Selamat berjumpa kembali dengan buletin edisi tahun baru! Bagaimana keadaan para pembaca sekalian? Semoga di tahun baru ini, semua berjalan sesuai rencana. Kalau pun belum, jangan terlalu kecewa. Bukankah hari ini masih menawarkan kesempatan kita untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab? Jadi, jangan ditunda-tunda lagi ya. Nanti tau-tau sudah 2006 lho, hehe...
Adakah nuansa yang berbeda dari tahun sebelumnya? Oya, kita punya pemimpin negara yang baru beberapa bulan menjabat sebagai Presiden. Prestasi baru kita sebagai masyarakat Indonesia yang perlu dibanggakan adalah memilih presiden dengan aman dan demokratis. Mudah-mudahan prestasi yang membanggakan ini dapat dilanjutkan dengan memberikan pengawasan dan kontribusi untuk mewujudkan cita-cita bersama pada tahun yang baru ini. Pelajaran berharga bagi para elit politik dan pemimpin bangsa adalah bahwa rakyat Indonesia mampu menjalankan pilihannya tanpa kekerasan. Rakyat Indonesia bukan rakyat yang bodoh dan hanya mengekor saja.
Kini, kami membawa kabar dari kantor P3H yang juga semarak dengan kesibukan-kesibukan nan lalu lalang. Beberapa waktu lalu, P3H diundang mengikuti pertemuan mitra kerja CRWRC Asia di Filipina; kemudian menggelar pelatihan penanggulangan bencana; pelatihan Capacity Building juga tidak absen dan saat ini kami sedang mempersiapkan bahan untuk evaluasi bulan Januari ini. Meskipun tampaknya kesibukan ini silih berganti, tetapi kami tidak ingin menggeser fokus kami yakni melayani gereja-gereja agar lebih mampu melakukan pelayanan yang holistik, berdampak lebih luas kepada masyarakat. Bicara tentang dampak, saat ini P3H sedang melakukan sebuah survey melalui angket yang kami kirim kepada para pendeta dan gereja-gereja yang selama ini mendapatkan kiriman Buletin dan Bahan Pemahaman Alkitab. Tidak semuanya memang, kami hanya mengambil sampel saja. Tujuan survey ini tak lain adalah mengetahui sejauh mana dampak buletin dan bahan PA, apakah memberi manfaat bagi para pembaca atau tidak. Hasilnya akan menjadi masukan dalam perbaikannya di kemudian hari.
Oya, masih ingat dengan sayembara penulisan artikel tentang Pelayanan Holistik? Kok sampai sekarang, redaksi baru menerima sedikit artikel? Wah, rupanya sedang musim sibuk mungkin. Tapi siapa tahu masih ada yang berminat, untuk itu kami memperpanjang sayembara tersebut. Ayo, jangan ragu-ragu untuk menulis. Menulis itu sehat lho.
Tahun ini, redaksi berencana membuat beberapa rubrik tambahan sebagai selingan, sekaligus mendorong partsipasi pembaca di dalamnya. Karena itu, redaksi menerima kiriman artikel dengan tema apa saja baik opini maupun liputan kegiatan di gereja, lembaga ataupun masyarakat di mana pembaca berada. Tanpa banyak basa-basi, silakan menikmati buletin edisi Januari. Mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca sekalian. Selamat Natal 2004 & Selamat Memasuki Tahun Baru 2005. Tuhan memberkati.(*)
------------------------------------------------------------
“ Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasehatkan kamu,
supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus,
dan yang berkenan kepada Allah; Itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu
menjadi serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah : apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:1-2)
Dalam Asia Partner Assembly atau pertemuan antar mitra se-Asia yang diselenggarakan oleh CRWRC di Filipina pada 25-27 Oktober 2004, tema besar yang diangkat adalah “Transformed Lives, Transformed Community”. Berbicara tentang transformasi atau perubahan, jauh hari sebelumnya, surat Paulus kepada jemaat di Roma telah memakai kata Transformasi ini. Teologi transformasi diinspirasikan (salah satunya) oleh perkataan Paulus tentang perubahan seperti dalam nats di atas.
Adalah Eugenio Araiza Bahena, Direktur Umum The Mexican Association for Rural and Urban Transformation (Amextra), sebuah lembaga pengembangan masyarakat di Meksiko menjadi pembicara yang membagikan pemahaman sekaligus pengalaman Amextra dalam upaya mewujudkan transformasi. Ini adalah beberapa petikan intisarinya.
Seperti kita ketahui, perjalanan hidup kekristenan kita adalah sebuah proses transformasi karena iman kita menyentuh setiap bagian kehidupan. Hati, pikiran, jiwa dan tubuh kita secara terus menerus diperbarui dan dibentuk oleh Tuhan. Transformasi ini semestinya menghasilkan perubahan dalam tingkah laku sebagai orang Kristen.
Melalui iman, kita diberi pandangan baru tentang kenyataan (hidup). Dalam proses transformasi, kita dipanggil untuk terus menerus merefleksikan pembaharuan atas pekerjaan Tuhan di dalam kita dengan keluarga dan masyarakat kita. Berbekal pengetahuan akan betapa berharganya kita di mata Tuhan dan masyarakat, kita dimampukan mentransformasikan kenyataan hidup ke arah apa yang Tuhan kehendaki yakni sebuah lingkungan yang menguntungkan bagi pengembangan potensi; panggilan pribadi dan sosial kita.
Transformasi adalah sebuah proses yang berkelanjutan, bukan semata untuk mencapai satu tujuan khusus, melainkan lebih pada partisipasi berkelanjutan dari masyarakat, yang merefleksikan setiap pengalaman baru dalam terang injil. Kecenderungan kita untuk berpikir bahwa hasil transformasi adalah sesuatu yang sangat konkrit dan dapat diukur (tentu saja kita perlu punya hasil nyata) tetapi ini bukan yang terpenting dan memberi dampak. Bila kita memahami bahwa Kerajaan Allah adalah pelebaran tubuh Kristus yang tak ada habisnya, maka transformasi tidak hanya berakibat pada pengertian vertikal seperti bagaimana membuat sebuah organisasi, tetapi memperluas Kerajaan-Nya secara horizontal.
Sebagai sebuah proses, transformasi dimulai dengan pengenalan terhadap talenta yang Allah anugerahkan atas kita yang bisa dibagikan kepada sesama, sembari menemukan talenta orang lain yang bisa juga dibagi pada kita. Sehingga, transformasi terjadi dalam tindakan nyata saling memberi dan menerima talenta yang sudah diberikan Tuhan pada kita. Dengan demikian kita bisa merasakan bekerjanya setiap anggota tubuh Kristus, tidak saja secara individu tetapi dalam sebuah masyarakat yaitu komunitas yang mengundang orang lain tanpa membedakan usia, jenis kelamin, keadaan ekonominya, agamanya, atau orientasi politiknya, untuk ikut serta dalam proses ini dengan saling menerima dan membagikan talenta dalam rangka membentuk masyarakat baru yang misinya adalah mewujudnyatakan Kerajaan Allah yakni damai sejahtera.
Transformasi bukan apa yang kita lakukan pada orang lain, tetapi tranformasi adalah apa yang Tuhan lakukan atas kita ketika kita masuk ke dalam hubungan yang setara dengan orang lain. Kita tidak melayani karena kita sudah ditranformasikan, melainkan kita ditransformasi ketika kita melayani. Untuk itulah kita ada, bagi sesama dan lingkungan di mana kita tingga.
AKTIVITAS KITA
1. P3H Ikuti Asia Partner Meeting Assembly

2. Pelatihan Penanggulangan BencanaSalah satu kesepakatan bersama yang diambil dalam pertemuan Kespel P3H Mei 2004 lalu telah berhasil dilaksanakan. Kesepakatan itu adalah diadakannya pelatihan Penanggulangan Bencana. Pelatihan telah diselenggarakan di Hotel Dhyana Pura Bali, pada 1-3 November 2004 dan diikuti oleh 12 peserta, utusan dari Sinode GKS, GTM, GKI Sinwil Jateng ( yang mengutus anggota Depkespel, GKI Kebayoran Baru, GKI Cinere), GKSBS dan GKJ. Dalam kesempatan itu, Jacob Kramer, dari Canadian Food Grain Bank Kanada yang juga adalah dari Disaster & Relief Service CRWRC menjadi pembicara.
Kramer menyajikan materi seputar Pengenalan tentang Relief (bantuan kemanusiaan), hubungan Relief dan Community Development (pengembangan masyarakat), bagaimana struktur kerja dalam organisasi kemanusiaan di CRWRC dikembangkan dan beberapa tips penulisan proposal bantuan. Selain itu juga ada sesi penggalian pangalaman dari masing-masing sinode dalam hal penanggulangan bencana. Acara ini berjalan lancar, sekalipun sempat tertunda satu hari karena Kramer mengalami hambatan teknis sewaktu berada di bandara Singapura. Dalam penjelasannya, Kramer tetap menggunakan bahasa Inggris, yang kemudian diterjemahkan. Peserta mengaku terkesan dan berharap P3H dapat mengundang lebih banyak utusan dari gereja-gereja bukan hanya sinode.
3. Pelatihan CB di 12 sinode SAG Sulutteng
Menindaklanjuti kegiatan Training of Trainers (ToT) Pengurus Harian Sinode Am Gereja-gereja Sulawesi Utara dan Tengah (SAG Sulutteng) dengan P3H pada bulan Agustus lalu, Iskandar Saher beserta para peserta ToT mulai melakukan pelatihan bagi 12 sinode SAG di wilayah Sulutteng. Pelatihan yang dipusatkan di beberapa daerah seperti di Menado, Kotamobagu, Luwuk, Palu dan Tentena ini sudah diawali pada 3- 20 November 2004; dan dilanjutkan pada 8-15 Desember 2004. Materi yang disampaikan adalah Capacity Building, E-mail dan Internet serta Sistem Keuangan. Materi yang sama juga sudah dipakai untuk pelatihan di Gereja Kristen Sulawesi Selatan (GKSS) dan Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH).
4. Penyebaran Angket Survey
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan efektivitas kerja P3H, maka pada bulan November 2004 ini, P3H menyebarkan sejumlah angket kepada beberapa pendeta dan gereja-gereja yang dilayani oleh P3H selama ini. Fokus angket adalah mengetahui dampak dan efektivitas pemanfaatan Buletin Holistik sebagai sarana komunikasi dan informasi P3H selama ini serta Buku Bahan Pemahaman Alkitab yang sudah dikirimkan beberapa waktu lalu. Untuk efisiensi, P3H hanya mengambil beberapa orang sebagai sampel yang diharapkan hasilnya dapat mewakili seluruhnya. Melalui survey ini, diharapkan P3H mendapat masukan sebagai usaha untuk meningkatkan efektifitas pelayanan di masa mendatang.
5. Evaluasi CRWRC Indonesia
Setelah bekerja selama sekian tahun di Indonesia dan sejak tahun 2001 telah mendukung P3H dalam pelayanannya terhadap gereja-gereja di Indonesia, maka pada bulan Januari 2005, CRWRC Indonesia akan dievaluasi. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat kembali apakah yang dilakukan selama ini telah sesuai dengan harapan dan melihat kemungkinan apakah pelayanan CRWRC di Indonesia dapat terus dilanjutkan untuk mendukung pelayanan gereja-gereja di masa datang. Mengingat pentingnya evaluasi ini, kami mohon dukungan doa para pembaca yang budiman, agar proses ini dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan keputusan terbaik.
----------------------------------------------------
BERBAGI
Emergency + Vulnarebility = Disaster
Apakah judul di atas adalah rumus baru? Seperti rumus trigonometri atau relativitas itu? Ya, boleh dibilang mirip. Tetapi ini adalah rumus untuk mendefinisikan apa itu Disaster. Disaster dalam bahasa Indonesia berarti bencana. Istilah ini sangat akrab di telinga kita. Setiap saat ketika ada musibah : banjir, tanah longsor, kebakaran, gunung meletus, dan sebagainya kita mengatakan itu adalah bencana. Bahkan ketika rumah seorang pengusaha kaya raya terbakar habis, orang menyebutnya bencana. Apakah sebenarnya bencana itu?Apa hubungan bencana dengan pengembangan masayarakat? Mari kita simak penjelasan Jacob Kramer -dari Canadian Food Grain Bank Kanada- yang disampaikannya dalam sebuah pelatihan Penanggulangan Bencana di Bali, November 2004. – red
Apakah Bencana Itu?
Rumus dalam judul itu dapat dijelaskan sebagai berikut : Keadaan Darurat (Emergency) + Kerapuhan (Vulnerability) = Bencana (Disaster). Bencana adalah hal/keadaan darurat yang merupakan persitiwa (event) yang terjadi –seperti gempa, banjir, badai, dsb – yang menimpa banyak orang dan melumpuhkan pekerjaan mereka (menimbulkan kerapuhan dalam masyarakat). Tidak semua bisa dikatakan bencana. Misalnya : rumah pengusaha kaya Bill Gates terbakar. Peristiwa ini memang darurat (emergency) tetapi tidak merapuhkan Bill Gates, karena semua hartanya sudah diasuransikan, dia punya beberapa rumah lainnya, dan punya uang banyak. Dia mudah pindah ke rumah lain tanpa merasa kehilangan, atau tinggal di hotel berbintang.
Bencana sering dianggap sebagai suatu kejadian darurat yang terjadi dalam masyarakat yang sedang berkembang. Saat orang terkena bencana, semua segi kehidupan mereka harus dimulai dari nol lagi. Saat mereka terkena bencana inilah, relief (bantuan kemanusiaan) diberikan. Relief bertujuan untuk membawa orang yang kena bencana bangkit perlahan menuju perbaikan dalam kehidupannya. Dalam Relief, faktor kerapuhan orang yang tertimpa peristiwa darurat ini tidak boleh dilupakan. Rapuh tidak hanya disebabkan karena satu hal darurat, misalnya orang miskin terlihat rapuh karena mereka rentan dalam finansial dan rentan dalam pemikiran. Sehingga relief erat hubungannya dengan Community Development (Pengembangan Masyarakat) karena tujuan Relief juga bersifat mengembangkan masyarakat, yakni memberikan pelatihan atau bantuan yang mendidik, membangun orang-orang yang rentan tertimpa bencana. Sehingga fokus dari bantuan kemanusiaan adalah orang yang rapuh/rentan.
Relief dan Community Development
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan bantuan yang “mengembangkan mayarakat” antara lain :
1. Melibatkan masyarakat
Gereja perlu mengetahui apa yang betul-betul dibutuhkan oleh masyarakat (korban bencana). Selain gereja, ada lembaga-lembaga yang khusus membantu masyarakat yang terkena bencana, seperti Palang Merah, Bulan Sabit Merah. Meskipun demikian, sebaiknya masyarakat tetap memiliki kemampuan untuk menolong dan membantu mereka yang terkena dan menjadi korban bencana.
Ada baiknya dalam membantu orang yang tertimpa bencana, gereja lebih melibatkan masyarakat di sekitar tempat kejadian, untuk mengetahui apa yang dibutuhkan.
2. Dilakukan dengan sukarela
Mengambil staf untuk pekerjaan relief bukan suatu hal yang jelek, tapi ingatlah bahwa mereka harus punya kerinduan untuk melakukan pekerjaannya dengan sukarela. Jika bekerja di bidang relief hanya berfokus pada uang, kerja kita tidak akan maksimal. Dalam hal ini, yang terpenting adalah semangat sukarela semata meninggalkan pekerjaan tetapi juga meluangkan waktu untuk membantu irang lain. Dalam hal ini, yang terpenting adalah semangat sukarela untuk membantu, bukan semata meninggalkan pekerjaan dan pergi jauh, tetapi juga meluangkan waktu untuk membantu orang lain di tempatnya sendiri, atau membantu orang lain di dalam pekerjaannya sehari-hari.
Relief dan Community Development (CD), keduanya bertujuan mengurangi kerapuhan dalam masyarakat. Relief bersifat jangka pendek atau sementara, jika orang yang dibantu sudah pulih keadaannya dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari, bantuan tidak diberikan lagi. Sedangkan CD sifatnya jangka panjang.
Siapa Yang Bisa Melakukan Relief?
Alkisah, di Liberia Afrika, telah terjadi perang saudara yang berkepanjangan. Hampir 15 tahun dan menewaskan hampir 20% dari populasinya. Satu hari Jacob pergi ke sana untuk melakukan program relief. Pertama kali tiba di bandara, ada banyak iklan dari gereja dalam bentuk poster-poster, seperti : “Gereja yang Punya Perhatian”, “Gereja Pemulihan”, dst. Dia heran jika ada banyak gereja di sana, kenapa masih ada perang saudara selama 15 tahun? Ketika menanyakan hal ini, salah satu pendeta di sana hanya menjawab bahwa dalam Alkitab pun dikatakan, kita juga hidup dalam masa yang sulit.
Dalam Perjanjian Lama, Allah menginginkan kita melihat bahwa Dia memakai orang-orang yang berada di tengah-tengah bangsa besar (yaitu Israel, dalam posisi strategis) sebagai contoh bagi kita bagaimana kita harus hidup di tengah orang lain, terutama yang sedang menderita. Yakni : menyampaikan kabar baik pada orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, memberitakan penglihatan pada orang-orang buta, membebaskan yang tertindas dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (luk 4:16-19).
Seekor anak gajah yang dirantai kakinya sejak bayi menjadi terbiasa dengan ikatan rantai yang membelenggunya, karena ia tidak lagi menganggap ikatan itu sebagai sesuatu yang membelenggu tetapi ia anggap rantai itu sebagai alat kepatuhan pada sang tuan. Ilustrasi ini menunjukkan bagaimana kita merasa bebas meskipun kita diikat pada kebiasaan yang sudah lama dilakukan? Belenggu ikatan adalah kelemahan-kelemahan yang kadang kita anggap sebagai beban, seperti merasa terlalu lemah, terlalu kecil, dsb. Tidak seharusnya kita memandang beban itu tidak ada, tapi kita harus bersikap bahwa Allah membimbing kita mengatasi kelemahan itu, bahkan memakai kelemaham itu sebagai sesuatu yang memicu kita untuk memiliki hati yang rindu melayani.
Seyogyanya, kita bekerja dan berjalan dalam keyakinan dan tidak menyalahkan Allah karena kita ditempatkan di suatu tempat yang kita lihat ‘tidak berharga’. Ketika kita melayani dalam bidang bencana, kita juga melayani dengan peraturan dan etika. Inilah yang harus kita perhatikan dalam ‘menjangkau’ orang yang kita layani. Kadang kita masih berpikir dengan kacamata sendiri bahwa orang miskin tidak mungkin bisa memberi atau membantu, tetapi Allah menyatakan dalam Alkitab bahwa seorang janda miskin rela memberikan semua hartanya tanpa menonjolkan dirinya (Luk 21:1-4) dibandingkan dengan orang kaya yang menunjukkan dirinya saat mempersembahkan banyak uang. Janda miskin itu tidak dilarang oleh Tuhan Yesus memberikan dua peser uangnya dengan mengakatan : “Sudah kamu tidak usah memberikan uangmu, karena kamu miskin. Kasihan kamu.” Kesalahan kita adalah sering melihat orang miskin tidak mampu memberi. Kesalahan seperti ini menjadi belenggu yang merantai kita.
Relief bisa dilakukan bukan hanya oleh orang-orang yang dianggap mampu tetapi juga setiap orang, jika kita mampu melepaskan belenggu yang melihat orang miskin hanya untuk diberi, bukan memberi. Dalam relief, kita perlu melihat bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk menolong satu sama lain, sekecil apapun itu. Memberdayakan orang miskin untuk mempu memberi adalah juga usaha mengembalikan mereka pada harkat yang sesungguhnya sebagai manusia yang sama dengan orang kaya manapun.
Penting Untuk Pekerja Relief
Hal-hal yang perlu dicermati oleh para pekerja Relief antara lain :
1. Pendeskripsian bencana tiap wilayah
Kalau kita ingin menjadi bagian dari pelayanan Relief, deskripsikanlah bencana apa saja yang sering terjadi di daerah Anda masing-masing atau di negara Anda.
2. Pengorganisasian pekerjaan Relief
Adakan koordinator di setiap wilayah (distrik) agar dapat melaporkan mengenai :
· Bencana yang terjadi
· Lembaga lain yang sudah terlibat dalam penanganan bencana di daerah itu, misalnya : Palang Merah, dsb, dan apa yang mereka lakukan dalam merespon bencana itu.
3. Kerjasama dengan lembaga lain
Perlu ada kerjasama dengan berbagai lembaga dalam pendistribusian bantuan, sehingga bantuan yang sama tidak bertumpuk atau tumpang tindih. Misalnya : Palang Merah membantu penyediaan obat; Disaster & Relief Response membantu bahan pangan; Bala Keselamatan menyediakan pakaian, dsb.
4. Miliki spesifikasi pekerjaan relief
Alangkah baik bila setelah menjalin kerjasama dengan lembaga lain, gereja/lembaga relief gereja memiliki spesifikasi pekerjaannya. Ini penting untuk menghindari tumpang tindih jenis bantuan. Kalau semua lembaga memberikan bantuan yang sama, akan mungkin bantuan yang diberikan terlalu berlebihan dan tidak terpakai. Pekerjaan relief kita menjadi sia-sia. Katakanlah misalnya gereja memiliki spesifikasi dalam rehabilitasi tempat tinggal, atau pendampingan pasca-bencana, atau evakuasi.
5. Need Assesment
Pergilah dari rumah ke rumah untuk melihat keadaan dan situasi orang yang terkena bencana, dari situ dapat ditentukan bantuan apa yang dapat diberikan, berapa banyak dan siapa saja akan dibantu. Perhatikan juga mana yang perlu dibantu jangka panjang dan pendek. Lihat apakah ada asuransi. Susunlah informasi ini menjadi database.
6. Distribusi bantuan dan pembangunan kembali
Lebih baik libatkan masyarakat dan gereja di sekitar tempat kejadian untuk membangun kembali daerah itu. Jangan beranggapan bahwa jemaat tidak bisa terlibat dalam program relief, tetapi libatkan/tantang mereka dalam membantu kegiatan semacam ini.
Seputar Relawan/Volunteer
Sukarelawan adalah orang yang mau melibatkan diri untuk melayani orang lain yang ada dalam kesusahan. Biasanya didapat melalui informasi dari mulut ke mulut. Untuk meyiapkan sukarelawan, perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1. Harus ada deskripsi tugas yang jelas bagi tiap relawan.
2. Harus ada pelatihan khsusus.
3. Harus ada waktu khusus.
Dalam menjalankan tugasnya, para relawan ini mungkin saja menjumpai banyak masalah dan mungkin dia akan menderita. Karena itu, tetap harus ada perhatian melalui doa dan buku/buklet untuk menguatkan mereka.
Penulisan Proposal
Ada beberapa saran yang baik untuk diperhatikan ketika kita akan menulis sebuah proposal bencana.
1. Buatlah lebih dulu konsep yang berisi tentang :
· Apa, dimana, bagaimana
· Apa yang ingin Anda lakukan
· Mengapa Anda ingin mekakukannya dan kapan itu akan dilakukan?
· Bagaimana Anda melakukannya?
· Mengapa Anda ingin membantu orang/lembaga lain?
· Berapa biayanya?
2. Buatlah secara singkat, padat dan jelas.
Dukung dengan informasi untuk meyakinkan lembaga yang akan membantu dengan menyebutkan :
1. Implementing partner capacity.
Meliputi sejarah, pengalaman, karyawan (relawan terlatih). Nyatakan apa adanya, jangan berlebihan.
2. Situational Analysis & assessment (analisi situasi).
Meliputi : dimana proyek dilakukan, mengapa di sana, keadaan makanan, gambaran masalah.
3. Identifikasi penerima bantuan.
Meliputi berapa jumlah laki-laki, wanita, anak-anak.
4. Hasil yang diinginkan
Meliputi Maksud, tujuan yang bisa diukur misalnya : meningkatkan gizi anak balita hingga berat mereka meningkat 20%. dan Evaluasi.
5. Aktivitas
Berikan rincian jelas misalnya : memberikan beras X kg untuk Y orang. Umumnya diberikan seperti ini :
1 keluarga dengan 5 orang diberi :
· 60 kg beras/jagung/dsb
· 70 kg kacang-kacangan
· 7,5 kg lemak/minyak.
Perincian ini sesuai dengan rasio World Health Organization (WHO) yaitu bantuan yang diberikan sebesar setengah atau tiga perempat dari semua kebutuhan. Kalau korban tinggal di pengungsian, mereka diberi semua kebutuhan (100%).
Dari keseluruhan pembuatan proposal, penting mencantumkan jadwal tiap program. Jika terjadi perubahan rencana, sebaiknya konsultasikan dulu dengan pemberi dana dan berbagai pihak terkait dengan alasan yang masuk akal. Ini penting untuk mencegah penyelewengan dana dan memupuk rasa tanggung jawab.(*)