More about P3H

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
Pusat Pengembangan Pelayanan Holistik (P3H), adalah sebuah forum bersama milik 6 sinode anggota Reformed Ecumenical Church (REC) yang berkantor di Salatiga. Anggota P3H antara lain : Gereja Kristen Jawa (GKJ), Sinode Gereja Kristen Indonesia Sinwil Jateng (GKI Sinwil Jateng), Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS), Gereja Toraja (GT), Gereja Toraja Mamasa (GTM) dan Gereja Kristen Sumba (GKS). Melalui media online ini, kami berharap kegiatan P3H sebagai forum bersama milik gereja, dapat dibaca lebih luas dan lebih cepat, khususnya bagi pembaca yang dapat mengaskes internet. Kami berharap masukan dan saran dapat diberikan kepada Buletin Holistik, demi perbaikan buletin Holistik serta tampilannya secara online ini. Selamat membaca.

Kamis, 05 Maret 2009

Edisi VII/April/2004

DARI DAPUR REDAKSI

P3H=Kita?

Pernahkah saudara berkenalan dengan seseorang sepintas lalu? Hanya mengenal nama, mungkin pekerjaannya, atau alamatnya? Suatu saat ketika kita bertemu lagi dengan orang itu, kita tiba-tiba kesulitan mengingatnya kembali, bahkan namanya pun tak terlintas sama sekali, hanya perasaan mengatakan kita pernah bertemu dengan orang itu.
Kira-kira begitulah proses sebuah perkenalan yang hanya di permukaan saja, ada dua kemungkinan, kita mudah lupa-lupa ingat namanya atau nama itu sama sekali tidak tersimpan dalam rekaman ingatan kita. Mungkin ini karena perkenalan kita hanya sebatas siapa dan apa, bertukar kartu nama tetapi tidak menindaklanlanjuti dengan silaturahmi atau komunikasi berikutnya.
Nah, itulah yang terjadi dengan P3H. Sekalipun sudah berusia hampir 4 tahun, rupa-rupanya forum bersama ini tidak begitu dikenal dengan sangat baik, bahkan oleh para anggotanya sekalipun. Padahal, usaha untuk mengenalkan diri dan bersosialisasi sudah getol dilakukan, khususnya kepada 6 sinode anggota P3H sendiri yakni Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS), Gereja Kristen Indonesia Sinwil Jateng (GKI Sinwil Jateng), Gereja Kristen Jawa (GKJ), Gereja Toraja (GT), Gereja Toraja Mamasa (GTM) dan Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS). Dari perkenalan-perkenalan yang tidak dalam itu, justru sering terjadi kerancuan pengertian, bahkan kesimpangsiuran. Misalnya, mendadak P3H dianggap sebagai sebuah lembaga donor bagi ke-6 sinode atau P3H adalah lembaga yang melayani 6 sinode. Kadang-kadang muncul gambaran bahwa P3H berdiri terpisah dari ke-6 sinode tersebut. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah P3H = 6 sinode = P3H.
Pemahaman yang masih simpang siur ini seringkali menyulitkan kita sebagai sesama anggota forum untuk melakukan aktivitas bersama dalam rangka mewujudkan misi kita yakni memperlengkapi dan mendorong gereja melakukan pelayanan holistik. Akibat selanjutnya dari proses saling berkenalan kita yang kurang intens tadi, membuat rasa memiliki terhadap forum bersama ini juga kurang. Kalau sudah begini, bagaimana kita akan mengefektifkan pelayanan bersama agar dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat?
Oleh karena itu, P3H berinisiatif untuk kembali berkumpul bersama, memperdalam proses pengenalan yang lebih baik terhadap P3H dan fungsinya sebagai sebuah forum bersama, saling bertukar pikiran dan pengalaman di antara anggota dan menggagas kerjasama seperti apa yang efektif dilakukan bersama dan melalui P3H. Pertemuan ini menjadi salah satu agenda yang dapat dibaca dalam rubrik Kegiatan Kita.
Selain laporan-laporan mengenai kegiatan P3H selama 4 bulan terakhir ini, redaksi kali ini juga menyuguhkan “Gereja dan Restoran”. Apalagi ini? Untuk mengetahui lebih dalam, silakan menguliknya di rubrik Artikel Lepas.
Ada juga kabar gembira yakni bahan Pemahaman Alkitab (PA) sudah siap beredar! Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya bahan PA siap diedarkan kepada pendeta-pendeta jemaat tingkat klasis di sinode-sinode anggota P3H. Redaksi mungucapkan terima kasih atas dukungan doanya selama ini sehingga bahan PA sudah selesai dicetak dan siap edar. Akhirnya, tidak perlu panjang lebar, redaksi mengucapkan selamat membaca Holistik edisi ke-7. Mudah-mudahkan melalui buletin ini, proses perkenalan kita bisa lebih dalam lagi.(*)

-------------------------------------------------------------------------------------
AKTIVITAS KITA

1. “ Lawan Globalisasi “ di FRI
Sebuah acara bertajuk Forum Refleksi dan Inspirasi (FRI) digelar selama 5 hari yakni tanggal 15-19 Maret 2004 di Wisma INRI Karangpandan, Surakarta. FRI merupakan salah satu program Yayasan Bersama untuk Kesejahteraan Sosial (YBKS) sebuah yayasan yang didirikan oleh GKI Sangkrah. Ini bukan kali pertama FRI diselengarakan karena sejak tahun 1980-an, FRI sudah digelar secara berkala di beberapa tempat di Indonesia dengan tema yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan isu dan fenomena yang terjadi di Indonesia dan FRI tahun ini adalah yang ke-11. Tema besar yang diangkat adalah “ Gereja dan Ratap Rakyat Dalam Globalisasi” sedangkan sub temanya adalah “ Bersekutu Menghapus Ratap Rakyat Melawan Globalisasi”. Tahun ini, FRI terselenggara atas kerjasama antara YBKS dengan Yayasan Pengabdian Hukum Indonesia (YAPHI) dan Pusat Pengembangn Pelayanan Holistik (P3H). Kenyataan bahwa globalisasi sebagai sebuah keadaan yang membawa ketidakadilan khususnya antara masyarakat miskin dan penguasa/pemilik modal, memangggil gereja untuk ikut serta membangun gerakan untuk melawan persaingan sepihak ini. FRI ini diikuti oleh sekitar 60 peserta dari LSM, LPK (Lembaga Pelayanan Kristen), utusan gereja dan masyarakat akar rumput yakni dari sektor industri (buruh), pertanian dan nelayan. Sebagai pembicara hadir juga Revrisond Baswir (UGM), Indro Surono (ELSPPAT Bogor) dan Dita Indah Sari (Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia). FRI menghasilkan sebuah pernyataan bersama untuk melawan globalisasi berikut rencana tindak lanjutnya. Statement/komunike itu nantinya akan disampaikan kepada LSM, LPK, gereja-gereja dan kelompok masyarakat akar rumput sebagai bagian dari upaya menyuarakan hati nurani rakyat dalam melawan globalisasi yang melahirkan kapitalisme dan ratap rakyat.(*)

2. Pertemuan Dengan ODHA
Pada tanggal 20 April 2004, P3H ikut serta CRWRC memenuhi undangan dari WCTUI untuk menghadiri sebuah pertemuan dengan beberapa orang pengidap HIV positif. Mereka tergabung dalam sebuah lembaga sosial bernama “Spiritia” yang bermarkas di Jakarta. Sebanyak 4 orang dari mereka, 3 diantaranya telah mengidap virus ini. Mereka bertandang ke WCTUI Salatiga, bermaksud membagikan pengalaman kepada beberapa LSM di Salatiga yang berkecimpung di berbagai bidang kemasayarakatan, sebagai salah satu upaya meningkatkan kesadaran terhadap bahaya HIV/AIDS. Sekitar 30 orang dari 10 LSM di Salatiga ikut serta dan menyimak pengalaman menakjubkan dari 3 orang tersebut. Bagaimana tidak, hidup bersama virus HIV di dalam tubuhnya, tidak mengurangi komitmen mereka untuk terjun langsung memberikan penyuluhan, pendekatan kepada masyarakat terhadap bahaya HIV/AIDS serta mengajak masayarakt untuk tidak mengucilkan penderitanya. Daniel, ketua rombongan menerangkan secara singkat, bahwa virus ini hanya dapat menular melalui 4 media yakni darah, sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Keempat hal itupun hanya dapat menularkan virus HIV bila secara langsung masuk dalam aliran darah seseorang. Misalnya, melalui hubungan seksual, air susu ibu penderita HIV/AIDS kepada bayinya, jarum suntik yang tidak steril dan darah akibat luka dari seorang pengidap HIV masuk pada luka orang lain. Jadi selama tidak ada pintu yang membuka masuknya 4 media tadi, kita tidak perlu was-was berhubungan dengan penderita HIV/AIDS. Pada kesempatan tersebut, mereka juga menekankan pentingnya peran lingkungan sosial bagi para penderita HIV/AIDS. Pengucilan hanya akan menyebabkan mereka menjadi frustrasi dan kehilangan arah sehingga bukan tidak mungkin justru penyakit ini ditularkan secara sengaja. Oleh akrena itu, merangkul mereka dan menjadi pendengar yang baik merupakan hal terbaik yang bisa kita lakukan pada mereka. Usaha penyadaran ini harus digiatkan oleh LSM sebagai lembaga yang paling mungkin berhubungan langsung dengan masyarakat.

3. AIDS di Papua
Masih berhubungan dengan HIV/AIDS, keprihatinan terhadap makin banyaknya penderita AIDS dan pengidap HIV positif di Indonesia, mau tidak mau menggugah kita untuk bangkit dari tidur panjang ketidakpedulian. Untuk itu, Chistian Reformed World Relief Committee (CRWRC) Indonesia, kini mulai menapaki sebuah kerjasama dengan Mennonite Central Committee (MCC) dalam menanggulangi HIV/AIDS di Papua. Sepertiga dari jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia ada di wilayah ini. Bayangkan betapa cepatnya virus ini menjangkit di sana Tidak mudah memberikan penyadaran akan bahaya penyakit ini kepada masyarakat luas di Papua karena latar belakang sosial dan budaya.
Sebagai langkah awal, Iskandar Saher melakukan kunjungan ke Papua selama satu minggu (15-22 April). Selain untuk need assessment, beliau juga diundang oleh STT Isaac S. Kijne Abepura untuk menghadiri seminar “ Gereja dan AIDS” yang dimotori oleh MAPHIA, sebuah organisasi mahasiswa STT yang peduli pada AIDS. Acara tersebut dihadiri oleh sekitar 40 orang yang terdiri dari pendeta dan LSM Kristen yang bergerak dalam bidang AIDS dan pemberdayaan masyarakat. Yang menjadi keprihatinan semua pihak adalah bahwa masih ada pemimpin gereja yang tidak percaya bahwa penyakit HIV/AIDS betul-betul serius. Oleh karena itu, kini saatnya Gereja melihat masalah HIV/AIDS ini sebagai masalah serius. Kunjungan Iskandar ke Papua berakhir dengan sebuah keputusan untuk membentuk Tim Inti Peduli AIDS Gereja Kristen Injili –di Tanah Papua (GKI-TP) yang diberi nama Tim Siloam. Nantinya tim ini yang perlu mendorong agar GKI-TP sebagai lembaga membuat keputusan penanggulangan bahaya AIDS sebagai prioritas. Tim yang masih dini ini, akan dibantu dalam menggerakkan kepedulian klasis, jemaat dan lembaga di bawah GKI-TP. Ini akan dilakukan melalui pertemuan yang direncanakan dengan klasis-klasis kota dan pelatihan kader yang nantinya akan menjadi penggerak penanggulangan HIV/AIDS di setiap jemaat/klasis.
4. Tantangan dan Peluang Di Ultah Emas GKJ Cepu
Dalam rangka memeriahkan ulang tahun emas GKJ Cepu, P3H mendapat kepercayaan untuk mengisi acara seminar dengan tema “ Mengantisipasi Tantangan dan Menangkap Peluang”. Iskandar Saher dari P3H bertindak sebagai narasumber. Seminar yang diselenggarakan pada 3 Mei 2004 ini, dihadiri oleh sekitar 50 orang selain beberapa wakil dari gereja di klasis Blora-Bojonegoro dan GKI, juga gereja –gereja lainnya seperti Gereja Bethani, Gereja Baptis Injil Sepenuh, Gereja Advent Hari Ketujuh, Gereja Pantekosta di Indonesia dan Gereja Katolik. GKJ Cepu di usianya yang ke-50 ini mulai diperhadapkan pada berbagai tantangan yang semakin beragam, baik internal maupun eksternal seperti masalah sumber daya baik manusia maupun alamnya. Seminar kali ini mengupas tuntas tentang bagaimana kita menghadapi tantangan tersebut tidak hanya dipandang sebagai ancaman atau sesuatu yang mendatangkan bencana saja tetapi lebih dari itu, tantangan-tantangan itu justru dapat melahirkan peluang yang menguntungkan bila kita kritis memandang dan menyikapinya. Oleh karena itu, gereja perlu menemukan kapasitas-kapasitas apa saja yang diperlukan dalam rangka menangkap tantangan sekaligus peluang itu sehingga misinya pun dapat tercapai.

5. Bahan PA Siap Didistribusikan
Setelah sekian lama ditunggu kehadirannya dan melalui masa persiapan yang panjang hingga naik cetak, akhirnya buku berisi Bahan Pemahaman Alkitab (PA) sudah selesai penggarapannya dan siap untuk didistribusikan kepada lebih dari 1400 gereja di sinode-sinode anggota P3H. Bahan PA yang tercetak sebanyak 3000 eksemplar ini akan diberikan masing-masing satu buku kepada satu pendeta jemaat di gereja-gereja anggota P3H. Buku yang terdiri dari 16 bab dan mengambil tema “Keselamatan yang utuh untuk seluruh ciptaan” ini diharapkan dapat membantu para pemimpin PA dalam proses pemahaman alkitab dengan metode pembelajaran orang dewasa dan sekaligus telah dilengkapi dengan alat peraga berupa poster-poster. Doakan supaya proses pengirimannya berjalan lancar.

6. Kespel P3H Bertemu
Pada tanggal 11-13 Mei 2004, P3H bekerjasama dengan deputat Kesaksian dan Pelayanan (Kespel) GKJ menggelar sebuah Pertemuan Kespel P3H. Pertemuan ini digagas selain dalam rangka menumbuhkan suatu perasaan memiliki terhadap P3H sebagai sebuah forum bersama milik 6 sinode - yakni sinode Gereja Kristen Jawa, Gereja Kristen Sumba, Gereja Kristen Indonesia Sinwil Jateng, Gereja Sumatera Bagian Selatan, Gereja Toraja dan Gereja Toraja Mamasa- sekaligus sebagai media untuk berpikir bersama bagaimana mewujudkan kerjasama yang efektif sehingga pelayanan P3H dapat dirasakan oleh jemaat maupun masyarakat. Pertemuan yang sedianya berlangsung tiga hari itu, harus berakhir pada hari kedua karena di hari ketiga sebagian peserta diikutsertakan dalam sebuah seminar sehari bertema “Indonesia Pasca Pemilu 2004” yang digelar oleh Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial (YBKS) di Solo. Meski demikian, dari awal hingga akhir pertemuan, sekitar 30 peserta sangat antusias mengikuti sesi demi sesi yang mengupas tuntas tentang P3H. Peserta yang umumnya diwakili oleh anggota kespel di sinode dan klasis itu, juga berdiskusi kelompok dan membuat rekomendasi atau usulan demi perkembangan P3H ke depan termasuk membicarakan kemungkinan kerjasama antarsinode P3H yang didasarkan kepada spesialisasi masing-masing sinode.

-------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL LEPAS

Gereja & Restoran
oleh : Iskandar Saher
Pengantar
Apa hubungan antara Gereja dengan Restoran? Mungkin tak ada! Yang ada kadang orang pulang dari Kebaktian Minggu di gereja langsung pergi makan ke restoran; atau ada pengusaha restoran yang rajin pergi ke gereja. Memang tidak ada hubungan langsung antara gereja dengan restoran. Judul ini dibuat begini hanya dalam rangka pembandingan.
Walaupun tak ada hubungan langsung di antara gereja dengan restoran, tapi keduanya pada dasarnya menawarkan sesuatu untuk “dibeli” atau “dinikmati” oleh pengunjungnya. Sebuah restoran menawarkan makanan bagi pengunjung, gereja juga menawarkan makanan. Wujud makanan yang ditawarkan memang berbeda, tapi keduanya menawarkan sesuatu, yang oleh restoran dan gereja disebut makanan. Yang satu oleh orang Kristen disebut menawarkan makanan “jasmani,” sedang yang satunya lagi makanan rohani, itulah sebabnya (walaupun tidak tepat benar) dalam doa makan sering ungkapan makanan jasmani ini muncul.
Saya ingin membandingkan antara gereja dengan restoran karena ada penampakan yang menarik, yaitu restoran selalu penuh pengunjung, sementara gereja sering sepi pengunjung. Ada gereja yang mengaku bahwa anggotanya 2.000 orang, tapi yang hadir secara rutin ke Kebaktian Minggu rata-rata 1.000 orang. Jumlah ini semakin terlihat kecil pada saat kita pergi ikut dalam Kebaktian Rumah Tangga, atau Persekutuan Doa, atau Pemahaman Alkitab (PA), Persekutuan Remaja/Pemuda dan kegiatan lainnya. Pada pihak lain, restoran tidak punya anggota yang terdaftar tapi sering penuh sesak dengan pengunjung, bahkan untuk mendapat tempat duduk untuk menikmati makanannya sering harus antre. Tidak bisakah gereja penuh sesak seperti restoran? Apakah kebutuhan terhadap makanan “rohani” lebih kurang penting
dibandingkan dengan kebutuhan makanan “jasmani” kita?

Pemenuhan Kedua Kebutuhan
Kebutuhan kita terhadap makanan “rohani” dan “jasmani” sebetulnya sama. Hanya seringkali makanan “rohani” itu tidak lagi disuplai oleh gereja, tapi oleh “agama” atau aliran lain. Ini terlihat dari penampakan pada masa modern ini yang dengan jelas memperlihatkan manusia kosong rohaninya dan teralienasi (terasing) dari dunianya.
Para akademisi mengatakan bahwa agama tidak akan pernah hilang, bahkan akan semakin berperan penting dalam kehidupan manusia. Ini disebabkan oleh adanya kekosongan jiwa pada manusia modern yang sibuk. Kesibukan kerja membuat orang kelelahan psikologis dan fisik. Karena itu banyak profesional dan orang berduit yang larut dalam dugem (singkatan orang Jakarta untuk “dunia gemerlap”) seperti night club, cafe dan berbagai dunia hiburan malam. Mereka bersedia menghamburkan uang sampai puluhan juta semalam hanya untuk mengisi kekosongan jiwa setelah seharian penuh bekerja. Di negara tertentu para eksekutif pulang dari tempat kerja langsung pergi ke tempat hiburan malam bersama teman-teman sekantor untuk minum sampai mabuk sambil berkaraoke, baru pulang ke rumah, dan besok pagi bangun langsung pergi ke tempat kerja. Gejala ini menjadi indikator bahwa ada sesuatu yang hilang dari dunia orang-orang yang sibuk ini. Ini biasanya disebut sebagai kekosongan rohani.
Kalau kita mau melihat perkembangan agama, ada indikator lain lagi yang dapat kita temui sebagai indikator bahwa manusia modern yang sibuk ini masih tetap memerlukan makanan “rohani.” Di sekitar kita bermunculan berbagai aliran gereja baru yang dulu tidak ada. Mereka ini datang dengan berbagai nama dan dari berbagai negara. Kalau kita telusuri asal-usul gereja-gereja ini, ternyata mereka berasal dari luar negeri; produk import. Ada juga kebaktian-kebaktian di Hotel berbintang dengan para penyanyi terkenal dan pengkhotbah yang membuat orang terbuai dan tertawa. Dan, ternyata cukup banyak diminati, sehingga ada banyak anggota gereja kita yang lari ke sana. Kalau dicermati lagi, ternyata mereka cukup berhasil memanggil kembali orang-orang Kristen yang tidak pernah kelihatan hadir dalam kegiatan gereja dan mereka yang kelihatan sudah malas-malasan pergi ke gereja. Ternyata mereka yang tidak mau ke gereja itu masih menginginkan makanan “rohani” yang cukup lama tidak mereka dapatkan di gerejanya.
Selain munculnya banyak aliran baru dalam gereja, di negara lain dan kota besar di Indonesia muncul pula agama-agama baru. Di Amerika Utara, misalnya, muncul kelompok-kelompok yang dipimpin oleh para “guru” dari Timur (pada umumnya dari India) yang menawarkan agama baru yang merupakan perpaduan agama Kristen dan agama dari Timur lainnya. Untuk sekedar menyebut salah satu “guru” terkenal dapat disebut Shai Baba. Dia ini sangat terkenal, bahkan di Indonesiapun cukup banyak pengikutnya; bahkan ada orang Kristen yang menjadi pengikutnya. Selain itu, di tanah air juga sekarang ini marak berbagai aliran yang menawarkan metode meditasi untuk menenangkan jiwa atau mengoptimalkan tenaga dalam manusia. Hal ini ditambah lag dengan semakin banyaknya peminat berbagai tayangan tv mengenai dunia lain (mistik). Rating tayangan seperti ini cukup tinggi. Rupanya, walaupun di beberapa negara barat gedung gereja semakin kosong, bahkan ada yang dijual, atau hanya dipenuhi oleh para pensiunan, minat orang terhadap makanan ”rohani” masih tetap tinggi. Hal yang sama juga terjadi di negara kita.
Gejala lain manusia modern yang sibuk adalah bahwa mereka terasing dari dunianya. Mereka ini bukan hanya tidak pernah menginjakkan kaki di antara hutan dan bebatuan, tapi juga hampir tidak kenal tetangganya. Rumah dikelilingi tembok yang tinggi, dan anak-anak hanya bermain di dalam rumah atau ke mall atau di depan perangkat komputer dan tv. Ini terjadi karena para orang tua sibuk bekerja dari pagi hingga malam hari, sehingga tak ada waktu untuk sekedar bertegur sapa dengan tetangga. Kalaupun ada yang ingin bertandang ke tetangga, belum tentu tetangga senang didatangi, karena itu akan mengganggu privasi mereka.
Beberapa gejala ini dapat diduga sebagai indikator bahwa makanan “rohani” itu masih sangat diperlukan oleh manusia. Hanya, gereja tidak mampu menawarkan makanan “rohaninya” sehingga kurang diminati. Restoran diminati, walaupun di rumah ada cukup makanan, tapi gereja kurang diminati walaupun di rumah tak tersedia makanan “rohani.”
Beberapa gejala ini dapat diduga sebagai indikator bahwa makanan “rohani” itu masih sangat diperlukan oleh manusia. Hanya, gereja tidak mampu menawarkan makanan “rohani” sehingga kurang diminati. Restoran diminati, walaupun di rumah ada cukup makanan, tapi gereja kurang diminati walaupun di rumah tak tersedia makanan “rohani.”

Gereja sebagai Restoran
Mengapa sebuah restoran banyak pengunjungnya? Jawaban yang paling utama adalah karena masakannya enak. Namun, masakan enak tidak cukup menjamin pengunjung akan tetap memadatinya, dan yang lebih penting, belum tentu restoran itu dapat bertahan lama. Bagaimana kalau pelayannya judes dan melayani ogah-ogahan? Bagaimana seandainya tempatnya menjadi kotor dan bau apakah orang masih akan tetap makan di situ? Atau bagaimana kalau juru masaknya keluar dari restoran itu apakah restorannya masih akan disenangi pelanggan; bahkan apakah masih akan tetap bertahan?
Ada sebuah restoran yang sangat digemari orang karena masakannya enak. Pada setiap waktu makan pengunjung membludak, sampai harus antre untuk dapat tempat duduk. Suatu hari juru masak restoran ini ditawari menjadi juru masak di restoran di seberang jalan dengan gaji tiga kali lipat ditambah fasilitas perumahan dan antar jemput. Mendapat tawaran ini kemudian si juru masak minta dinaikkan gajinya empat kali lipat kepada si pemilik restoran tempatnya sedang bekerja. Si pemilik tidak bisa menaikkan gajinya begitu besar, akhirnya si juru masak keluar dan pindah ke restoran di seberang jalan. Karena si juru masak pindah, maka restoran ini jadi sepi pengunjung, dan setelah tiga bulan memutuskan ditutup. Hanya karena si juru masak pindah maka restoran yang dibangun dengan susah payah jadi bangkrut.
Cerita ini ingin menunjukkan bahwa hanya salah satu aspek dalam pengurusan restoran hilang maka restoran hancur. Ada berbagai aspek lagi yang juga bisa menghancurkan restoran ini. Misalnya cara melayani yang ramah, kebersihan restoran, managemen keuangan yang baik, tersedia juru masak yang lebih dari satu, pilihan menu yang beragam, penggajian karyawan yang memadai dll. Semua ini diperlukan agar restoran ini mempunyai kapasitas yang baik untuk dapat menjadi restoran yang disenangi dan bisa berjalan dengan baik dan bertahan lama. Kapasitas yang baik ini juga sangat diperlukan jika restoran ini ingin meminjam tambahan modal dari bank. Tanpa kapasitas yang baik maka sulit menjadi restoran yang mampu menarik pengunjung dan mendapat pinjaman modal.
Kapasitas secara sederhana dapat dikatakan sebagai “kemampuan yang dimiliki oleh lembaga agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.” Bagi restoran ini kemampuan yang perlu dimiliki adalah kemampuan memasak dan menyajikan makanan dan minuman yang enak; kemampuan menggaji karyawan dengan baik; kemampuan menjaga kebersihan; kemampuan melayani tamu dengan sopan dan ramah; kemampuan mengelola keuangan; kemampuan mendapatkan ijin usaha; dll. Tanpa kemampuan ini sulit bagi restoran untuk bertahan hidup dan bersaing dengan restoran lain.
Kapasitas berbeda dengan keterampilan (skill). Keterampilan adalah “kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam melakukan sesuatu.” Seorang juru masak memiliki kemampuan untuk memasak dan menyajikan makanan, sementara seorang cleaning service mempunyai kemampuan untuk membersihkan ruangan. Keterampilan akan hilang bersama dengan perginya orang itu. Oleh karena itu, begitu juru masak handal keluar maka keterampilannya memasak dia bawa keluar, sehingga keterampilan itu hilang dari restoran tempatnya dulu pernah bekerja. Sebaliknya, kapasitas adalah kemampuan yang lekat pada lembaga. Seandainya seorang juru masak keluar masih ada kemampuan memasak pada restoran, sehingga restoran itu akan tetap dapat menyajikan masakan yang sama rasa dan kualitasnya. Agar ada kapasitas dalam memasak pada restoran itu maka perlu ada lebih dari satu juru masak yang memiliki keterampilan yang relatif sama, sehingga seandainya juru masak itu sakit atau keluar, restoran tetap dapat melakukan bisnis.
Bagaimana dengan gereja? Apakah gereja perlu kapasitas yang baik? Jawabnya: “Tentu saja!” Pada masa kini kebutuhan terhadap kapasitas gereja yang baik semakin besar. Ambillah contoh sederhana seorang pelayan firman. Kalau dulu mungkin seorang pelayan firman yang tamat SLTP mendapat kursus Alkitab enam bulan sudah memadai, sebab sebagai seorang pelayan firman suaranya tetap didengar dan diterima oleh jemaat dan masyarakat. Kini kapasitas yang seperti ini sudah sulit diandalkan, apalagi di kota besar yang rata-rata pendidikan anggota jemaatnya tinggi.anggota jemaatnya tinggi.
Kapasitas yang diperlukan oleh gereja tentu saja berbeda dengan kapasitas restoran, walaupun untuk beberapa aspek sama, misalnya kapasitas mengelola
keuangan dengan baik. Kapasitas dari satu gereja dengan gereja lain juga bisa saja berbeda, tergantung dari apa yang ditawarkan oleh gereja itu dan kepada siapa itu ditawarkan.
Untuk membangun kapasitas gereja yang baik perlu terlebih dulu menentukan apa yang ditawarkan oleh gereja itu. Bayangkanlah sebuah gereja seperti dengan restoran atau warung makan. Tentukan dulu apa menu yang akan ditawarkan; apakah itu seafood atau chinese food atau javanese food atau mie atau ayam goreng atau soto atau apa? Setelah itu cari tau bagaimana selera orang sekitar itu; apakah pedas, asin, manis, atau kecut? Apakah orang-orang sekitar itu senang makan banyak dengan porsi besar, atau porsi kecil karena kebanyakan diet? Apakah orang-orang situ kaya atau orang sederhana? Setelah kita tahu selera orang yang kita bidik untuk menjadi pembeli barulah dapat kita tentukan apa saja kapasitas yang perlu dibangun agar jualan kita laris.
Tentu saja ada yang tidak setuju dengan pembandingan gereja dengan restoran ini, karena gereja tidak boleh mengikuti selera manusia, tapi selera Tuhan. Itu betul! Tapi, bukankah Tuhan Yesus juga memakai cara-cara yang sesuai dengan kondisi dan “selera” orang di jamanNya untuk menyampaikan keselamatan? Dia berbicara dengan gaya bahasa orang di sekitarnya; Dia memakai perumpamaan yang akrab bagi para pendengarNya; memakai kiasan sumur, air dan gunung pada perempuan samaria (Yoh. 4), bahkan Tuhan datang sebagai manusia seperti kita. Kita masih bisa melanjutkan daftar ini dari PL sampai PB tentang menyampaikan kabar keselamatan dengan cara yang sesuai dan dimengerti oleh pendengarnya. Yang penting di sini adalah kabar yang disampaikan itu berasal dari Tuhan, tetapi cara menyampaikannya itu yang perlu sesuai dengan “selera” orang di sekitarnya. (Bersambung)
-----------------------------------------------------

BERBAGI

Bermula Dari Sepucuk Surat Dari Wonogiri

Oleh : Pdt. Setyo Utomo*


Teman-teman pendeta sesinode GKJ mungkin mengenal P3H hanya lewat buletin-buletin yang diterbitkannya. Sebagian lagi mungkin tahu kalau orang GKJ yang ada di kepengurusan P3H adalah Pdt. Bambang Muljatno. Tidak ada lagi pengetahuan yang lain. Mungkin ada yang lain yaitu mereka yang pernah ikut berproses sehingga terbentuknya lembaga P3H. Namun sayang proses-proses itu tidak sempat tersosialisasikan sehingga pada akhirnya memang tidak salah jika mengenal P3H hanya sebatas buletin dan nama Pdt. Bambang. Kenyataan ini yang akhirnya mendorong persidangan sinode mengambil keputusan untuk melakukan sosialisasi mengenai keberadaan P3H.
Yang tidak dapat kita pungkiri sebenarnya lewat buletin P3H kita juga bisa menyerap siapa dan bagaimana P3H itu. Melalui buletin tersebut acapkali ditampilkan kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan dan yang sedang dilakukan. Sehingga paling tidak kita yang ajeg (rutin) menerima buletin tersebut dapat membaca “Bleger”’ (bentuk) dan kiprahnya. Namun sekali lagi fakta ini tetap dirasa kurang cukup untuk mengasumsikan bahwa gereja-gereja sesinode GKJ tahu dan mengenal P3H.

Bertemu dengan Dirlak P3H dan CRWRC
Dalam suatu kegiatan tim penyempurnaan Renstra sinode pada 13-14 Desember 2002, bertempat di Wisma Erika, Bandungan, diundang di dalamnya Dirlak P3H dan CRWRC untuk ikut menjadi narasumber. Di kesempatan tersebut saya bertemu dan berkenalan dengan Pak Iskandar Saher dan Pak Nick Armstrong. Karena saya punya kepentingan dengan P3H maka pada saat itu saya kemukakan hal kebutuhan sinode GKJ akan perlunya sosialisasi P3H di lingkungan Gereja-gereja GKJ. Pada saat itu juga kami bersama punya komitmen untuk suatu saat bertemu bercakap secara intensif tentang kebutuhan tersebut.
Dari sejak bertemu di Bandungan hingga akhir 2003, kami saling kehilangan kontak, sibuk dengan kegiatan kami masing-masing. Saya baru disadarkan ulang ketika datang sebuah surat dari klasis Wonogiri yang mempertanyakan artikel tentang sosialisasi P3H. Membaca surat ini ada yang sesuatu yang menarik di benak saya bahwa ternyata P3H benar-benar diperlukan oleh gereja-gereja sesinode sampai-sampai salah satu klasis mempertanyakan hal itu. Selanjutnya surat dari klasis itu saya teruskan ke P3H dengan maksud menggugah ulang komitmen yang pernah disangggupi

Perwujudan Komitmen
Tak berselang lama, kespel Sinode GKJ kemudian bercakap-cakap secara intensif dengan P3H. Dari percakapan-percakapan itu muncul beberapa hal yang dirasa menjadi kebutuhan bersama dan dapat dilaksanakan secara bersama-sama pula.
Waktu itu, P3H juga mempunyai kebutuhan untuk semakin dikenal di antara sinode-sinode pendirinya, sehingga P3H mengusulkan bahwa sosialisasi baik kalau diperluas tidak hanya dalam lingkup sinode GKJ melainkan kepada seluruh deputat/departemen/parpem pendiri P3H. Maka dibentuklah sebuah panitia kecil untuk melaksanakan kegiatan ini. Dan Kespel Sinode GKJ dipercaya menjadi tuan rumahnya.
Ide itu bergulir hingga terlaksananya sebuah pertemuan kespel P3H pada tanggal 11-13 Mei 2004 yang lalu. Sebelumnya ada kekhawatiran panitia bahwa kegiatan ini akan kurang mendapat respon positif dalam tingkat kehadiran peserta. Namun kekhawatiran itu tertepis setelah pelaksanaan. Rupanya antusiasme peserta cukup baik. Sharing dan presentasi pembicara mendapatkan perhatian yang serius.
Segala sesuatu yang baik dan memuaskan tidak datang dengan sendirinya. Kami, sinode GKJ telah melakukannya. Melalui dan bersama P3H, kami merasakan kerjasama yang saling menguntungkan untuk semua pihak. Kerjasama awal dalam pelaksanaan pertemuan Kespel bagi kami sudah merupakan langkah awal yang baik untuk ditindaklanjuti, mungkin berikutnya sinode lain anggota P3H dapat menangkap inisiatif ini, sekali lagi melalui dan bersama P3H.
Akhirnya, selamat melaksanakan pelayanan yang holistik. Holistik, kurang lebih bagi saya, Holly= kudus, stick = tongkat. Jadi Anda sedang memegang tongkat suci untuk melakukan pelayanan yang suci pula. (*penulis adalah Sekretaris Deputat Kesaksian dan Pelayanan Sinode GKJ)

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus