mengusulkan bahwa sosialisasi baik kalau diperluas tidak hanya dalam lingkup sinode GKJ melainkan kepada seluruh deputat/departemen/parpem pendiri P3H. Maka dibentuklah sebuah panitia kecil untuk melaksanakan kegiatan ini. Dan Kespel Sinode GKJ dipercaya menjadi tuan rumahnya.
Ide itu bergulir hingga terlaksananya sebuah pertemuan kespel P3H pada tanggal 11-13 Mei 2004 yang lalu. Sebelumnya ada kekhawatiran panitia bahwa kegiatan ini akan kurang mendapat respon positif dalam tingkat kehadiran peserta. Namun kekhawatiran itu tertepis setelah pelaksanaan. Rupanya antusiasme peserta cukup baik. Sharing dan presentasi pembicara mendapatkan perhatian yang serius.
Segala sesuatu yang baik dan memuaskan tidak datang dengan sendirinya. Kami, sinode GKJ telah melakukannya. Melalui dan bersama P3H, kami merasakan kerjasama yang saling menguntungkan untuk semua pihak. Kerjasama awal dalam pelaksanaan pertemuan Kespel bagi kami sudah merupakan langkah awal yang baik untuk ditindaklanjuti, mungkin berikutnya sinode lain anggota P3H dapat menangkap inisiatif ini, sekali lagi melalui dan bersama P3H.
Akhirnya, selamat melaksanakan pelayanan yang holistik. Holistik, kurang lebih bagi saya, Holly= kudus, stick = tongkat. Jadi Anda sedang memegang tongkat suci untuk melakukan pelayanan yang suci pula. (*penulis adalah Sekretaris Deputat Kesaksian dan Pelayanan Sinode GKJ)

Senin, 02 Maret 2009

Edisi VI/Januari/2004

DARI DAPUR P3H

Akhirnya, kita bertemu lagi di tahun 2004 yang baru saja kita tapaki ini. Tahun yang lalu, mungkin hidup kita sarat dengan pengalaman baru yang menyenangkan dan penuh tantangan atau peristiwa duka yang hampir-hampir menenggelamkan asa. Mendapat rekan baru, anggota keluarga baru dan segala rencana yang terwujud ataupun tertunda dan beberapa kegagalan lainnya.
Nuansa khas sebuah perjalanan waktu yang ‘hanya’ 360 hari satu tahunnya dengan 24 jam seharinya, 60 menit perjamnya, dan 60 detik per menitnya. Ada yang datang dan pergi silih berganti. Tidak mengenal batas usia, jenis kelamin dan pangkat, waktu menggilas semua yang ada. “Ah, besok kan masih ada,” demikian mungkin puluhan bahkan ratusan kali kalimat ini terucap dari mulut kita untuk membenarkan penundaan yang kita lakukan atas pekerjaan atau tanggung jawab kita.
“ Seandainya dulu ....,” sebuah penyesalan yang biasa meluncur begitu saja ketika menyadari bahwa masa lalu sesungguhnya teramat berjasa untuk masa sekarang. Penyesalan ini tiada berarti, sebab waktu tidak mungkin mengingkari kepastiannya untuk selalu bergerak maju.
Namun, begitu jam menunjuk angka 12 tiap 31 Desember, dari situ segala rencana, harapan dan doa kita susun dengan amat rapi dan diutarakan kepada Sang Penguasa Waktu itu sendiri dengan harapan kita dapat memenuhinya.
Demikian halnya kami di sini, memasuki tahun baru 2004, P3H memutar ulang apa saja rencana yang sudah tercapai di tahun 2003 dan pekerjaan rumah apa saja yang harus kami selesaikan karena sempat tertunda. Kerjasama dengan mitra-mitra yang selama ini sudah terjalin dengan baik, diharapkan dapat ditingkatkan. Program kerja yang tertunda (atau sengaja ditunda karena susuatu hal) semoga dapat diwujudkan dengan belajar dari pengalaman di tahun sebelumnya. Lebih dari itu, P3H sebagai forum berkumpulnya 6 sinode dari berbagai wilayah di Indonesia diharapkan mampu menunjukkan rasa saling menopang supaya forum ini tidak hanya bersuara pada saat ada event atau pertemuan bersama, namun masing-masing anggota dapat menunjukkan keikutsertaannya secara aktif dalam forum ini.
Khusus untuk peredaran buletin Holistik ini, kelihatannya pada tahun ini perlu diatur ulang. Dari pengalaman tahun lalu ada holistik yang tertahan di beberapa kantor sinode. Yang agak aneh adalah ada kantor pos yang mengirimkan Holistik ke Kantor Sinode, walaupun di alamat yang dituju jelas-jelas alamatnya berbeda. Bagi pembaca yang ingin agar dikirimi langsung ke rumah atau kantor silakan memberitahukannya pada kami. Ini sebuah keinginan sederhana tapi perlu kerja sama di antara kita. Selain itu kami juga masih punya mimpi besar yakni bersama gereja mampu melakukan pelayanan yang holistik bagi seluruh ciptaan, kiranya Tuhan menolong kita semua untuk mewujudkannya. Akhirnya, redaksi Holistik mengucapkan selamat membaca Holistik pertama di tahun 2004! (*)

----------------------------------------------------------

AKTIVITAS KITA
1. Capacity Building Bagi 12 Sinode di Sulutteng
Pada tanggal 26 September hingga 2 Oktober 2003, Pak Iskandar menjadi fasilitator begi 12 sinode di Sulawesi Utara dan Tengah. Kegiatan ini berupa pelatihan pengembangan kapasitas lembaga, khususnya dalam menentukan prioritas, program kerja tahun 2004 dan penulisan proposal. Peserta dalam kegiatan ini adalah para Ketua, Sekretaris dan Bendahara sinode. Kegiatan terselenggara atas kerjasama antara Kerkinactie of Uniting Protestant Churches of Netherlands (UPCN) dan Sinode AmGereja-gereja Sulawesi Utara dan Tengah.

2. Bendungan di Pa’lambasan dan Rantedambu Selesai Dikerjakan.
Setelah melalui proses pengerjaan selama bulan Juni hingga Agustus 2003, akhirnya irigasi di Pa’lambasan dan bendungan di Rantedambu, Mamasa, Sulawesi Selatan, selesai perenovasiannya pada bulan September 2003 atas kerjasama Yayasan Tallu Bullina dan P3H/CRWRC. Meskipun sempat mengalami penundaan dalam proses pengerjaannya karena kendala cuaca yang tidak menentu, kedua sarana irigasi itu kini siap dimanfaatkan khususnya oleh para pemilik sawah.
Kondisi kedua bendungan itu sebelumnya memprihatinkan, karena selama hampir 2 tahun tidak dapat difungsikan dengan baik akibat bencana banjir. Bahkan penduduk di dua desa yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani itu tidak bisa menamam padi selama satu tahun, sehingga praktis tidak ada panen pada masa itu. Kini dengan adanya bendungan yang menggunakan bahan beton itu, diharapkan lahan tidur seluas 300 ha kembali produktif dan taraf hidup para petani dapat ditingkatkan.
3. Lokakarya Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja Mamasa (BPS-GTM)

Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja Mamasa (BPS-GTM) menggelar sebuah lokakarya bekerjasama dengan P3H pada tanggal 4-6 November 2003 di Polewali, Sulawesi Selatan. Lokakarya tersebut diarahkan untuk menjawab kebutuhan BPS dalam merumuskan rencana strategisnya. Hadir sebagai fasilitator antara lain Iskandar Saher, Nick Armstrong dan Dewi Yuliyanti dari P3H, sedangkan lokakarya itu sendiri diikuti oleh sekitar 30 orang terdiri dari Ketua Umum BPS, Pdt. Adam Doda dan perangkat BPS, anggota pengurus komisi Pemuda dan Wanita, serta Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) BPS dan yayasan yang ada di GTM. Lokakarya diisi dengan curah pendapat dalam rangka merumuskan rencana strategi GTM untuk kurun waktu 2004-2006 melalui tahap-tahap yang satu sama lain saling berkaitan, diawali dengan cara perumusan Visi dan Misi, curah pendapat tentang SWOT, penentuan masalah kritis, Prioritas dan Strategi, Penentuan Program Pokok dan Tahunan dan yang terakhir adalah penulisan format proposal dan laporan diikuti dengan praktek penulisan proposal.
Acara berlangsung lancar dan partisipatif karena fasilitator hanya berfungsi menjembatani proses curah pendapat, sedangkan ide dan usulan berasal dari peserta sendiri. Sekalipun waktunya dirasa cukup pendek, yang menarik dari lokakarya selama 3 hari ini adalah hadirnya para pendeta yang selama ini melayani di wilayah pedalaman. Untuk sampai ke lokasi lokakarya yakni di gereja Musafir, Polewali, mereka harus menyusuri sungai selama hampir satu hari perjalanan menggunakan perahu. Akhir dari lokakarya ini menghasilkan proposal program dari masing-masing komisi sebagai upaya menwujudkan strategi untuk mencapai visi dan misi GTM. Nantinya proposal-proposal tersebut akan disempurnakan untuk selanjutnya dikirimkan kepada donor.

4. KWS GKST Kunjungi Salatiga
Dalam rangka mengatasi trauma pasca konflik yang melanda Poso, sekitar 21 orang ibu-ibu dari Komisi Wanita Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (KWS GKST) mengadakan acara perkunjungan ke Salatiga. Selama 3 hari, terhitung sejak 14 hingga 17 November 2003, mereka melakukan serangkaian kegiatan penyegaran di wisma LP3K Sinode GKJ-GKI. Pada hari pertama dan kedua, peserta mengikuti 3 sesi dengan tema “Berdamai Dengan Tuhan” , “Berdamai Dengan Orang Lain” dan “Berdamai Dengan Diri Sendiri” masing-masing dibawakan oleh Pdt. Phan Bien Ton dan Dra. Liana Pudjiastuti. Dalam sesi tersebut, peserta diajak untuk berefleksi sekaligus mengungkapkan luka-luka batinnya baik dalam hubungannya dengan Tuhan, orang lain maupun diri sendiri.
Para ibu yang sebagian besar adalah pemimpin jemaat di tingkat klasis dan sinode GKST ini juga melakukan acara kunjungan ke-4 gereja di Salatiga yakni GKJ Sidomukti, GKJ Diponegoro, GKI Soka dan GKI Jendral Sudirman. Kunjungan ini mendapat sambutan yang cukup hangat dari gereja setempat sekalipun cuaca saat itu tidak bersahabat. Ibu-ibu yang sudah dibagi dalam kelompok-kelompok itu, masing-masing berbagi pergumulan dan pengalaman hidupnya khususnya selama menghadapi persitiwa kerusuhan yang menimpa Poso. Umumnya ibu-ibu dari ke-4 gereja yang dikunjungi itu bertanya seputar bagaimana pengalaman ibu-ibu dari Poso ketika kerusuhan terjadi.
Layaknya sebuah keluarga, ibu-ibu GKST merasa terharu dan bahagia mengetahui keberadaan saudara seiman yang bersedia membuka pintu bagi persinggahan mereka, memberikan kekuatan dan doa bagi mereka. Simbol persaudaraan itu diwujudkan dalam sebuah perjamuan kasih di salah satu gereja, dimana semua yang hadir menikmati sepotong kecil jadah dan meminum wedang jahe dari tuwung yang diedarkan, sebagai lambang bahwa hanya Kristus yang mampu merekatkan dan menghangatkan ikatan persaudaraan tersebut. Di hari terakhir sebelum bertolak kembali ke Poso, ibu-ibu menyempatkan diri mengunjungi Candi Borobudur, Malioboro dan Candi Prambanan.
5. Semiloka dan Peluncuran Desk PKB
Dalam rangka menjawab tantangan tugas dan penggilan gereja di tengah maraknya perubahan kondisi sosial politik di negara kita, maka CRWRC bekerjasama dengan Percik membentuk sebuah desk Pembangunan Kehidupan Bergeraja (Desk PKB). Desk ini dibentuk dengan maksud untuk memberikan dampingan (advocacy) kepada gereja-gereja pendiri/anggota P3H dalam bidang kehidupan sosial politik, sehingga secara bersama-sama mampu memberikan kontribusi dalam kehidupan sosial politik, baik pada tingkat lokal maupun nasional.
Tanggal 8-10 Desember 2003 lalu, bertempat di Kampoeng Percik, Desk tersebut diluncurkan bersamaan dengan adanya semiloka “Pembangunan Kehidupan Bergereja”. Hadir dalam kesempatan tersebut, para pengurus P3H, utusan gereja-gereja pendiri P3H dan beberapa orang peninjau dari lembaga seperti Biro Wanita PGI, FMKI, UKI, dll. Sebagai pembicara, adalah Pdt. AA. Yewangoe dari PGI, Pradjarta Dirdjosanjata dan Bp. Budi Lazarusli, keduanya dari Percik. Seminar hari pertama, ketiga pembicara mengangat isu-isu sosial politik yang menjadi tantangan aktual bagi gereja-gereja di Indonesia, kinerja gereja dalam bidang politik dan peluang-peluang gereja dalam mewujudkan peran sospolnya. Kemudian dilanjutkan dengan sharing pengalaman gereja-gereja mengenai isu politik di tingkat lokal dan nasional serta peluncuran desk PKB berikut pembahasan rumusan visi dan misi, langkah strategis dan program kerja.
Selama berlangsungnya acara tersebut antusiasme peserta ditunjukkan melalui ramainya curah pendapat seputar kehidupan gereja dalam konstelasi politik. Yang menarik, tidak satupun peserta yang tidak angkat bicara dan membagikan pengalamannya sehubungan dengan adanya beberapa perubahan sosial politik yang sering dianggap sebagai ‘ancaman’ bagi gereja.
Mengingat Pemilu 2004 sebagai sebuah pesta demokrasi yang dinilai cukup kompleks pelaksanaannya dan merupakan tantangan bagi jemaat gereja dalam mewujudkan partisipasi politiknya, maka dalam kesempatan terebut juga diadakan diskusi penyusunan materi Voter Education atau pendidikan bagi pemilih. Acara ditutup melalui pembahasan rencana tindak lanjut dari Desk PKB dan harapan bahwa rencana kegiatan tidak hanya berhenti pada level wacana dan diskusi namun dapat segera diwujudnyatakan.














6. Iskandar Saher Fasilitasi Pertemuan GKS Dengan Klaas Aikes
Pada tgl 13 Desembar Iskandar Saher menjadi fasilitator yang mengatur pertemuan antara Klaas Aikes dari Uniting Protestant Church of the Netherlands (UPCN) dengan Pimpinan BPS GKS. Pertemuan ini diatur dalam rangka perunjungan Klaas Aikes ke Indonesia. Dalam rencana perjalanannya Aikes tidak berencana berkunjung ke GKS mengingat padatnya jadwal perjalanan beliau. Iskandar melakukan negosiasi agar memberikan waktu pertemuan dengan GKS dan disetujui oleh beliau. Pertemuan ini diadakan di salah satu tempat pertemuan di Kampoeng Percik Salatiga.Dalam pertemuan ini dilakukan pembicaraan tentang kerjasama kedua pihak. Juga disepakati bahwa pada sekitar bulan Juni atau Juli 2004 akan diadakan pertemuan khusus di Sumba untuk melakukan evaluasi pelayanan UPCN (dulunya GKN) dan pelayanan GKS. Dalam evaluasi ini akan dilihat bersama keberhasilan yang telah dicapai selama ini dan hambatan serta kegagalan dalam pelayanan. Untuk evaluasi ini akan dimintakan masing-masing seorang dari UPCN dan GKS untuk melakukan evaluasi diri. Berdasarkan evaluasi ini diharapkan agar kedepan pelayanan di Sumba semakin berdaya guna dan berhasil guna.






7. Banjir Melanda Jambi
Sejak 1 Desember 2003 lalu, kota Jambi dan Kabupaten lain disekitanya dilanda banjir. Ribuan warga masyarakat harus meninggalkan rumah untuk mengungsi ke dataran yang lebih tinggi. Ribuan rumah, gedung sekolah dan beberapa pasar terendam air. Jalan darat terputus sehingga membuat kota Jambi nyaris menjadi kota yang terisolasi. Menurut Gubernur Jambi, banjir kali ini merupakan banjir siklus 50 tahunan, artinya banjir serupa telah terjadi 45-50 tahun yang lalu. Dapat dipastikan bahwa banjir ini terjadi akibat pembabatan hutan yang luar biasa di daerah hulu.
Tidak dapat dihindari, banjir ini mengakibatkan perekonomian Jambi lumpuh karena pasar induk terendam dan tidak ada aktivitas, perusahaan-perusahaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja berhenti total sehingga puluhan ribu orang menganggur. Melihat kondisi tersebut, Tim Peduli Bencana GKSBS Jambi yang dibentuk oleh Majelis Jemaat GKSBS Jambi bersama dengan Majelis Pekerja Sinode GKSBS melakukan upaya penanggulangan dengan memberikan bantuan berupa bahan makanan, minyak tanah dan obat-obatan. Dalam pelaksanaannya, Tim Peduli ini berkejasama dengan Yayasan SANAK yakni sebuah yayasan sosial bergerak di bidang pendampingan masyarakat. Yayasan SANAK didirikan oleh para pendeta, pastur, pengacara dan aktivis buruh (Muslim) dan mahasiswa IAIN Sultan Thaha. Direncanakan kegiatan tersebut akan dilakukan pada tanggal 29 Desember 2003 – 29 Januari 2004.






-------------------------------------------------






BERBAGI



DUTA DAMAI BAGI POSO



(Catatan Kecil dari Kunjungan Ibu-ibu Poso ke Salatiga)



Jumat pagi 14 November 2003, rombongan ibu-ibu dari Komisi Wanita Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (KWS GKST) tiba di Salatiga. Setelah dua hari menghabiskan perjalanan dari tempat asal di Sulawesi Tengah, mereka bertekad sampai di tanah Jawa untuk sebuah harapan akan jernihnya pikiran, hati dan perasaan demi menjadikan diri mereka duta bagi perdamaian di Poso.
Seperti kita ketahui, konflik di manapun terjadi, selalu meninggalkan luka bagi siapa saja yang baik secara langsung maupun tidak terkena akibatnya. Khusunya para ibu dan anak-anak. Mereka adalah korban yang tidak pernah absen untuk merasakan kepedihan mendalam selama dan setelah konflik berlangsung. Bagaimana tidak, ketika konflik pecah, sang ibu adalah satu-satunya orang yang masih bisa berpikir tentang dapur dan anak-anak atau keluarganya, sambil menyelamatkan diri sekaligus. Karena bagi sang ibu, apapun yang terjadi ia harus tetap berusaha membuat anggota keluarganya tetap bertahan hidup, baik secara jasmani maupun rohani. Sang ibulah yang sekalipun konflik menyisakan dendam, sebisa mungkin memberi petuah bijak bagi anak-anaknya untuk senantiasa menerima dan memaafkan. Pasca konflik, kerinduan pada sebuah pemulihan tentu menjadi harapan para ibu.
Untuk itulah, 21 ibu-ibu dari Sinode GKST melakukan kunjungan ke Salatiga dalam rangka penyegaran dan trauma healing atau penyembuhan luka-luka batin. Mereka sebagian besar adalah para pendeta dan pemimpin jemaat di tingkat klasis dan sinode.
Hujan di Jumat sore 15 November 2003 itu mengguyur Salatiga, namun tawa dan canda para ibu tetap mewarnai suasana perkenalan mereka dengan wakil dari CRWRC yang kala itu diwakili oleh Pak Iskandar Saher dan tim kerja yang mengorganisasi acara mereka selama di Salatiga yang diketuai oleh Leo Meranga. Dari perkenalan mereka, sebagian besar para ibu ini bermukim di wilayah yang secara langsung mengalami peristiwa konflik, seperti di Poso Kota, Pamona Selatan dan Mori Atas. Sedangkan ibu-ibu dari Wotu, Mangkutana, Pamona Timur dan Parigi Timur tidak secara langsung mengalami konflik ini. Pada saat di Salatiga ini, mereka juga mendengar kabar bahwa akan ada serangan kembali di tempat tinggal mereka dalam satu dua hari itu. Hanya berharap pada Pencipta, itulah yang membuat mereka masih bisa senyum dan tertawa.
Sekalipun ibu-ibu ini adalah para pendeta dan pemimpin jemaat, namun ketika konflik pecah, peran mereka ganda. Selain memikirkan nasib anak-anak dan keluarganya sendiri, mereka harus menjadi ‘gembala’ yang bijak bagi jemaat yang juga tertimpa duka mendalam. Di satu sisi, mereka secara manusiawi sebenarnya juga merasa takut dan sedih, namun mengingat para jemaat membutuhkan kekuatan, maka untuk sementara waktu mereka harus mengesampingkan perasaan mereka sendiri untuk memberikan dukungan moral bahkan tenaga. Kini setelah konflik reda, peran itu tetap ada.
Oleh karena itu berkunjung ke Salatiga merupakan kesempatan yang tidak mungkin disia-siakan untuk menyegarkan kembali suasana batin. Dengan penuh semangat dan selalu tepat waktu, tiga materi utama mereka ikuti. Karena saking antusias dengan tema yang diangkat, para ibu ini pun bertekad memburu buku pegangan pembicara, dengan maksud agar mereka pun dapat melakukan kegiatan serupa di wilayah pelayanan masing-masing jika pulang kemudian.
Begitu pula ketika mengikuti acara perkunjungan ke gereja-gereja, mereka merasakan kehangatan persaudaraan yang luar biasa. Sampai-sampai salah satu kelompok ngaret ketika waktunya harus kembali ke penginapan untuk mengikuti acara berikutnya karena asyiknya mereka berbagi pengalaman, apalagi sambutan dari ibu-ibu di gereja setempat begitu mengesankan, ditambah suguhan khas yang sayang jika tidak dicicipi.
Tak jarang, suasana tiba-tiba penuh keharuan, manakala satu-dua orang membuka kembali pengalaman hidupnya, khususnya ketika terjadi kerusuhan. Tidak dapat dipungkuri bahwa peristiwa itu selain menyelipkan duka, juga menyisakan amarah khususnya di kalangan generasi muda. Maka, tak jemu-jemu para ibu ini memberikan petuah bijaknya seperti yang dinasehatkan Tuhan Yesus pada kita “Kasihilah musuhmu seperti dirimu sendiri.” Beberapa tangkai bunga berkalungkan belasan kertas berisi doa bagi masyarakat Poso menjadi cinderamata untuk dibawa pulang.
Melepas kerinduan dengan anak, keponakan atau family di Salatiga juga tidak mereka lewatkan. Sekalipun tampak gembira menikmati hari-hari di Salatiga, tidak dapat ditutupi kerinduan para ibu untuk segera pulang berjumpa keluarga dan jemaatnya. Bahkan untuk membeli beberapa dasi sebagai oleh-oleh bagi rekan majelis sepelayanan beberapa ibu-ibu getol tawar-menawar dengan seorang penjual dasi di penginapan.
Mereka berharap kegiatan seperti ini bisa menjadi program pembinaan, supaya suatu saat bisa dilakukan kembali bagi orang-orang yang berada di daerah konflik. Memang selama di Salatiga kegiatan penuh air mata dan tawa, tapi ada harap terpancar di kala kembali di ladang pelayanan.
“ Sekali-kali mainlah ke Poso. Jangan takut ya,” pesan seorang ibu pada salah seorang panitia yang asli Jawa. Semoga Pue (artinya Tuhan dalam bahasa Poso) mengembalikan Poso seperti sedia kala. Kami doakan. Selamat berjuang menjadi duta bagi perdamaian di Poso tercinta. (*)


------------------------------------------------


SELINGAN


Orang Samaria Yang Baik Hati

Suatu ketika, di sebuah daerah terdapat sebuah jalan dengan tikungan maut yang sering mencelakakan orang. Kebetulan, di dekat tikungan maut itu ada sebuah gereja. Melihat banyaknya kecelakaan yang sering terjadi di tikungan ini, maka gereja ini berinisiatif menolong orang-orang yangmengalami kecelakaan lalu lintas. Gereja ini menjadi sangat terkenal karena suka membantu orang yang celaka di tikungan maut tersebut.
Suatu saat, gereja ini merasa perlu membeli mobil ambulans untuk meningkatkan pelayanan mereka menolong orang yang kecelakaan untuk segera dilarikan ke rumah sakit. Berkat dukungan doa dan dana dari jemaatnya maka mereka berhasil membeli sebuah ambulan. Dengan bantuan ambulan ini semakin banyak orang yang tertolong.
Namun, masalah utama banyaknya korban lalu lintas ini tikungan maut ini adalah adanya tikungan itu. Seandainya tikungan itu diluruskan, maka akar masalah akan teratasi, dan kemungkinan kecelakaan di situ akan teratasi. Seandainya tikungan maut sudah diluruskan, tak perlu membeli ambulan dan dana merawat orang kecelakaan.
Dari survey sederhana diketahui tikungan ini bisa diluruskan, dan kebetulan tanah yang akan dipakai untuk meluruskannya adalah tanah kosong. Tapi masalah kemudian muncul karena ternyata tanah yang akan digusur untuk pelurusan jalan ini adalah milik pejabat tinggi. Masalahnya adalah tak ada yang berani berbicara dengan si pejabat untuk meminta tanah kosongnya untuk menyelamatkan jiwa manusia. Akhirnya tikungan maut terus ada di sana, kecelakaan terus terjadi, ambulan masih diperlukan, dan mungkin perlu banyak uang lagi untuk membangun Ruma Sakit Korban lalu lintas.

Edisi V/September/2003

DARI REDAKSI
“Tujuh Belas Agustus Tahun 45,
itulah hari kemerdekaan kita..... Merdeka!”

Demikianlah rasanya belum hilang hingar bingar perayaan kemerdekaan negara Indonesia yang tetap sederhana. Di dusun-dusun, masyarakat beramai-ramai mengadakan lomba tarik tambang, panjat pinang, makan kerupuk, lari kelereng dan masih banyak lagi. Sepertinya tidak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat dengan segala kesederhanaannya tetap memperingati ulang tahun RI sekalipun dalam kondisi yang memprihatinkan. Sebab beberapa minggu sebelumnya, “Buummmm!” Lagi-lagi bom. Rasa-rasanya belum genap setahun perstiwa di Bali, bom dengan kekuatan yang hampir sama kembali meledak di ibukota. Kali ini JW Marriot, sebuah hotel berkelas internasional menjadi sasarannya. Entah berhubungan atau tidak dengan peristiwa di Bali, yang jelas tetap memakan korban manusia. Rasa aman makin jauh dirasakan.
Ditambah lagi kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah tanah air. Wong cilik harus mengambil air berpuluh kilo untuk minum, atau terpaksa menggadaikan peralatan rumah tangga mereka sekedar untuk menyambung hidup sehari-hari.
Negara kita memang telah 58 merdeka dari penindasan bangsa lain. Namun pada dimensi waktu yang berbeda, bangsa Indonesia dalam alam reformasinya, masih saja ada yang belum dapat merasakan kemerdakaannya yang sejati. Bagaimanakah kita umat Kristiani?
Sebagai kepunyaan Allah yang diciptakan sangat baik di mata-Nya, tentu kita setuju untuk tidak pernah membenarkan tindakan apapun yang dengan sengaja menyudahi kemerdekaan hidup orang lain, sesama kita. Atau makin membelenggu pihak-pihak yang tertindas.
Baiklah, masih dalam semangat 17-an, Holistik yang akan kami turunkan pada edisi ini umumnya masih melanjutkan edisi sebelumnya. Salah satunya dalam artikel lepas, pak Iskandar masih akan melanjutkan tema “Teologi Penciptaan”. Kami juga akan menyajikan aktivitas kami dalam 3 bulan terakhir bersama tim dalam upaya memantapkan capacity building dengan beberapa mitra kerja di Gereja Kristen Sumba dan beberapa rencana berikutnya.
Akhirnya, dari Cemara 23, redaksi mengucapkan selamat membaca dan sekali merdeka tetap merdeka!
----------------------------------------------------------
ARTIKEL LEPAS :

TEOLOGI PENCIPTAAN
(bagian II)
oleh : Iskandar Saher

KEJATUHAN
Ciptaan yang diciptakan oleh Tuhan pada mulanya baik. Tak ada satupun yang tidak baik atau rusak. Tapi pada kenyataannya saat ini kita melihat banyak kerusakan. Hutan menjadi gundul, sehingga mengakibatkan banjir dan tanah longsor yang membuat manusia kelaparan karena sawah dan kebunnya musnah, serta rumahnya hancur. Kita menyebut ini bencana alam. Sebetulnya ini bukan bencana alam, tapi bencana manusia, karena manusialah yang membuat hutan gundul yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor. Banyak lagi kerusakan yang terlihat dalam hidup keseharian. Ada pencemaran lingkungan, manusia yang saling membunuh dan menindas, hewan yang saling memangsa, kerusakan moral dan sistem di dalam masyarakat, berbagai penyakit sampai yang terakhir kita dengar disebabkan oleh cikumunyu dan virus SARS. Dari manakah datangnya semua yang jahat ini? Dalam cerita penciptaan kita tidak membaca bahwa Tuhan menciptakan yang jahat. Karena itu tidak diciptakan, lalu dari mana?
Alkitab menjawab pertanyaan ini dengan cerita kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa. Dosa menjadi penyebab dari ciptaan yang baik menjadi rusak. Tetapi seringkali kita sulit melihat hubungan antara dosa dengan kerusakan lingkungan, budaya, atau sistem dalam masyarakat kita. Dosa seringkali hanya terkait dengan masalah moral; dan itupun masih kita persempit lagi dengan masalah seksual, judi, mencuri, tidak pergi ke gereja. Hal ini terjadi karena kita mempersempit lingkup ciptaan Tuhan sehingga juga mempersempit lingkup pengaruh dosa. Dosa hanya menyangkut urusan pribadi kita dengan Tuhan dalam hal moral. Pandangan dunia yang didasarkan Alkitab melihat pengaruh dosa itu seluas ciptaan itu sendiri.

Lingkup Kejatuhan
Alkitab memberi gambaran tentang akibat dari kejatuhan Adam dan Hawa. Kejatuhan berdampak pada seluruh ciptaan, sehingga tidak ada bagian dari ciptaan yang tidak dikenai oleh dosa. Hal ini menjadi jelas seperti yang ditulis oleh Rasul Paulus bahwa “segala mahluk (the whole creation) sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin.” (Rom 8:22) Kata “segala mahluk” ini menunjuk pada seluruh ciptaan, bukan hanya manusia. Kejatuhan Adam dan Hawa membuat seluruh ciptaan, yang pada waktu diciptakan dalam keadaan baik, menjadi tidak baik. Pada dasarnya pengaruh ini terlihat dalam apapun, di manapun dan kapanpun di dalam dunia ini terdapat ketidakbaikan. Hanya kebanyakan dari kita sulit membayangkan bahwa pohon atau hewan dipengaruhi oleh dosa Adam dan Hawa. Kesulitan ini terjadi karena kita melihat dosa sebagai tindakan, bukan sebagai kondisi.
Ajaran Alkitab menunjukkan bahwa pengaruh kejatuhan mengenai seluruh ciptaan. Cerita tentang kejatuhan dalam Kejadian pasal 3 dan tulisan Rasul Paulus dalam Rom. 8:19-22 memberikan petunjuk tentang hal ini. Setelah Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa, selain mereka berdua yang menerima akibatnya maka ular juga dikutuk (Kej. 3:14), juga tanah (3:17), dan struktur hubungan antara manusia dengan ular menjadi hubungan yang bermusuhan (3:15). Akibat dari dosa kata Tuhan kepada ular: “… dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan engkau makan seumur hidupmu.” (3:14) Tidak jelas sebelum dikutuk bagaimana ular berjalan dan dia makan apa. Tapi kalimat kutukan ini memberi petunjuk bahwa sebelum dikutuk ular belum menjalar dengan perut dan tidak makan debu tanah. Yang jelas dalam cerita ini adalah bahwa ular menjadi seperti sekarang karena akibat dari dosa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa. Ini berarti struktur tubuh ular dan sistem pencernaannya berubah karena dosa, sebab sekarang dia harus berjalan dengan perut dan harus mencerna debu tanah. Norma sosial juga jadi kurang ditaati setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Kain dan Habel yang seharusnya saling mengasihi, ternyata saling dengki dan berakhir dengan pembunuhan Habel oleh Kain (Kej. 4:8). Ini semua untuk menunjukkan bahwa begitu kuatnya pengaruh kejatuhan manusia ke dalam dosa pada seluruh ciptaan. Oleh sebab itu Rasul Paulus mengatakan bukan hanya manusia yang menantikan keselamatan, tetapi seluruh mahluk.
Sebagai manusia kita kesulitan untuk mengetahui apa persisnya wujud dosa dalam kehidupan non manusia, dan apakah mereka juga merasakan dosa itu. Namun Alkitab memberikan gambaran bahwa semuanya dikenai oleh dosa. Semua benda dirusak oleh dosa, begitu juga struktur benda, struktur hubungan antar ciptaan dan norma sosial. Hanya jika kita perhatikan dengan seksama, barulah dapat juga kita melihat dampak dosa itu dalam kehidupan non manusia.
Dalam benda dan strukturnya kita dapat melihat pengaruh dosa. Misalnya ada benda-benda yang rusak atau tidak sesuai dengan keinginan Allah pada saat ia diciptakan. Contohnya adanya kambing yang lahir hanya berkaki dua atau berkaki lima; ada bayi yang sejak lahir cacat; ada tumbuhan yang seharusnya pohonnya tinggi tetapi tidak pernah menjadi tingi. Ini semua tidak sesuai dengan struktur waktu diciptakan Allah, sebab keinginan Allah adalah kambing selalu berkaki empat, bayi lahir sehat dan lengkap anggota badannya, dan pohon-pohon ada yang diciptakan tinggi. Semua penyimpangan terhadap struktur yang sesungguhnya bukan datang dari Allah, melainkan sesuatu muncul sebagai akibat dari dosa, sehingga setiap kali kita melihat sesuatu yang seharusnya baik tetapi ternyata tidak baik, itu berasal dari pengaruh dosa.
Pengaruh dosa terhadap struktur hubungan antar benda juga dapat kita lihat. Semua bentuk hubungan yang menyimpang berasal dari pangaruh dosa, sebab pada saat Allah menciptakannya semua hubungan itu baik. Misalnya hubungan antar manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam, pada saat diciptakan semua itu baik, tapi setelah jatuh ke dalam dosa struktur hubungan itu rusak. Kain dan Habel, dua orang saudara kandung yang harusnya saling mengasihi, ternyata saling membunuh (Kej. 4). Begitu juga hubungan antara manusia dengan alam menjadi hubungan yang tidak serasi, yaitu tanah dikutuk (Kej. 3:17), serta hubungan antara manusia dengan ular menjadi hubungan bermusuhan. Dalam kehidupan kita saat ini rusaknya struktur hubungan antar benda (baik antar manusia dengan manusia, manusia dengan ciptaan lainnya dan hubungan antar ciptaan bukan manusia) semakin hari semakin jelas terlihat. Saling membunuh dan mengekploitasi antar manusia, alam menjadi ancaman bagi hidup manusia akibat ulah manusia. Dalam kehidupan benda-benda non manusia misalnya hewan saling membunuh, dan tumbuhan saling memangsa. Pada saat diciptakan semua hubungan ini dikatakan “baik”, dalam arti tidak saling memusuhi. Hanya setelah masuknya dosa barulah hubungan ini menjadi tidak, atau kurang, baik.
Selain struktur hubungan ini menjadi rusak, pengaruh dosa juga membuat struktur hubungan itu dimanfaatkan secara tidak benar. Manipulasi hubungan ini terjadi karena ulah manusia. Misalnya dalam hubungan antara bumi dengan benda yang mempunyai berat (massa), bahwa benda itu akan jatuh ke bumi (karena adanya gaya tarik bumi) kadang dimanfaatkan oleh manusia untuk menjebak hewan di hutan atau dipakai untuk membuat lobang yang bisa dipakai untuk menjebak manusia lain. Hubungan seksual yang diciptakan oleh Tuhan sebagai hubungan yang baik dapat dimanfaatkan untuk membuka tempat pelacuran sehingga bisa mendapatkan uang untuk diri sendiri. Jadi pengaruh dosa terhadap struktur hubungan antar benda ini adalah bahwa selain struktur hubungan itu tidak sebaik pada saat diciptakan ia juga dapat digunakan untuk tujuan yang tidak baik; tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Pengaruh dosa terhadap norma sosial adalah bahwa setelah masuknya dosa ke dalam dunia maka norma sosial itu kurang ditaati. Semula manusia diciptakan untuk saling mengasihi, tapi nyatanya lebih banyak yang saling bermusuhan. Permusuhan ini bukan hanya terjadi antara orang yang saling tidak mengenal, melainkan juga antar saudara kandung bahkan antara orang tua dengan anak. Ini juga bentuk dari dosa yang hadir dalam hubungannya dengan norma sosial.
Ini semua ingin menunjukkan bahwa pengaruh dosa itu seluas ciptaan. Ini semua ingin memperlihatkan bahwa semua yang diciptakan oleh Allah (benda, struktur benda, struktur hubungan antar ciptaan, dan norma sosial) dipengaruhi oleh dosa yang masuk melalui kejatuhan Adam dan Hawa. Namun ini tidak berarti bahwa ciptaan sekarang menjadi identik dengan dosa.
Antara ciptaan dan dosa masih tetap ada jarak, dan keduanya masih dapat dibedakan. Misalnya hubungan permusuhan antara hewan dengan manusia tidak menghapus bahwa masih ada hubungan yang baik, misalnya antara manusia dengan kucing atau anjing. Begitu juga adanya pelacuran tidak membuat hubungan suami-istri menjadi tidak baik semuanya. Wolters menggambarkan dosa itu seperti karikatur terhadap ciptaan. Kalau kita melihat karikatur kita masih dapat mengenali maksud dari gambar karikatur itu, tapi ia nampak lebih jelek. Misalnya karikatur yang menggambarkan presidan Amerika Serikat dengan gigi peluru kendali. Kita masih bisa mengenal bahwa yang dimaksud oleh karikatur itu adalah presiden AS, tapi dia lebih jelek dari yang sesungguhnya.

Struktur & Arah
Gambaran tentang dosa sebagai karikatur di atas membawa kita pada struktur dan arah dalam dosa. Struktur mengacu pada tatanan ciptaan itu sendiri, sedangkan arah menunjuk pada pemanfaatan dari ciptaan oleh manusia. Arah ini terkait langsung dengan penampakan dosa dan penyelamatan.
Kalau kita kembali pada apa yang diciptakan, kita ingat bahwa salah satu yang diciptakan oleh Allah adalah struktur (benda dan hubungan antar ciptaan). Dosa membuat struktur mahluk ada yang rusak, dan struktur hubungan di antaranya juga rusak. Di atas sudah dikatakan bahwa ada kambing yang lahir berkaki dua, atau bayi manusia lahir tanpa anus atau pohon menjadi kerdil. Ini semua terjadi karena masuknya dosa, sehingga ada di antara ciptaan yang strukturnya menjadi rusak. Ini adalah sesuatu yang umum. Maksudnya, kalau seorang bayi lahir cacat belum tentu itu karena dosa orang tuanya. Namun, karena dunia ini sudah berdosa, maka bisa saja ada bayi yang lahir cacat. Seandainya dulu Adam dan Hawa tidak jatuh ke dalam dosa, maka tidak akan ada kemungkinan bayi lahir cacat. Dosa membuka kemungkinan bahwa struktur ciptaan itu tidak lagi baik seperti pada saat diciptakan.
Pada pihak lain, dosa juga nampak dalam arah untuk apa sesuatu itu dilakukan. Segala yang dilakukan bukan untuk kemuliaan Tuhan itu adalah penampakan dosa. Arah yang bukan untuk kemuliaan Tuhan, tidak terkait langsung dengan rusak tidaknya struktur ciptaan.
Agar lebih jelas kita ambil satu contoh. Misalnya tangan kita yang sehat. Tangan kita baik, tapi tangan yang baik ini dapat dimanfaatkan untuk mencelakai orang lain; umpamanya menampar orang atau dipakai untuk mencopet. Tangan ini menjadi berdosa karena pemanfaatannya bukan untuk kemuliaan Tuhan. Atau hubungan seksual itu pada dasarnya tidak salah, karena itu sesuatu yang diciptakan Tuhan dengan baik, tapi arahnya menjadi dosa kalau hubungan seksual dilakukan dalam rangka pelacuran. Jadi strukturnya (dalam contoh ini: tangan atau nafsu seksual) masih baik, hanya arahnya (yaitu bagaimana ciptaan Tuhan itu digunakan) yang berdosa. Jadi dosa nampak dalam arah tindakan manusia yang tidak untuk kemuliaan Tuhan.
Penampakan dosa dalam arti arah yang tidak memuliakan Tuhan ini tidak hanya terbatas dalam struktur manusia dengan segala aspeknya, tetapi juga dalam struktur hubungan dengan ciptaan lain. Dalam hal struktur manusia, jelas misalnya menjadi tindakan dosa apabila apapun dalam tubuh manusia digunakan bukan untuk kemuliaan Tuhan. Mata, misalnya, jadi berdosa arahnya kalau dipakai untuk melihat hal-hal yang tidak baik. Perasaan juga menjadi berdosa kalau yang dipupuk hanya rasa benci. Namun, selain itu dalam hubungan dengan ciptaan lain juga arahnya bisa berdosa.
Perlakuan manusia terhadap ciptaan lain banyak menampakkan arah berdosa. Di atas sudah diberikan contoh manusia menggunakan gaya gravitasi untuk membunuh sesamanya dengan cara membuat lobang jebakan. Masih banyak contoh lain lagi dalam kehidupan sehari-hari. Contoh-contoh juga bisa kita lihat dari lembaga sosial. Misalnya lembaga keluarga dapat dijadikan seperti lembaga bisnis, karena anak-anak diperas tenaganya seperti buruh oleh orang tuanya. Lembaga pendidikan dijadikan lembaga untuk mencari keuntungan. Masih panjang lagi daftar yang dapat kita buat tentang hal ini. Ini adalah contoh-contoh yang jelas dan kita amini sebagai tindakan dosa.
Ada pula perbuatan manusia dalam hubungannya dengan orang dan ciptaan lain yang sebetulnya arahnya bukan untuk kemuliaan Tuhan, tapi kurang kita lihat sebagai dosa, walaupun sesungguhnya itu dosa. Pada dasarnya perbuatan dosa adalah segala perbuatan yang tidak memperlakukan ciptaan sebagaimana Tuhan inginkan. Misalnya Tuhan ingin agar kita menghasilkan CO2 untuk kepentingan tumbuhan, tapi yang kita berikan CO dari pembuangan knalpot kendaraan bermotor dan cerobong pabrik. Alam, yang menurut Tuhan untuk kepentingan seluruh umat manusia, ditebang oleh segelintir orang untuk menambah kekayaannya. Pohon dan terumbu karang yang harusnya tumbuh dengan tenang dan damai, kita hancurkan. Bahkan dalam peternakan modern saat ini sapi tidak lagi diperlakukan sebagai sapi. Sapi yang mestinya menginjak tanah dan makan rumput, tapi dalam peternakan modern sapi tinggal di ruangan seumur hidupnya dan diberi makan makanan dan hormon yang membuat dia siap dijual dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Tindakan-tindakan seperti ini kurang kita sadari sebagai tindakan dosa, walaupun sesungguhnya ini adalah dosa karena arah dari tindakan itu bukan untuk kemuliaan Tuhan, atau tidak memperlakukan ciptaan lain sesuai dengan keinginan Tuhan, melainkan untuk kemuliaan kita dan sesuai dengan keuntungan kita.
Dosa, memang jauh lebih luas dari sekedar mengenai manusia, apalagi hanya jiwa manusia. Tindakan dosa tidak dapat dibatasi pada dosa pribadi dan hanya menyangkut hal-hal moral. Semua perilaku yang membuat ciptaan Tuhan yang baik menjadi tidak baik, semua tindakan yang memanfaatkan ciptaan yang baik untuk maksud yang tidak baik, semua sikap yang melihat ciptaan yang baik sebagai tidak baik, dapat dikategorikan sebagai dosa. Konkretnya, semua perilaku yang merusak ciptaan, baik itu merusak sesama manusia, benda-benda, struktur hubungan antar benda dan norma sosial adalah dosa. Penghancuran alam, perusakan norma sosial dan melanggar sepuluh firman Tuhan, sama-sama perbuatan dosa. Semua tindakan yang menggunakan ciptaan Tuhan yang baik untuk tujuan yang tidak baik, seperti menggunakan akal untuk mengakali orang lain, memakai getah pohon untuk meracuni mahluk hidup, sama berdosanya dengan tidak mentaati firman Tuhan. Semua sikap yang merendahkan sesama dan tidak peduli pada ciptaan Tuhan lainnya sama saja berdosanya dengan tidak menghormati Tuhan. Dosa, jauh lebih luas dari sekedar tindakan yang tidak benar yang menyangkut bidang moral.
Pada pihak lain, dosa juga nampak di dalam tindakan bersama manusia. Urusan dosa bukan hanya urusan pribadi “saya dengan Tuhan,” tapi juga tindakan di dalam kehidupan konkret di tengah masyarakat dan bersama dengan masyarakat. Dosa nampak dalam sistem dan peraturan yang dibuat oleh manusia yang mengeksploitasi ciptaan lainnya dan merusak ciptaan Tuhan. Dosa bisa ada di dalam hukum yang dibuat oleh manusia, dalam sistem pendidikan, dalam lembaga keluarga, dalam lembaga gereja, dalam sistem perdagangan, dalam sistem politik dll. Dosa dapat mewujud dalam semua hasil karya manusia.Kerusakan akibat dosa jauh lebih luas daripada yang selama ini kita bayangkan. Dosa merasuki seluruh ciptaan, karena itu dosa itu seluas ciptaan. Inilah sebabnya maka penyelamatan juga harus terjadi seluas ciptaan itu.

-----------------------------------------------------------------

AKTIVITAS KITA

1. Kunjungan P3H ke Sinode GKS

Pada tanggal 1-5 Juni 2003, Iskandar Saher dan Nick Armstrong berkunjung ke Sinode GKS. Kunjungan selama 5 hari ini dilakukan dalam rangka memfasilitasi pembuatan rencana kerjaa GKS 2004-2006. Semula direncanakan Klaas Aikes (Program Officer Asia-Pasific Desk Uniting Protestant Churches of the Netherlands) ikut serta, tetapi karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan dan keadaan politik yang kurang mendukung, ia tidak bisa datang. Meski demikian, diskusi yang diadakan di gedung sinode GKS di Waingapu, berlangsung sangat partisipastif, dengan melibatkan seluruh perangkat sinode GKS untuk menentukan serta menggali potensi-potensi yang ada di GKS. Pertemuan ini menghasilkan konkretisasi rumusan Visi & Misi GKS yang diambil dari GBKU GKS, menentukan masalah kritis dan meneruskan prioritas program pelayanan GKS hingga tahun 2006.

2. Pelatihan CCI di Waingapu, Sumba

Untuk menjawab kebutuhan menguatkan kapasitas lembaga (Institutional Capacity Building), P3H bekerjasama dengan Yayasan Kuda Putih Sejahtera (KPS), yayasan milik sinode Gereja Kristen Sumba, mengadakan pelatihan Community Capacity Indicator (CCI) pada tanggal 19-21 Juni 2003 lalu. Pelatihan yang digelar di gedung sinode GKS ini difasilitasi oleh dua orang staf CRWRC dari Bangladesh/India yakni Kohima Daring dan Nancy TenBroek. Tujuan dari pelatihan ini selain dalam rangka menguatkan kapasitas lembaga juga untuk mengetahui kapasitas masyarakat, indikatornya serta cara mengukur kapasitas tersebut. Pelatihan ini diikuti sekitar 30 orang dari beberapa lembaga swadaya masyarakat lokal selain KPS baik di Waingapu, Sumba Timur, maupun Waikabubak, Sumba Barat. Seringkali lembaga tidak menyadari bahwa kelompok masyarakat binaan perlu mengetahui kapasitasnya sekaligus mengukurnya untuk mengetahui keberhasilan kelompok melalui indikator-indikator yang telah ditetapkan bersama. Sekalipun fasilitator menyampaikan materi dengan bahasa Inggris, namun pelatihan berjalan cukup lancar dan interaktif karena adanya penterjemah dan metode cerita yang dipakai cukup membantu peserta memahami penyampaian.

3. Pelatihan Keuangan Lembaga Dengan Sistem Quickbooks

Masih dalam rangka Capacity Building, kali ini P3H mengadakan pelatihan keuangan dengan basis Quickbooks. Sebagai fasilitator adalah Monika Rum Mahanani, staf CRWRC Indonesia. Pelatihan diadakan di gedung Sinode GKS pada tanggal 11-14 Agustus 2003 dan diikuti oleh 7 orang peserta dari Yayasan KPS dan Sinode GKS. Quickbooks adalah sistem keuangan lembaga yang lebih mudah digunakan karena dapat memudahkan akses informasi keuangan lembaga dengan lebih cepat, sekalipun laporan tersebut adalah laporan tahun terdahulu. Para peserta pelatihan adalah staf keuangan di dua lembaga tersebut yang telah menguasai dasar Excel sebelumnya. Ini memudahkan penyampaian materi karena basic Quickbooks juga berawal dari pembuatan kas dalam Excel. Pelatihan ini langsung dengan praktik, karena itu setiap peserta langsung berada di depan komputer selama pelatihan.

4. Pembangunan Bendungan di Mamasa

Terhitung sejak bulan Juni lalu, saudara-saudara kita di Yayasan Tallu Bulina Gereja Toraja Mamasa (GTM) mengerjakan pekerjaan bendungan yang sejak tahun 2002 mengalami kerusakan akibat bencana banjir. Bendungan ini terletak di desa Tawalian, Kecamatan Sesenapadang sekitar 3 km dari ibukota kabupaten. Nantinya, bendungan ini akan mengairi lahan sawah sebanyak 300 Ha yang ada di 2 desa yaitu Desa Tawalian dan Desa Rantetangnga. Sebelumnya, penduduk dari dua desa ini, rata-rata adalah buruh tani, hampir selama satu tahun tidak bisa menanam padi akibat rusaknya bendungan ini. Manfaat yang akan didapatkan oleh penduduk di dua desa ini selain untuk pertanian juga diharapkan dapat menambang pasir untuk kepentingan pembangunan di Kabupaten Mamasa. Proses perampungan bendungan ini dilakukan sepanjang bulan Juli hingga Agustus. Pada musim tanam tahun ini diharapkan para petani sudah dapat memanfaatkan tanah pertanian mereka kembali.

5. Bahan PA Siap Cetak
Setelah beberapa waktu tertunda karena kesibukan masing-masing anggota tim, akhirnya draft bahan PA telah siap dicetak untuk selanjutnya didistribusikan ke anggota P3H di enam Sinode. Sebelumnya, tim harus menunggu hasil pembahasan Dewan Pengurus Harian P3H terhadap draft ini. Diharapkan dengan adanya bahan PA ini, nantinya jemaat di gereja anggota P3H khususnya, terbantu dalam melakukan pemahaman alkitab melalui refleksi kehidupan sehari-hari. Metode yang dipakai dalam pembuatan bahan PA ini adalah metode pembelajaran orang dewasa. Pada dasarnya orang dewasa sudah tahu tentang dirinya, karena pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya. Oleh sebab itu orang dewasa cenderung tidak mau diajari. Berdasarkan pemahaman ini maka PA ini tidak disiapkan untuk menggurui, melainkan peserta menemukan sendiri makna firman Tuhan dalam hidup mereka sehari-hari. Dengan metode ini yang aktif adalah peserta, sedangkan pemimpin hanya bertindak sebagai fasilitator saja.

6. Iskandar Saher berkunjung ke UPCN
Pada tgl. 18-20 Agustus 2003 Iskandar Saher diundang berkunjung ke kantor Uniting Protestan Church of the Netherlands (PCN=gabungan dari GKN,NHK & Gereja Lutheran) di Utrecht, Belanda. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka perjalanan Iskandar, sebagai Koordinator JESL-CRWRC Asia, ke Nigeria menghadiri retreat tahunan JESL-CRWRC. Dalam kunjungan ini dilakukan pertemuan dengan Bpk. Klaas Aikes dan Ibu Lin Tjeng. Pertemuan dengan Bpk. Aikes adalah untuk membicarakan hubungan bilateral PCN dengan GKS, sedangkan dengan Ibu Lin Tjeng dibicarakan kemungkinan membantu PCN dalam hubungan kersajamanya dengan Sinode Am Gereja-gereja (SAG) Sulutteng.

7. Rencana Kunjungan P3H ke Gereja Kristen Toraja Mamasa

Untuk memfasilitasi pembuatan perencanaan kerja kedepan Gereja Toraja Mamasa (GTM), Dirlak P3H, Iskandar Saher dan Nick Armstrong akan berkunjung ke Mamasa pada 3-8 November. Selain memfasilitasi pembuatan rencana kerja GTM, P3H juga merencanakan akan melakukan pelatihan penulisan proposal permohonan dana. Diharapkan dari perkunjungan ini, nantinya kapasitas lembaga dapat semakin ditingkatkan baik dalam hal struktur kegerejaan maupun kemampuan pencarian sumber-sumber dana yang potensial bagi kelangsungan pelayanan.

---------------------------------------------------------------------------

BERBAGI

KEMITRAAN
CRWRC/P3H & YAYASAN KPS-GKS

1. Pendahuluan:
Yayasan KPS merupakan salah satu alat pelayanan Gereja Kristen Sumba (GKS) yang didirikan sejak tahun 1991 yang lalu. Secara Akta Notaris sebagai lembaga yang mendapatkan legalitas formal oleh Pemerintah terbentuk pada tgl 1 Desember 1992 dengan akta no. 23; kemudian akta ini diperbaharui kembali sesuai dengan UU Pemerintah RI No. 16 tahun 2001 tentang YAYASAN maka, KPS mengubah Anggaran Dasarnya dan telah dinotariskan dengan Akta nomor 43 tertanggal 30 Agustus 2002 serta didaftarkan di Pengadilan Negeri Waingapu, Sumba Timur pada tanggal 30 Januari 2003.

Dalam pelaksanaan tugas pelayanan Yayasan KPS sejak tahun 1991 s/d tahun 2001 lebih terfokus pada Program Pengembangan dan Peningkatan Ekonomi masyarakat kecil dan jemaat di lingkungan GKS. Sejak tahun 2002 dan seterusnya Program KPS tetap melakukan program di bidang ekonomi ( Micro Enterprise Development) karena program ini merupakan program prioritas dan kritis, namun juga mengerjakan program-program yang sifatnya holistik sesuai kebutuhan masyarakat maupun program emergency.

2. Awal Kerjasama
Sebelum Sidang Sinode GKS ke 38 di Waikabubak pada bulan Juni 2002 yang lalu nama P3H sudah terdengar dilingkungan GKS; karena salah satu pejabat di tingkat Sinode GKS pada waktu itu merupakan salah satu anggota Pengurus P3H ( Bpk. Pdt. Octavianus Anduwtju).
Pusat Pengembangan Pelayanan Holistik (P3H) yang berkantor di Salatiga (Jateng) merupakan suatu Jaringan Kerja yang dibentuk atas dasar komitmen beberapa Gereja untuk melayani berbagai program secara holistik sesuai kebutuhan gereja dan jemaat tentunya.
Menjelang sidang Sinode GKS tersebut, management Yayasan KPS telah mendapatkan informasi tentang P3H ini melalui buletin-buletin yang diperoleh maupun melalui akses internet di web site CRWRC, USA. Peluang informasi ini dimanfaatkan oleh Management Yayasan KPS-GKS untuk melakukan kontak langsung dengan Direktur Pelaksana (Dirlak) P3H/CRWRC Indonesia dalam memperkenalkan Yayasan KPS sebagai alat pelayanan GKS di Sumba.
Atas undangan GKS kepada P3H untuk menghadiri Sidang Sinode GKS ke 38 tersebut, maka Pengurus dan Pimpinan serta staff Management P3H dapat menghadiri Sidang Sinode tersebut sekaligus melakukan kunjungan kerja ke Kantor Yayasan KPS dan ke beberapa proyek Yayasan dibidang pengembangan ekonomi masyarakat.

Setelah mengetahui secara nyata dilapangan bahwa, Yayasan KPS lebih terfokus pada masalah pembangunan ekonomi orang kecil dan adanya saling komunikasi yang intensif antar lembaga maka; kedua lembaga bersepakat baik secara formal maupun non formal merencanakan beberapa kegiatan jangka pendek di Sumba dan menciptakan hubungan kemitraan dengan Partner CRWRC di USA.

Sebagai LSM tentunya Yayasan KPS akan tetap berupaya secara maksimal dapat bekerjasama dengan berbagai lembaga baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang mempunyai tujuan dan sasaran yang sama dalam upaya mengangkat harkat dan martabat orang kecil (wong cilik). Kerjasama itu dapat saja terjadi baik melalui gereja atau non gereja; karena banyak juga LSM-LSM Internasitonal tidak berafiliasi dengan Gereja dan mereka cenderung langsung pada lembaga lokal sebagai implementing project, namun demikian pelayanan mereka adalah Pelayanan Kasih sebagai lembaga “Kristen”.

Dari berbagai informasi tersebut diatas maka terciptalah Kerjasama yang konkrit antara Yayasan KPS dan P3H serta CRWRC pada tgl 28 Juni 2002 melalui suatu pertemuan formal di Kantor KPS di Waingapu, Sumba – NTT. Kerjasama antar lembaga yang sudah terjalin ini memuat beberapa hal pokok penting antara lain :
· Adanya saling kepercayaan antar lembaga.
· Adanya komunikasi yang intensif dan efektif.
· Penyajian data secara transparan.
· Penguatan kelembagaan dan –
· Partisipatif Masyarakat dan Jemaat.

3. PROGRAM KERJASAMA :
Sebelum kunjungan kerja P3H ke Sumba maka salah satu kegiatan penting yang telah melibatkan Yayasan KPS oleh P3H pada bulan Mei 2002 adalah Pelatihan Manajement Kelompok dalam program MED di Yayasan WKP di Bali; pelatihan ini juga diikuti oleh beberapa lembaga Sinode termasuk GKS dan Yayasan partner P3H di Indonesia.
Kemudian pada bulan Mei 2003 dalam Kerjasama P3H dan GKS telah melaksanakan Lokakarya Program Kerja GKS untuk program tahun 2003 – 2006; selang beberapa waktu kemudian dalam Kerjasama KPS dan CRWRC maka pada Juni 2003 dilanjutkan dengan Pelatihan Indikator Pemberdayaan masyarakat yang melibatkan beberapa LSM Kristen di Sumba dan staf Sinode GKS; dan pada tgl 11 s/d 14 Agustus 2003 dilaksanakan lagi suatu pelatihan khusus untuk staf Management Keuangan Yayasan KPS dan Kantor Sinode GKS dalam Otomasi komputer melalui Quickbooks program. Direncanakan juga oleh Yayasan KPS pada akhir tahun 2003 ini dalam kerjasamanya dengan CRWRC akan melakukan lokakarya tentang Program KPS untuk 5 – 10 tahun ke depan; outputnya diharapkan KPS dapat menyusun rencana strategis atau Master Plan. Lokakarya ini akan melibatkan Pengurus dan Management KPS, Gereja, Pimpinan Jemaat dan tokoh-tokoh masyarakat, dll.

4. PENCAPAIAN & DAMPAK PELAYANAN :
Dalam Kerjasama KPS-GKS dan P3H/CRWRC dalam 6 bulan terakhir ini telah menunjukkan hasil-hasil yang positif antara lain : Terciptanya Kerjasama antara Partners Christian Development (PCD) dengan Yayasan KPS dalam Program Micro Enterprice Development (MED) di Wilayah Pelayanan KPS di Sumba Barat. Kemudian, dalam beberapa waktu yang akan datang KPS juga akan bekerjasama dengan CRCA untuk program MED.

Dampak dari berbagai program kerjasama yang sudah berlangsung efektif dalam tahun 2003 ini yaitu :
· Telah terjadi realisasi bantuan modal skala kecil kepada masyarakat di beberapa wilayah di Sumba barat, baik secara kelompok maupun individu.
· Pelatihan-pelatihan masyarakat dibidang kewirausahaan.
· Adanya teori penerapan dalam mengukur kapasitas kelompok di masyarakat dari beberapa LSM yang telah mengikuti Pelatihan Indikator Pemberdayaan Masyarakat.
· Terciptanya 4 pokok program prioritas Sinode GKS berdasarkan GBKU, yang diharapkan dapat dilaksanakan oleh GKS sejak tahun 2003 – 2006 yang akan datang.
· Management staff keuangan KPS dan Kantor GKS dapat melaksanakan system otomasi komputer keuangan secara cepat dan tepat melalui program Quickbooks dalam penyajian data keuangan lembaga baik untuk kepentingan lembaga maupun untuk kebutuhan pihak lain.

5. MASALAH-MASALAH :
Sejak Yayasan KPS-GKS bekerjasama dengan P3H atau dengan CRWRC belum ada masalah-masalah yang mendasar dalam proses dan pelaksanaan hubungan multilateral ini. Karena prinsip utama yang dianut pada lembaga kerjasama ini adalah: kredibilitas, keterbukaan, kemauan dalam bersharing program dan menangkap peluang-peluang yang ada. Suasana kekeluargaan diantara pekerja sosial ini baik dari tingkat eksekutif sampai pada level staff selalu diharapkan dapat terjadi secara alamiah walaupun jarang bertemu secara pandang mata; namun demikian berkat doa-doa dan pimpinan Tuhan apa yang direncanakan baik secara formal maupun non formal dilakukan secara bersama-sama dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masing-masing lembaga terutama kepada masyarakat kecil sebagai subyek program.
Masalah komunikasi sering merupakan hambatan di daerah-daerah karena keterbatasannya jaringan dan lain-lain, namun demikian sarana komunikasi dari Sumba untuk saat ini sudah cukup menunjang.

6. PENUTUP :
Hubungan kemitraan yang sudah terjalin ini antara P3H dengan GKS dan yayasan-yayasannya diharapkan akan membawa dampak positif dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan dan pengembangan program pelayanan yang holistik pada masa-masa yang akan datang.


Penulis :
Semuel Takanjanji (Direktur Pelaksana Yayasan KPS-GKS)

-----------------------------------------------

ARTIKEL DEPAN

Perpustakaan Kita

Pada edisi lalu, kami sedikit banyak telah mengupas keseharian serta ‘dapur’ kantor P3H. Rasanya tidak lengkap kalau kami tidak mengajak pembaca yang budiman berjalan-jalan mengunjungi sisi lain dari kantor P3H yang mungil ini. Mungkin belum banyak yang mengetahui, oleh karena itu ini perlu dikabarkan pada pembaca sekalian, bahwa P3H memiliki perpustakaan!
Kalau Anda berkunjung ke Cemara 23, anda akan kami sambut dan kami bawa ke ruangan berukuran 3x5 m ini. Wah, apa yang menarik? Memang menjadi tidak menarik andai saja pikiran kita langsung mengarah ke perpustakaan yang biasa kita kunjungi. Buku dan buku, membaca harus berdiri, mencari buku melalui kotak katalog yang melelahkan untuk dibaca satu-satu. Pengap dan berdebu. Tidak ada tempat duduk untuk membaca.
Tapi tunggu dulu, ada yang lain di perpustakaan kita. Setelah melalui proses persiapan yang panjang dan reinventarisasi koleksi buku, kami para ‘koki’ di dapur P3H, memperkenalkan sebuah perpustakaan bagi pembaca yang berkeinginan mengunjungi dan haus akan informasi seputar Community Development, Humaniora, Manajemen, panduan Pelatihan, Micro Credit Development, Pelayanan Holistik hingga novel Pelican Brief.
Ada sekitar 300-an koleksi buku dan non-buku, dari buku pengetahuan dan non-buku berbentuk manual (buku pegangan), buletin dan majalah dalam bahasa Inggris maupun Indonesia. Buku-buku tersebut diperoleh dengan cara membeli ataupun pemberian dari seseorang atau lembaga mitra lain dan sebagian kecil koleksi pribadi. Tidak hanya itu, kami juga menyediakan beberapa koleksi Compact Disc (CD) dokumentasi yang berisi aktivitas pelayanan P3H yang pernah dilakukan dan CD berisi materi pelatihan, antara lain pelatihan pengembangan kapasitas masyarakat maupun organisasi, dan masih banyak lagi.
Sekalipun tidak diresmikan secara simbolis, tetapi perpustakaan ini siap untuk dikunjungi kapan saja. Pengunjung dapat membaca di ruang baca yang tersedia di samping rak buku atau di meja panjang di depan perpustakaan. Sedangkan untuk mencari buku, pengunjung dapat menggunakan Self Access Computer alias mengutak-atik sendiri katalog di komputer berdasarkan jenis, klasifikasi, pengarang, penerbit maupun judul bukunya. Ruang tersebut didesain sedemikian rupa untuk memberi kemudahan bagi siapa saja yang ingin berdiskusi atau membaca sendiri jauh dari keramaian sekelilingnya.
Tentu saja, bagi para pembaca yang ingin mengunjungi perpustakaan P3H, dengan senang hati kami akan menyambutnya. Bagi yang jauh, kapan-kapan kalau jalan-jalan ke Salatiga bisa mampir. Kami berharap perpustakaan sederhana ini menjadi milik kita semua, seluruh anggota P3H.